PRESIDEN Prabowo Subianto mengumumkan alokasi anggaran untuk kesejahteraan guru ASN (Aparatul Sipil Negara) dan non-ASN akan meningkat pada 2025 menjadi Rp81,6 triliun, naik sebesar Rp16,7 triliun dibandingkan tahun sebelumnya.
“Hari ini saya agak tenang berdiri di hadapan para guru, karena saya bisa menyampaikan bahwa kami walau baru berkuasa satu bulan, kami sudah bisa umumkan bahwa kesejahteraan guru bisa kami tingkatkan,” ujar Presiden saat berpidato dalam agenda puncak peringatan Hari Guru Nasional 2024 yang disambut tepuk tangan meriah.
Sungguh sebuah pidato yang menggembirakan bagi para guru di seluruh Tanah Air. Sebab, di tengah himpitan ekonomi dan menjadi garda terdepan dalam tugas mencerdaskan bangsa, harapan para guru untuk sejahtera seolah hadir di depan mata. Menggembirakan!
Tentu kita semua berharap, memasuki tahun 2025 yang tinggal menghitung hari, apa yang dipidatokan presiden dapat terealisasi. Sehingga para guru menjadi sejahtera dan dapat menjalankan kewajibannya dengan baik dan benar sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Salah satu fakta mencengangkan terkait kesejahteraan guru adalah bahwa 42 persen masyarakat yang terjerat pinjaman online ilegal berprofesi sebagai guru, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2023.
Hal ini diperkuat oleh data Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), bahwa kebanyakan guru yang terjerat pinjaman online adalah guru honorer yang memiliki banyak hutang dan tidak sanggup melunasinya.
Urutan kedua adalah korban pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 21 persen. Lalu diikuti oleh ibu rumah tangga sebesar 18 persen, karyawan 9 persen, dan pelajar 3 persen.
Ada beberapa penyebab guru menjadi korban pinjaman online, yakni pertama, rendahnya literasi keuangan dan tekanan kebutuhan hidup. Kedua, memiliki akses terhadap layanan keuangan digital namun tidak dapat membedakan pinjol yang legal dan ilegal. Ketiga, melunasi utang lainnya.
Keempat, mendapatkan pencairan lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan mendesak, perilaku konsumen, dan tekanan ekonomi. Kelima, guru banyak berasal dari generasi sandwich, yang mencari nafkah untuk orang tuanya, diri sendiri, dan anaknya.
Keenam, terpaksa memanfaatkan pinjol untuk membeli perlengkapan mengajar, seperti laptop, dan ketujuh, Penghasilan guru yang tergolong rendah, terutama guru honorer, sementara banyak kebutuhan yang harus dipenuhi.
Jerat Pinjol
Penelitian Atik Andrian Subairi (2023) mendapati bahwa ternyata pinjaman online yang marak di tengah masyarakat sangat merugikan nasabah baik berupa pengembalian hutang dengan bunga tinggi serta penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) yang menggunakan cara-cara kasar, tidak beradab yang membuat takut para nasabah gagal bayar.
Maraknya pinjaman online di era digital dan menjadi tren dalam masyarakat, tidak terlepas dari berbagai tawaran kemudahan saat meminjam uang. Seperti cukup bermodalkan foto dengan KTP, sehingga membuat banyak orang terlibat tergiur hingga terjerat ke dalamnya.
Pinjaman online yang menjanjikan kemudahan dipandang lebih efektif, tidak “ribet”, cepat dan mudah dari pada harus bertemu secara langsung di lokasi untuk melakukan transaksi utang piutang.
Pada 21 Oktober 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satgas Pasti Otoritas Jasa Keuangan merilis daftar 97 pinjaman online alias pinjol. Jumlah itu lebih sedikit dibandingkan data OJK per Juli 2024 sebanyak 98 pinjol berizin OJK.
Satgas Pasti OJK juga merilis daftar pinjol ilegal secara berkala. Data terakhir pada Agustus 2024, OJK menemukan 850 entitas pinjol ilegal di sejumlah situs dan aplikasi. Ratusan pinjol ilegal itu dapat membahayakan masyarakat karena pihak yang memberikan pinjaman dapat melanggar ketentuan penyebaran data pribadi.
