Oleh : Oleh Yunaidi, S.Si, M.A.P.*)
TAMAN Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) di Provinsi Jambi merupakan salah satu kawasan hutan tropis yang kaya akan keanekaragaman hayati dan menjadi rumah bagi komunitas Suku Anak Dalam, juga dikenal sebagai Orang Rimba.
Hutan ini tidak hanya menyediakan habitat bagi flora dan fauna, tetapi juga menjadi ruang hidup dan penghidupan bagi masyarakat lokal yang bergantung pada sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Namun, TNBD menghadapi tantangan besar dalam menjaga kelestarian hutan dan ekosistem. Aktivitas seperti perburuan satwa liar oleh oknum tak bertanggung jawab, penebangan liar, perambahan hutan, dan konversi lahan menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan hutan ini.
Selain itu, tekanan modernisasi dan perubahan sosial mengancam keberlangsungan budaya dan mata pencaharian tradisional Suku Anak Dalam.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, berbagai inisiatif konservasi dan pemberdayaan masyarakat telah dilaksanakan. Salah satunya adalah pengenalan teknik agroforestri, yang mengintegrasikan praktik pertanian dengan konservasi hutan.
Melalui pendekatan ini, masyarakat diajak untuk menanam tanaman bernilai ekonomi seperti karet, kopi, dan tanaman obat di bawah naungan pohon hutan sehingga dapat meningkatkan pendapatan tanpa merusak ekosistem hutan.
Bagi masyarakat Suku Anak Dalam juga diberikan bantuan bibit multipurpose tree species (MPTS) dan buah-buahan termasuk petai, jengkol, kabau sebagai bagian dari program pemulihan ekosistem.
Selain itu, program pemberdayaan ekonomi berbasis hasil hutan nonkayu telah dikembangkan. Masyarakat didorong untuk mengelola dan memasarkan produk seperti madu hutan, rotan, dan kerajinan tangan yang memiliki nilai jual tinggi.
Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan ekonomi, tetapi juga mendorong pelestarian hutan karena masyarakat memiliki insentif langsung untuk menjaga kelestarian sumber daya alam mereka.
Peran Suku Anak Dalam dalam konservasi hutan sangat krusial. Mereka memiliki pengetahuan tradisional yang mendalam tentang ekosistem hutan dan praktik pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Namun, marginalisasi dan tekanan eksternal telah mengancam keberlangsungan budaya dan pengetahuan mereka. Oleh karena itu, upaya konservasi harus menghormati dan mengintegrasikan kearifan lokal Suku Anak Dalam.
Salah satu contoh inisiatif yang melibatkan Suku Anak Dalam adalah program pendidikan berbasis budaya. Program ini mengintegrasikan pengetahuan tradisional dengan kurikulum formal sehingga generasi muda dapat memahami pentingnya konservasi hutan dan budaya mereka.
Selain itu, pelatihan keterampilan seperti pembuatan kerajinan tangan dan pengolahan hasil hutan nonkayu diberikan untuk meningkatkan kapasitas ekonomi mereka.
Kolaborasi antara Pemerintah, organisasi nonpemerintah, dan masyarakat lokal sangat penting dalam upaya konservasi TNBD. Inisiatif pelestarian
Berbagai program pelestarian hutan telah terimplementasikan dengan berbagai hasil yang dapat menjadi bahan pembelajaran. Salah satu yang masih dalam proses implementasi di antaranya Program BioCarbon Fund Initiative for Sustainable Forest Landscapes (BioCF ISFL).
Program ini adalah salah satu contoh inisiatif yang bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca melalui perlindungan hutan dan reboisasi.
Program ini difasilitasi oleh dana multilateral dan didukung oleh negara donor seperti Jerman, Norwegia, Swiss, Inggris, dan Amerika Serikat, yang dikelola oleh Bank Dunia. Kegiatannya terdiri dari tiga fase: persiapan, pra-investasi, dan pembayaran berbasis hasil.
Implementasi program seperti BioCF ISFL di TNBD melibatkan berbagai pihak, termasuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan Balai Taman Nasional.
Kegiatan prainvestasi difokuskan di empat KPH, yaitu KPH Hilir Sarolangun, KPH Bungo, KPH Tanjung Jabung Barat, dan KPH Merangin, serta empat Balai Taman Nasional, yaitu Taman Nasional Kerinci Sebelat, Berbak Sembilang, Bukit Dua Belas, dan Bukit Tiga Puluh, ditambah dengan Balai KSDA Jambi.
Program ini tidak sekadar upaya pelestarian hutan, tetapi juga dirancang untuk memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat lokal. Inisiatif ini adalah langkah nyata untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan, sembari mengurangi emisi karbon dan memulihkan ekosistem yang terancam.
Tujuan utama dari program BioCF ISFL di Taman Nasional Bukit Dua Belas adalah untuk melindungi hutan dan memulihkan ekosistem yang rusak, sekaligus menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Tantangan implementasi yang dihadapi di awal adalah bagaimana mengubah pola pikir masyarakat yang selama ini masih bergantung pada pemanfaatan hutan secara ekstraktif, seperti penebangan pohon atau perburuan satwa liar.
