BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Isu tidak sedap kembali hadir di Universitas Lambung Mangkurat (ULM) terkait kinerja riset dan pengabdian masyarakat.
Berdasarkan klasterisasi perguruan tinggi tahun 2025 yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, ULM hanya masuk dalam klaster Madya, tertinggal dari beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) lain di Kalimantan.
Jika dibandingkan dengan PTN lainnya di Kalimantan, Universitas Tanjungpura (Untan) menjadi satu-satunya PTN di Kalimantan yang berhasil masuk ke klaster Mandiri. Bahkan ULM kini juga dianggap kalah dengan Universitas Mulawarman (Unmul), Institut Teknologi Kalimantan (ITK), Universitas Palangka Raya (UPR), dan Universitas Borneo Tarakan (UBT) yang sudah berada di klaster Utama.
Sebagai PTN yang berlokasi di Kalimantan Selatan (Kalsel), ULM menghadapi tekanan untuk meningkatkan daya saingnya, mengingat posisinya yang strategis sebagai salah satu perguruan tinggi tertua di kawasan tersebut.
Perubahan ini juga memunculkan pertanyaan, apakah penurunan ini mencerminkan menurunnya kualitas riset dan publikasi ULM?
Faktanya, skor Sinta ULM menunjukkan bahwa kinerja risetnya tetap berada di tingkat tinggi, bahkan memenuhi standar untuk klaster mandiri. SINTA (Science and Technology Index) mencatat kontribusi ULM dalam bidang penelitian, publikasi ilmiah, dan kinerja institusional yang signifikan. Namun, posisi akreditasi institusi saat ini berada di kategori “baik” (C), yang secara langsung memengaruhi penilaian klaster.
Menariknya, data dari Scimago Institutional Rankings menunjukkan bahwa ULM berada di peringkat ke-43 secara nasional dalam kinerja riset dan publikasi ilmiah. Peringkat ini merupakan pengakuan atas produktivitas riset ULM yang tidak bergantung pada status akreditasi. Hal ini membuktikan bahwa secara ilmiah, ULM tetap kompetitif di antara perguruan tinggi lainnya.
Penurunan klaster ini lebih disebabkan oleh perubahan akreditasi institusi, yang menjadi salah satu indikator utama dalam penilaian klaster perguruan tinggi di Indonesia. Akreditasi yang sebelumnya berada di kategori “unggul” kini menjadi “baik,” sehingga memengaruhi posisi ULM dalam klasterisasi nasional.
Pertanyaan besar yang muncul adalah bagaimana strategi ULM ke depan untuk mengatasi situasi ini. Apakah langkah-langkah perbaikan akreditasi institusi akan mampu mengembalikan ULM ke klaster mandiri? Atau apakah fokus pada peningkatan produktivitas riset dan kolaborasi internasional akan menjadi kunci untuk memperkuat reputasi ULM terlepas dari status klasterisasi?
Tantangan ini tidak hanya dihadapi oleh ULM, tetapi juga menjadi pelajaran penting bagi perguruan tinggi lain untuk menjaga keseimbangan antara produktivitas riset dan pemenuhan persyaratan akreditasi. Hasil akhirnya akan sangat tergantung pada langkah-langkah strategis yang diambil dalam beberapa tahun mendatang.(nau/KPO-1)