Oleh : Haritsa
Pemerhati Generasi dan Kemasyarakatan
Peringatan Hari Guru Nasional yang jatuh pada 25 November lalu memberikan refleksi akan pentingnya peran guru. Tema yang diusung adalah Guru Hebat, Indonesia Kuat (liputan6.com, 22/11/2024).
Guru memiliki posisi penting dalam sistem pendidikan. Sedangkan sub sistem pendidikan sendiri mengambil peran melestarikan dan menanamkan sistem kehidupan negara yang akan diteruskan oleh generasi.
Faktanya banyak persoalan melingkupi guru; gaji yang tidak layak, situasi yang menekan dan melelahkan secara mental, guru hanya dianggap sebagai pekerja hingga maraknya kriminalisasi terhadap guru. Personel guru juga banyak bermasalah seperti tampak pada fenomena guru melakukan perbuatan kontradiktif terhadap profesinya seperti menjadi pelaku bullying, kekerasan fisik dan seksual, pelaku judol hingga terjerat pinjol.
Guru yang secara pribadi rentan bermasalah dituntut mengemban tugas mulia merubah anak bangsa yang juga problematik. Kondisi peserta didik di era ini memberi tantangan yang tidak mudah bagi guru. Mereka terpapar dengan pengaruh-pengaruh negatif. Siswa hari ini memiliki banyak guru dan influencer. Perilaku generasi semakin mengkhawatirkan dari bullying, seks bebas, kekerasan hingga perbuatan kriminal.
Profesi guru makin tidak diminati karena tidak mendapat penghargaan yang seharusnya. Rendahnya minat menjadi guru membuat kualitas guru turun karena tidak melalui rekrutmen optimal dari orang-orang terbaik. Sistem pendidikan sulit membentuk generasi berkualitas. Generasi melahirkan calon guru. Guru melahirkan generasi. Situasi ayam dan telur terjadi. Yang mana yang harus lebih dahulu diperbaiki?
Korban Sistem
Baik guru dan peserta didik lahir dan hidup dalam sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini berasaskan pemisahan agama dari kehidupan dan negara. Dari prinsip ini lahir paradigma kebebasan dan kompromistis dalam segala aspek kehidupan. Nilai materi dianggap sebagai nilai tertinggi.
Yang paling menonjol dan berpengaruh adalah ekonomi kapitalisme. Sistem ekonomi kapitalisme menciptakan kemiskinan struktural. Guru dan peserta didik sama-sama hidup dengan perjuangan ekonomi untuk meraih nilai-nilai materi. Nilai-nilai moral, kemanusiaan hingga nilai-nilai spiritual dan nilai-nilai berdasarkan syariat kurang mendapat tempat. Apalagi pendidikan sendiri semakin sekuler dan materialistik.
Perilaku bebas tanpa standar syariat akhirnya memunculkan problem. Terlebih ilmu tidak dihargai begitu pula para pengajar dan pencari ilmu. Profesi dan peran guru dipandang sebelah mata dan dianggap pahlawan tanpa tanda jasa. Semua pihak kehilangan orientasi dan motivasi dalam pendidikan.
Sangat berbeda dengan kepemimpinan Islam yang menerapkan sistem Islam. Sistem Islam mewujudkan learning society atau masyarakat pembelajar. Pendidikan formal dan non formal tumbuh kuat dalam masyarakat. Hal itu tersebab peradaban Islam adalah peradaban yang sangat menghargai ilmu dan membangun peradabannya dengan ilmu. Ilmu menjadikan akal berfungsi optimal. Dengan ilmu pula perilaku dan perbuatan manusia menjadi luhur dan mulia.
Selain itu, Aqidah Islam mewujudkan falsafah Islam, yaitu penyatuan antara spiritualitas dan dunia materi/fisik. Kehidupan manusia yang tidak lain untuk memenuhi segala kebutuhan harus dilandasi spiritual, yakni kesadaran hubungan dengan Sang Pencipta, Allah SWT dengan keterikatan pada hukum syariat. Karenanya Islam menjadikan kaum muslimin tidak hanya menguasai ilmu tsaqofah Islam, tetapi juga memotivasi penguasaan ilmu-ilmu sains dengan motivasi keimanan. Tidak heran tercatat dalam sejarah, peradaban Islam membawa umat Islam meraih kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di zamannya.
Dalam Islam menuntut ilmu, mengenyam pendidikan adalah kewajiban bukan sekedar hak. Karenanya guru dimuliakan dalam status dan juga bayaran jasanya. Tercatat dalam sejarah peradaban Islam menggaji guru dengan hitungan yang mencapai puluhan juta hingga milyaran rupiah jika dikonversi dengan mata uang sekarang. Tidak hanya itu peserta didik juga didukung dengan fasilitas dan sarana.
Kualitas pendidikan tersebut didukung negara yang menerapkan Islam misalnya penyelenggaraan penuh oleh negara. Negara wajib membiayai pendidikan sebagai kebutuhan asasi publik.
Berjalannya semua sistem termasuk sistem pendidikan dikontrol oleh masyarakat yang mengadopsi Islam dalam pemikiran dan perasaan mereka. Islam sendiri menggariskan pendidikan harus berasaskan aqidah Islam. Visi pendidikan tidak berubah-ubah, yaitu membentuk sosok yang berkepribadian Islam dan menguasai ilmu-ilmu kehidupan. Karenanya amanah pendidikan tidak lain adalah amanah umat, masyarakat dan negara.
Oleh karena itu harus ada koreksi dan perubahan pada masyarakat dan negara hari ini, yaitu harus berubah menuju Islam dengan mewujudkan kepemimpinan Islam, yaitu kepemimpinan yang menerapkan Islam secara menyeluruh. Karena perubahan sistem itu akan mendasari perubahan masyarakat dan setiap urusannya termasuk pendidikan.
Hanya dengan sistem Islam dibawah naungan Khilafah yang mampu mewujudkan pendidikan berkualitas dan mencetak generasi cemerlang. Wallahu alam bis shawab.