Tentu saja, diperlukan waktu untuk membangun kepercayaan dan mengedukasi mereka tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan. Namun, dengan pendekatan yang tepat, perlahan dapat dibangun kesadaran konservasi hutan dan peningkatan ekonomi masyarakat bukanlah dua hal yang saling bertentangan, melainkan bisa berjalan seiring.
Program ini diawali dengan upaya melibatkan masyarakat dalam berbagai kegiatan pemulihan hutan, seperti penanaman pohon, pembuatan persemaian, hingga patroli hutan.
Keterlibatan masyarakat dalam setiap tahap ini tidak hanya meningkatkan rasa kepemilikan mereka terhadap program, tetapi juga membuka peluang baru bagi mereka untuk memperoleh penghasilan dari aktivitas yang lebih berkelanjutan.
Salah satu pendekatan utama dalam program ini adalah pengenalan teknik agroforestri kepada masyarakat. Agroforestri merupakan metode yang menggabungkan pertanian dengan pengelolaan hutan, sehingga masyarakat bisa memanfaatkan lahan tanpa merusak hutan.
Kelompok-kelompok tani hutan diperkuat dan dibekali pelatihan mengenai teknik budidaya yang ramah lingkungan. Melalui teknik ini, masyarakat dapat menghasilkan produk-produk hutan non-kayu seperti madu hutan, rotan, dan tanaman obat. Produk-produk ini tidak hanya memiliki nilai ekonomis yang tinggi, tetapi juga membantu menjaga kelestarian hutan.
Partisipasi aktif masyarakat sangat penting dalam keberhasilan program ini. Dari pelatihan yang diberikan, banyak dari mereka yang kini mulai beralih dari praktik-praktik yang merusak hutan menuju kegiatan yang lebih berkelanjutan.
Dari sisi ekologi, tutupan hutan di kawasan taman nasional diharapkan terus terjaga, dan kerusakan hutan yang dulunya menjadi masalah serius kini bisa mulai ditekan. Salah satu indikator keberhasilan yang paling diharapkan adalah peningkatan keanekaragaman hayati di kawasan ini.
Beberapa spesies kunci yang sebelumnya jarang terlihat, seperti harimau dan siamang, diharapkan mulai kembali menghuni kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas. Karena ini menandakan bahwa ekosistem di kawasan ini mulai pulih dan berfungsi kembali sebagai habitat yang ideal bagi berbagai spesies.
Selain dampak ekologis, program BioCF ISFL juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat sekitar. Melalui pelatihan dan pendampingan yang diberikan, masyarakat kini memiliki sumber penghasilan baru dari produk-produk hutan non-kayu.
Salah satu inovasi penting dalam program ini adalah pendirian koperasi lokal yang berfungsi sebagai wadah untuk memfasilitasi pemasaran produk-produk hasil hutan.
Dengan adanya koperasi ini, masyarakat tidak hanya memiliki akses ke pasar yang lebih luas, tetapi juga bisa mendapatkan harga yang lebih baik untuk produk-produk mereka.
Keberhasilan program konservasi dan pemberdayaan masyarakat di TNBD tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Kolaborasi antara Pemerintah, organisasi nonpemerintah, dan masyarakat lokal menjadi kunci dalam menjaga kelestarian hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan pendekatan yang holistik dan partisipatif, diharapkan TNBD dapat menjadi model pengelolaan hutan berkelanjutan yang menghormati kearifan lokal dan memberikan manfaat bagi semua pihak.
Identitas Kultural
Upaya konservasi di TNBD juga menghadapi kompleksitas masyarakat adat termasuk harus mempertimbangkan dinamika sosial dan budaya Suku Anak Dalam.
Penelitian menunjukkan bahwa identitas kultural mereka sangat erat dengan hutan sebagai sumber kehidupan dan spiritualitas.
Oleh karena itu, program konservasi harus menghormati dan mengintegrasikan nilai-nilai budaya mereka, seperti dalam praktik pernikahan, kelahiran, dan kematian yang terkait dengan kearifan lokal.
Selain itu, penting untuk memahami sejarah marginalisasi yang dialami oleh Suku Anak Dalam, terutama selama era Orde Baru, di mana mereka mengalami tekanan untuk berasimilasi dan kehilangan akses terhadap wilayah adat mereka.
Memahami konteks sejarah ini penting untuk merancang program pemberdayaan yang sensitif terhadap kebutuhan dan aspirasi mereka.
Dalam jangka panjang, keberlanjutan TNBD bergantung pada keseimbangan antara konservasi lingkungan dan kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat lokal.
Pendekatan yang mengintegrasikan konservasi dengan pemberdayaan ekonomi, pendidikan, dan pelestarian budaya akan memastikan bahwa hutan tetap lestari dan masyarakat dapat menikmati manfaatnya secara berkelanjutan.
Dengan komitmen bersama dari semua pihak, Taman Nasional Bukit Dua Belas dapat menjadi contoh sukses pengelolaan hutan berkelanjutan yang menghormati kearifan lokal dan memberikan manfaat bagi generasi mendatang. (Antara/Tim Kalimantanpost.com)
*Penulis adalah Kepala Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi.