Oleh : Alesha Maryam
Pemerhati Sosial Ekonomi
Para ibu pasti tahu rasanya kalau harga kebutuhan pokok mulai naik. Mereka harus mengencangkan keuangan untuk memenuhi kebutuhannya. Sayangnya, setiap berganti tahun, harga kebutuhan pokok ikut berganti.
Mayoritas harga pangan di Provinsi Kalimantan Selatan naik pada hari ini. Melansir data panel harga pangan Badan Pangan Nasional (BaPaNAs) pada Kamis (24/10/2024) pukul 11.51 WIB, dari 21 komoditas terdapat 10 komoditas naik dan delapan komoditas turun. Komoditas yang naik harga yaitu jagung, tingkat peternak, bawang merah, bawang puting bonggol, daging ayam ras, telur ayam ras, minyak goreng kemasan sederhana, ikan tongkol, ikan bandeng, garam halus beryodium, dan beras SPHP. Sementara, harga beberapa komoditas seperti beras medium, cabai merah keriting, cabai rawit merah, daging sapi murni, gula konsumsi, tepung terigu (curah), ikan kembung, dan tepung terigu kemasan (non curah) menurun dibandingkan dengan harga kemarin.
Komoditas jagung tingkat peternak melonjak paling tinggi Rp1.050 (13,03%) menjadi Rp9.110 per kg. Adapun harga cabai rawit merah turun paling dalam Rp1.510 (3,78%) menjadi Rp38.440 per kg. Beras Premium Rp16.220 (naik 0,31% dibandingkan harga pada 23 Oktober 2024), Kedelai biji kering (impor) Rp10.600 (naik 0,19%), bawang merah Rp26.180 (naik 1,67%), bawang putih bonggol Rp37.960 (naik 0,61%), daging ayam ras Rp33.240 (naik 1,90%), telur ayam ras Rp29.230 (naik 2,38%), minyak goreng kemasan sederhana Rp17.940 (naik 1,13%), jagung tk peternak Rp9.110 (naik 13,03%), ikan tongkol Rp33.220 (naik 0,33%), ikan bandeng Rp27.390 (naik 1,29%), garam halus beryodium Rp10.070 (naik 0,10%), beras SPHP Rp12.950 (naik 0,54%). (Kontan.co.id, 30-10-2024)
Rakyat Sulit
Kenaikan harga bahan pokok tersebut tampak “tidak banyak”, tetapi kalau kita melihat nominal harganya, tetap saja tergolong tinggi membuat kepala pening.
Mayoritas masyarakat adalah keluarga berpenghasilan menengah ke bawah. Ada kenaikan sedikit saja pada komoditas kebutuhan pokok, tentu akan menyusahkan mereka. Ini karena pengeluaran mereka tidak hanya memenuhi kebutuhan makan saja. Mereka juga perlu membayar pajak, listrik, air, kontrakan, sekolah anak, ke dokter jika sakit, dll. Dengan pengeluaran sebegitu banyaknya, kenaikan harga kebutuhan pokok tentu sangat menyusahkan. Tidak hanya konsumen para pedagang juga mengeluhkan hal yang sama. Saat harga belum naik, pasar sudah mengalami penurunan pembeli. Apalagi ketika harga naik dan musim tidak ada panenan, pasar menjadi sepi. Dalam sehari, barang tidak bisa habis.
Upaya Antisipasi
Pemerintah wajib menganalisis sebab dan mencari solusi kenaikan harga yang terjadi setiap perubahan musimnya. Sayangnya, upaya antisipasi yang sering ditempuh adalah impor guna memperbanyak stok agar harga kebutuhan pokok bisa stabil. Kebijakan impor ini kemudian menjadi momok para petani lokal. Harga kebutuhan pokok dari impor cenderung lebih rendah dari pada panen lokal, sedangkan masyarakat cenderung memilih harga paling murah. Akhirnya, produk sendiri justru kalah bersaing dengan produk impor.
