BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Satu soal yang luput dan kurang mendapat perhatian di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Banjarbaru tentang hilangnya hak dipilih pasangan calon 02. Gelombang besar protes hanya ramai menyoal hak memilih, sementara terdapat satu orang yang terdiskriminasi, terpojok di sudut hiruk pikuk Pilkada, tanpa ikut bersalah namun turut menerima sanksi diskualifikasi.
“Alasan diskualifikasi terkait tagline “juara”, mestinya hanya berlaku bagi calon walikota, tidak untuk pasangannya. Tapi KPU mendiskualifikasi keduanya,” ujar salah satu penggagas Ambin Demokrasi, Noorhalis Majid, Jumat (6/12/2024).
Namun, lanjut dia, lupa tindakan tersebut bukan saja mendiskriminasi, namun telah menghilangkan hak dipilih dari seorang warga negara.
Hak untuk dipilih dalam Pemilu, lanjut Noorhalis, merupakan hak dasar yang sangat penting dalam sistem demokrasi. Secara umum, hak ini mengacu pada hak individu untuk dipilih menjadi pejabat publik melalui proses pemilu atau pemilihan. UUD 1945, terutama pasal 27 ayat (1), menyatakan “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal 28D ayat (3) juga dijamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Hak untuk dipilih, kata dia, bagian dari HAM yang harus dilindungi negara. Organisasi internasional seperti PBB, mengatur prinsip-prinsip dasar mengenai hak politik, tercantum dalam Deklarasi Universal HAM dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.
Hak dipilih, jelas mantan Kepala Ombudsman Perwakilan Kalsel ini, harus dilaksanakan dengan prinsip kesetaraan. Setiap warga negara yang memenuhi syarat berhak dipilih tanpa diskriminasi berdasarkan ras, agama, suku, gender, atau faktor lainnya. Hal ini memastikan setiap individu memiliki kesempatan yang sama berpartisipasi dalam proses politik.
“Proses pemilu yang memberikan hak untuk dipilih, harus bebas dari intimidasi, kecurangan, dan pengaruh tidak sah. Pemilu harus dilaksanakan dengan transparansi dan akuntabilitas, di bawah pengawasan yang independen, agar hasilnya mencerminkan kehendak rakyat,” jelasnya.
“Mendiskualifikasi hak dipilih tanpa alasan yang kuat, bukan hanya melanggar konstitusi, tapi juga melanggar HAM,” tegasnya. (ful/KPO-3)