BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Meski sudah lebih sepekan, kasus pembatalan pencalonan Aditya Mufti Arifin – Habib Said Abdullah pada Pemilihan Wali Kota Banjarbaru, namun kejadian ini terus mengundang respon dari berbagai pihak, salah satunya Forum Ambin Demokrasi.
Sebut saja Noorhalis Majid salah satu penggiat dari Forum Ambin Demokrasi menyampaikan, ketika Bawaslu dan KPU memutuskan kasus Aditya, pasti tidak terpikirkan ditempat lain juga akan berdampak pada kasus serupa.
“Di berbagai tempat juga akan dilaporkan, bahkan mungkin tidak terpikirkan, putusan tersebut menjadi rujukan bagi daerah lainnya di luar Kalimantan Selatan, karena Pilkada, berlangsung di seluruh Indonesia,” kata Noorhalis.
Ia menyebut hal itu, dengan istilah ‘Aditya Effect’, hal tersebut pasti terjadi, Sebab ada banyak petahana atau wakil yang maju melanjutkan program terdahulu. Disisi lain lanjutnya, Ada pula istri atau saudara yang maju meneruskan kepemimpinan petahana.
“Bahkan dengan segala bentuk “manipulasi”, sulit memilah mana menjalankan program pemerintahan dan mana pula yang dinamakan kampanye, semua tercampur jadi satu, dan berpeluang dilaporkan, karena sudah ada contoh kasusnya ini,” jelasnya.
Noorhalis mengungkapkan dengan kasus yang sama, wajib hukumnya ditindaklanjuti dan diproses dengan mekanisme serta perlakuan yang sama pula. Bahkan kalau kasusnya sama persis sambungnya, putusannya mesti sama pula.
“Tidak boleh bapalihan (tebang pilih) atau terjadi perlakuan berbeda, apalagi perlakuan khusus, maka yang seperti itu berarti tidak adil, tidak jujur dan diskriminatif,” ujar Noorhalis.
Ia menegaskan jika ternyata memang perlakuan dan putusannya tidak sama maka akan berdampak buruk pada citra dan kepercayaan pada Bawaslu dan KPU itu sendiri. Bahkan tidak terpikirkan, berdampak pada proses dan hasil Pilkada, termasuk soal surat suara.
“Semoga tidak berdampak pada sesuatu yang lebih buruk, sebab ongkos dan pemulihannya sangat mahal,” harapnya.
Dijelaskannya pula, memang mudah bagi siapapun menghancurkan maruah suatu lembaga. Cukup lakukan hal-hal yang bertolak belakang dengan prinsif kerjanya, maka semua kehormatan dari lembaga itu ambruk dengan sendirinya.
“Kalau prinsif kerjanya jujur dan adil, berlakulah curang dan diskriminatif, pasti hancur lembaga tersebut,” kata Noorhalis.
“Sebab itu, syarat yang tidak boleh ditawar ketika merekrut calon yang masuk dalam lembaga ini, adalah soal integritas. Kalau integritasnya payah, maka kerjanya akan ‘bapalihan’ bahkan mungkin berdasarkan pesanan,” tutupnya.(nau/KPO-3)