Sejak 2017 sampai 30 September 2024, Satgas telah menghentikan 11.389 entitas keuangan ilegal yang terdiri dari 1.528 entitas investasi ilegal, 9.610 entitas pinjaman online ilegal/pinpri, dan 251 entitas gadai ilegal (www.ojk.go.id). Suatu jumlah yang fantastis, yang bisa mengecoh para korban pinjol.
Survei yang dilakukan NoLimit Indonesia pada 2021, mengemukakan bahwa sebanyak 28 persen masyarakat Indonesia tidak dapat membedakan pinjaman online legal dan ilegal.
Solusi Bagi Guru
Tentunya kita ingin agar tak ada lagi guru yang terhimpit pinjaman online, yang menjerat ekonomi keluarganya.
Dengan melihat faktor-faktor penyebab tersebut, maka ada beberapa upaya yang dilakukan agar guru tidak menjadi korban dan terbebas dari jeratan pinjaman online.
Pertama, literasi keuangan. Sebagai pendidik, guru dituntut bertindak rasional dan mempunyai kemampuan literasi keuangan yang memadai supaya terhindar dari permasalahan keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan mendefinisikan literasi keuangan adalah pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang memengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan untuk mencapai kesejahteraan keuangan masyarakat.
Oleh karena itu, OJK harus memberikan pelatihan dan peningkatan literasi keuangan para guru, agar mendapatkan pemahaman yang baik. Sehingga guru dapat “digugu dan ditiru” dalam mengelola keuangan.
Bisa dibayangkan, wibawa guru akan rusak apabila dikejar-kejar dan diteror oleh debt collector akibat pinjaman online. Apalagi jika disertai ancaman, baik fisik maupun psikis. Karena itulah, kehormatan guru harus dijaga dengan sebaik-baiknya.
Kedua, peningkatan kesejahteraan guru. Menurut Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, salah satu persyaratan untuk mewujudkan guru yang hebat adalah kesejahteraan.
“Guru bermutu, guru berkualitas, guru hebat itu salah satunya ditentukan oleh kesejahteraan guru,” ujar Mendikdasmen Abdul Mu’ti.
Maka pengangkatan guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), merupakan sebuah keniscayaan sekaligus bentuk penghargaan atas dedikasi dan pengabdian yang telah diberikan agar bisa sejahtera. Utamanya kepada para guru yang telah memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan, seperti lamanya masa pengabdian.
Ketiga, pemerintah harus memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana lembaga pendidikan tempat guru mengajar secara memadai. Sehingga guru tidak mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli peralatan mengajar, yang berdampak pada berkurangnya pendapatan.
Hal ini bukan saja akan menekan pengeluaran, tetapi juga menjadikan guru fokus untuk melaksanakan tugas pokoknya, yakni mengajar. Sehingga akan melahirkan anak-anak hebat menuju generasi emas 2045, seperti yang ditargetkan oleh Pemerintah.
Di tengah dinamika ekonomi dan kompleksitas tantangan yang dihadapi para guru, komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan mereka bukan hanya soal angka dalam anggaran, tetapi juga tentang menempatkan guru sebagai pilar utama masa depan bangsa.
Sebuah bangsa besar lahir dari generasi yang cerdas dan berkarakter, hasil didikan para guru yang berdedikasi. Oleh karena itu, jika kesejahteraan guru ditingkatkan dan jeratan pinjaman online dieliminasi, maka tidak hanya martabat guru yang terjaga, tetapi juga kualitas pendidikan akan melambung tinggi.
Inilah momentum bagi Indonesia untuk melangkah lebih jauh, mencetak generasi emas yang membawa negeri ini menuju kejayaan di pentas dunia.
Maka pada bulan guru nasional ini, kita dukung sepenuhnya upaya Presiden Prabowo untuk mewujudkan kesejahteraan guru, agar tak ada lagi guru yang terjerat pinjaman online. Sebab guru yang sejahtera akan menjadi guru hebat menuju Indonesia kuat. (Antara/Tim Kalimantanpost.com)
*) Faozan Amar adalah Direktur Eksekutif Al Wasath Institute dan Dosen FEB UHAMKA