Perubahan cuaca menjadi alasan kuat naiknya bahan pokok. Alasan ini dapat diterima untuk bawang merah, bawang putih, atau cabai. Kalau untuk kebutuhan lain, tentu seharusnya tidak berpengaruh. Hingga kini sepertinya belum ada upaya serius untuk membuat fluktuasi harga kebutuhan tidak terlalu besar. Pemerintah seyogianya dapat melakukan riset untuk menghadapi perubahan cuaca. Dari penelitian itu, pemerintah dapat menemukan benih kualitas unggul yang tahan cuaca. Proses penanam terbaik, dengan memanfaatkan teknologi canggih hingga menyediakan pupuk yang baik agar tanaman tersebut subur.
Jika masalah justru datang dari distribusinya, pemerintah harusnya memudahkan proses distribusi tersebut. Selama ini, rantai distribusi kebutuhan pokok sangat panjang. Agar sampai pada konsumen, barang tersebut melewati beberapa pedagang. Sehingga, pemerintah perlu memperpendek rantai distribusi. Masalah yang tidak kalah penting adalah adanya pengusaha swasta yang memanfaatkannya. Kebutuhan pokok seperti beras, minyak, gula, dll. sering menjadi sasaran empuk para pengusaha. Mereka membeli padi dengan harga miring dari petani. Kemudian mengolah dan memasarkan dengan harga berkali-kali lipat. Mereka punya modal besar, membuat pengusaha yang punya modal kecil kalah saing. Oleh karena itu, pemerintah perlu punya kebijakan khusus. Mengatur agar para pengusaha besar itu tidak memonopoli pasar, dan meninggikan harga berlebihan.
Penyelesaian di atas tidak mungkin terjadi pada negara yang menerapkan kapitalisme. Dalam kapitalisme, para pengusaha lah penguasa sesungguhnya. Regulasi yang ada hanya lahir sesuai keinginannya. Ini karena kapitalisme memiliki orientasi materi, bukan pelayan rakyat. Selama penguasa muslim mengikuti kebijakan pasar bebas, mereka harus impor bahan pokok. Jadi, ada masalah kelangkaan atau tidak di dalam negeri, impor tetap harus dilaksanakan karena terikat dengan perjanjian perdagangan bebas. Kalau negara tidak memiliki kedaulatan sendiri, mustahil bisa mensejahterakan rakyat ataupun tegas mengambil keputusan terkait urusan luar negeri.
Islam sebagai Solusi
Sangat berbeda dengan Islam. Islam dengan aqidah Islam mewajibkan seorang pemimpin sebagai pelayan rakyat. Mereka menjalankan amanah sesuai pandangan syara. Jadi, ketika mengambil keputusan bukan karena alasan kerja sama, keuntungan materi, dalam pengaruh oligarki, atau demi keuntungan sendiri.
Dengan sistem ekonomi Islam, yaitu pengelolaan keuangan secara Baitulmal, akan mampu membiayai riset. Sehingga akan menghasilkan produk unggul sesuai kebutuhan. Petani tidak perlu membeli mahal, karena negara akan menjual dengan harga terjangkau.
Islam juga punya sanksi yang tegas. Bagi pengusaha yang melanggar kebijakan negara, akan ditindak tegas. Selain itu, Islam juga tidak membiarkan para oligarki tumbuh subur dan pada akhirnya mencekik rakyat dengan harga melambung. Dengan demikian, secara alami, rantai distribusi akan terkendali dan kenaikan harga tidak besar.
Islam juga punya kebijakan untuk orang yang tidak mampu. Mereka yang tergolong delapan orang yang menerima zakat akan dipenuhi haknya hingga tidak termasuk dalam kelompok itu. Selain itu, negara juga memberikan modal atau membuka lapangan kerja.
Itulah beberapa kebijakan Islam terkait pemenuhan kebutuhan pokok. Semua kebijakan itu hanya dapat terwujud jika pemimpin muslim mau menjadikan Islam sebagai landasan dalam bernegara. Wallahualam.