Oleh : Dr (Cand) Irmadi Nahib *)
PERISET pada Departemen Teknik Sistem Perkapalan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Nurhadi Siswantoro dan beberapa rekannya telah membuktikan bahwa digitalisasi agromaritim memberikan dampak positif bagi produktivitas budi daya perikanan.
Risetnya terkait penggunaan teknologi digital informasi dan inovasi dalam mengelola sumber daya perikanan di Tulungagung, Jawa Timur, memberikan hasil bahwa penggunaan teknologi, seperti drone dapat dimanfaatkan untuk menunjang pemasaran digital maupun inovasi pada pemberian pakan ikan secara otomatis.
Penggunaan drone di bidang digital marketing dapat memberikan banyak kelebihan, khususnya dalam efisiensi waktu. Kelebihan drone, di antaranya dari sisi fleksibilitas sangat tinggi, menghasilkan resolusi sangat tinggi, automatic/manual operation yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Periset juga berinovasi memberikan pakan ikan secara otomatis dengan drone buatan Laboratorium Digital Marine Operation and Mainenance ITS yang memiliki kemampuan jangkauan remotely 1 kilometer dan kemampuan terbang selama 20 menit, serta membawa beban 4 kilogram.
Pada simulasi pemberian pakan ikan, drone diterbangkan dengan membawa pakan seberat 1 kilogram dan secara remote pakan otomatis dituangkan ke kolam.
Hasilnya ikan tidak merasa terganggu dengan suara drone dan langsung menyambar pakan ikan yang jatuh dari atas drone.
Simulasi pemanfaatan drone untuk pemberian pakan ikan, memberikan wawasan dan pandangan terhadap petani ikan bahwa saat ini teknologi agromaritim harus berinovasi untuk meningkatkan produktivitas perikanan.
Ini baru satu inovasi, segudang riset serupa jika diimplementasikan dalam bidang agromaritim diperkirakan akan mampu mengantarkan Indonesia sebagai pemimpin global di sektor agromaritim.
Namun, sayangnya, potensi ini belum sepenuhnya tergarap. Padahal di tengah tantangan distribusi, inefisiensi produksi, dan keterbatasan akses pasar, digitalisasi ini muncul sebagai kunci untuk mendorong sektor ini menuju lompatan besar di masa depan.
Dengan teknologi sebagai penggerak utama, digitalisasi agromaritim menawarkan solusi strategis untuk membangun ketahanan ekonomi yang berkelanjutan, sekaligus meningkatkan daya saing di pasar global.
Digitalisasi di sektor agromaritim bukan hanya tentang membawa teknologi canggih ke ladang dan laut, tetapi juga tentang mengintegrasikan rantai nilai, memberdayakan pelaku usaha kecil, dan menciptakan ekosistem yang inklusif.
Penggunaan teknologi internet of things (IoT), big data, kecerdasan buatan (AI), serta platform digital telah terbukti memberikan dampak signifikan di negara-negara lain.
Contohnya, Norwegia, sebagai pemimpin industri akuakultur, telah menggunakan teknologi AI untuk mengoptimalkan budi daya ikan melalui pemantauan kualitas air secara real-time.
Di India, inisiatif seperti eNAM (National Agriculture Market) telah menciptakan pasar digital yang memungkinkan petani menjual produk mereka secara langsung ke pembeli tanpa melalui rantai distribusi yang panjang.
Sistem ini tidak hanya meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga menurunkan harga bagi konsumen. Implementasi teknologi ini menjadi pelajaran penting bagi Indonesia untuk menciptakan solusi serupa yang sesuai dengan kebutuhan lokal.
Literasi Digital
Namun, langkah Indonesia menuju digitalisasi sektor agromaritim menghadapi tantangan besar. Pertama, rendahnya tingkat literasi digital di kalangan petani dan nelayan menjadi hambatan utama. Bagi banyak dari mereka, teknologi masih dianggap rumit dan sulit dijangkau.
Kedua, keterbatasan infrastruktur digital di daerah terpencil, terutama di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, menghambat akses terhadap teknologi.
Ketiga, ketergantungan pada pola usaha tradisional sering kali membuat pelaku sektor ini enggan beradaptasi dengan inovasi baru.
Meskipun begitu, optimisme tetap ada. Sejumlah pihak di Indonesia telah menunjukkan komitmennya melalui berbagai program transformasi digital.
