Oleh : ANDI NURDIN LAMUDIN
Rupanya di dalam menjelang Pilkada, ada tiga ambruk di banua Banjar. Ambruk Universitas Lambung Mangkurat (ULM) dengan banyaknya isu profesor yang tidak benar, ambruknya KPK yang menemukan dan menjadikan tersangka pada Pemprov serta pimpinannya, serta mengenai jatuhnya DPRD dalam hal pengawasan. Ketiganya itu nampaknya berhubungan dan sepertinya terpecah, sehingga ambruknya hampir bersamaan. Jika KPK telah menetapkan tersangka pada mereka di Pemprov Kalsel, artinya secara otomatis DPRD-nya jatuh karena kurang pengawasan. Apalagi jika hubungan satu partai pada gubernur dengan pimpinan DPRD. Semestinya mereka saling kontrol, jangan sampai ada titik lemah pada akhir masa jabatan yang sangat menentukan, dimana pertanggung jawaban gubernur diterima atau tidak.
Jatuhnya ULM pada akreditasi C, karena memang banyak profesor yang tidak berkualitas dan banyak ‘main sabun’ dalam hal gelarnya. Apakah karena memang banyak dana sumbangan masyarakat pada beasiswa untuk pascasarjana dan gelar doktor atau profesor. Bagaimana kalau sebenarnya ada juga ada yang disumbangkan seseorang, yang ternyata adalah sekarang menjadi narapidana tipikor. Apakah dana yang disumbangkan pada universitas untuk tingkatan sarjana seperti ULM, atau juga UIN Banjarmasin. Apakah kemudian itu dapat dikatakan sebagai pencucian uang. Atau justru karena itulah maka sistim yang ada pada universitas itu menjadi ambruk?
Karena masyarakat Banua Banjar itu ternyata juga tergantung tiga ambruk ini, yaitu universitasnya, gubernur dan DPRD. Nampaknya ada sistim yang terhubung, karena ada yang rusak, sehingga merusak lainnya. Contohnya jika gelandangan dan pengemis, nampak sulit dan kewalahan bagi DPRD untuk selesaikan masalah itu. Sehingga mengeluarkan aturan Perda, yang mana mereka yang lewat atau mengemudi memberi pada gepeng dapat dikenakan denda Rp100ribu. Ini adalah yang janggal, karena pemerintah dan DPRD tidak bisa benahi daerahnya dari gepeng, kemudian menyasar ke lain bentuk. Ternyata denda, banyak yang menjadi korban, maka denda itu masuk ke Pemda, Apakah Pemda cari uang dengan cara demikian? Dimana nampaknya sistim penindasan itu berjalan ke arah lain, sehingga mereka yang justru kena simpatik gepeng, malah menjadi korban. Atau bahkan direkayasa memang banyak korban yang berjatuhan? Ini nampaknya kelemahan DPRD dan pemerintah dalam hal buat Perda. Semestinya gelontorkan saja uang negara untuk mengatasi gepeng. Karena a
nak miskin dan terlantar dipelihara oleh negara. Karena yang negara dan sumbangan masyarakat untuk sosial dan negara, semestinya dihabiskan untuk menyelesaikan masalah pemerintahan yang seperti itu. Mengapa pula seperti Zairullah Azhar, bisa membangun Panti Asuhan yang hebat, tetapi kabupaten yang lain tidak bisa? Memang bedanya dimana?
Cara sistim pemerintahan Banua Banjar memang carut marut. Seperti tidak cinta pada daerah sendiri, atau seperti menindas rakyat sendiri. Sudah semestinya gubernur, rektor dan DPRD kembali menyadarkan diri untuk menbangun rakyat dan membantu rakyat. Bukan hanya membesarkan partai sendiri, keluarga atau oligarkhi. Nampaknya pengertian kita dan rakyat tidak mengerti dalam arti yang sesungguhnya yang disebut agama Islam. Atau cenderung pada programa Barat dan sistim sosial yang sebenarnya hanya masalah keduniaan saja.