Sejak beberapa tahun lalu, misalnya, IPB University telah mengembangkan beberapa inovasi berbasis teknologi 4.0 untuk pertanian. Penggunaan teknologi, seperti satelit, deep learning, artificial intelligence (AI), hingga internet of things (IoT) hadir di setiap inovasi yang dihasilkan para pakar dan civitas IPB University, baik dari hulu hingga hilir.
Salah satu inovasi tersebut adalah Nutrigads. Sebuah teknologi pertanian presisi yang dapat digunakan untuk fertigasi (pemupukan dan irigasi secara bersamaan).
Selain itu, beberapa tahun lalu juga ada inisiatif Desa Broadband dan Digital Village menjadi langkah penting untuk meningkatkan konektivitas internet di wilayah perdesaan. Program ini ke depan juga perlu dikaji kembali untuk dilanjutkan.
Platform digital juga semakin berkembang. Start-up, seperti eFishery telah menjadi contoh baik bagaimana teknologi dapat diterapkan di sektor agromaritim.
eFishery menyediakan solusi IoT untuk pemberian pakan ikan secara otomatis, yang tidak hanya menghemat biaya, tetapi juga meningkatkan produktivitas budi daya ikan.
Dengan semakin banyaknya inovator lokal yang bergerak di sektor ini, peluang untuk membangun ekosistem agromaritim berbasis digital semakin terbuka lebar.
Namun, tantangan utama dalam transformasi digital agromaritim adalah memastikan keberlanjutan dan inklusivitas. Digitalisasi harus dapat diakses oleh semua kalangan, termasuk petani kecil dan nelayan tradisional.
Hal ini memerlukan pendekatan yang partisipatif, di mana pelaku sektor ini tidak hanya menjadi penerima teknologi, tetapi juga menjadi mitra aktif dalam pengembangannya.
Pelatihan literasi digital dan penyediaan perangkat yang terjangkau menjadi langkah awal yang harus diperhatikan.
Salah satu pendekatan yang dapat diadopsi adalah mengintegrasikan teknologi ke dalam program perhutanan sosial atau pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat.
Dengan memanfaatkan teknologi, seperti aplikasi mobile untuk manajemen sumber daya, masyarakat lokal dapat berkontribusi lebih besar dalam menjaga keberlanjutan ekosistem, sekaligus meningkatkan kesejahteraan mereka.
Selain itu, pemerintah dapat memberikan insentif kepada start-up teknologi yang fokus pada sektor agromaritim, sehingga inovasi terus berkembang.
Dalam konteks pasar global, digitalisasi memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk memperluas jangkauan ekspor. Produk, seperti rumput laut, ikan, dan hasil pertanian tropis memiliki permintaan tinggi di pasar internasional.
Dengan memanfaatkan teknologi blockchain, misalnya, pelaku usaha dapat memastikan transparansi dan ketertelusuran produk, yang kini menjadi syarat utama di pasar global.
Ini tidak hanya meningkatkan kepercayaan konsumen internasional tetapi juga meningkatkan daya saing produk Indonesia.
Fondasi Kokoh
Penting untuk diingat bahwa digitalisasi bukanlah solusi instan. Dibutuhkan waktu, investasi, dan komitmen untuk membangun fondasi yang kokoh.
Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, institusi pendidikan, dan masyarakat lokal menjadi kunci keberhasilan.
Pendekatan holistik yang menggabungkan teknologi, pemberdayaan manusia, dan kebijakan yang mendukung akan memastikan bahwa transformasi digital ini memberikan manfaat jangka panjang.
Melangkah ke tahun depan, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin di sektor agromaritim global. Dengan kekayaan alam yang melimpah dan populasi yang besar, negara ini memiliki semua elemen yang dibutuhkan untuk sukses.
Digitalisasi dapat menjadi pendorong utama transformasi ini, membuka jalan bagi masa depan yang lebih cemerlang. Namun, keberhasilan hanya dapat dicapai jika semua pihak bersedia untuk bekerja bersama, berinovasi, dan beradaptasi dengan perubahan zaman.
Pada akhirnya, digitalisasi agromaritim adalah tentang menciptakan masa depan yang inklusif, berkelanjutan, dan penuh harapan.
Dengan langkah yang tepat, Indonesia tidak hanya akan memanfaatkan potensinya secara maksimal, tetapi juga menjadi contoh bagi dunia tentang bagaimana teknologi dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan melindungi lingkungan.
Inilah saatnya bagi Indonesia untuk mengambil peran sebagai pemimpin global dalam sektor agromaritim yang berbasis digital. (Antara/Tim Kalimantanpost.com)
*) Penulis adalah peneliti di Pusat Riset Limnology & Sumberdaya Air, BRIN