Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
HEADLINE

100 Dosen ULM Banjarmasin Tuntut Tukin, Remunerasi Jadi Solusi?

×

100 Dosen ULM Banjarmasin Tuntut Tukin, Remunerasi Jadi Solusi?

Sebarkan artikel ini
IMG 20250114 WA0019

BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Sebanyak 100 dosen Universitas Lambung Mangkurat (ULM) turut mendesak pemerintah merealisasikan pembayaran tunjangan kinerja (tukin) yang telah dijanjikan.

Mereka tergabung dalam Aliansi Dosen ASN Kemendikbudristek Saintek Seluruh Indonesia (Adaksi).

Baca Koran

Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim menjanjikan bahwa tukin untuk dosen ASN mulai dicairkan pada Januari 2025.

Namun, Plt Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Togar Mangihut Simatupang menyatakan dana tersebut belum tersedia.

Selain itu, Peraturan Presiden (Perpres) yang menjadi dasar hukum pencairan tukin dosen ASN hingga kini belum diterbitkan Prabowo Subianto, sehingga pembayaran tak dapat dilaksanakan.

“Tukin itu hak kami. Jangan ada pengecualian hak, karena kami juga pegawai ASN di Kemendikbudristek. Apalagi aturannya sudah jelas tercantum dalam Permendikbud Nomor 49 Tahun 2020. Penganggaran tukin dosen itu merupakan kewajiban, bukan pilihan,” ucap Koordinator Adaksi ULM, Juliyatin Putri Utami seperti dilansir Banjarmasinpost, Rabu (8/1) lalu.

Ia menambahkan, para dosen merasa dianaktirikan dibandingkan pegawai ASN lainnya.

“Beban kerja kami sangat tinggi, melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, tetapi pendapatan kami tidak sebanding. Banyak yang berasumsi dosen itu kaya karena proyek atau hibah, padahal realitanya tidak demikian,” katanya.

Adaksi di seluruh Indonesia kini terus menggalang konsolidasi untuk menentukan langkah lanjutan dalam memperjuangkan hak mereka.

“Jika tidak ada progres, kami siap menggelar aksi langsung ke Jakarta. Kami pastikan perwakilan dari Kalsel juga akan hadir,” ujar Juliyatin.

Ia menekankan, tunjangan kinerja merupakan salah satu pilar penting dalam mendukung peran strategis pendidikan tinggi.

Khususnya dalam mempersiapkan sumber daya manusia unggul menuju Visi Indonesia Emas 2045.

“Tukin bukan sekadar bentuk apresiasi, tetapi juga instrumen untuk meningkatkan motivasi, profesionalisme dan dedikasi dosen dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi,” tambahnya.

Baca Juga :  Hari Ini Putusan Sela Perkara Kontraktor OTT di PUPR Kalsel

Menurutnya, sistem tunjangan berbasis kinerja akan menciptakan lingkungan akademik yang lebih produktif dan inovatif.

Kemudian, memacu dosen untuk terus berkarya dan berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

“Menuju Indonesia Emas 2045, mari bersama-sama membangun generasi unggul dengan dosen-dosen hebat yang dihargai kinerjanya,” pungkasnya.

Terbaru, Adaksi baru saja menggelar konsolidasi nasional. Berikut hasilnya:

  1. Mengamanatkan Kornas Adaksi menyelesaikan struktur organisasi dan pembentukan Korwil di setiap wilayah
  2. ⁠Mendesak Kemdiktisaintek untuk melakukan revisi anggaran 57T tahun 2025 agar tukin segera dianggarkan.
  3. ⁠Menuntut pembayaran tukin sesuai juknis pembayaran yang masih berlaku, yaitu berdasarkan Perpres 136/2018, Permendikbud 49/2020 dan Kepmen 447/P/2024
  4. ⁠Jika sampai tanggal 24 Januari 2025 tidak ada kejelasan soal revisi anggaran untuk tunjangan kinerja dosen, dengan demikian maka Adaksi akan melakukan aksi serentak secara nasional.

Remunerasi Jadi Solusi

Saat ini, ULM berstatus sebagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Badan Layanan Usaha (BLU), sehingga harus dimaksimalkan sebaik mungkin.

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 PP Nomor 23 Tahun 2005 menyebutkan, PTN BLU memiliki tujuan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Caranya dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas serta penerapan praktik bisnis yang sehat.

Secara umum, BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara, lembaga atau pemerintah daerah untuk memberikan layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk.

BLU juga tidak terpisah dari kementerian negara, lembaga atau pemerintah daerah sebagai institusi induknya.

Institusi ini merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian negara, lembaga, atau pemerintah daerah, sehingga status hukumnya tidak terpisah dari instansi induk.

Dilansir dari laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), pengelolaan PTN BLU mirip pengelolaan rumah sakit milik negara.

Baca Juga :  Buyung Ismu di Kartu Merah, Barito Putera Ditaklukkan Persija 2-3

Jenis PTN ini hanya memiliki otonomi dalam mengelola pendapatan non-pajak, sedangkan pendapatan pajak tetap dipegang oleh negara.

Dengan demikian, pendapatan PTN BLU akan dilaporkan sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Sementara itu, tarif PTN BLU ditetapkan Menteri Keuangan berdasarkan usulan pimpinan, dalam hal ini rektor universitas.

Penetapan tersebut dengan tetap mempertimbangkan aspek kontinuitas dan pengembangan layanan, daya beli masyarakat, asas keadilan dan kepatutan serta kompetisi yang sehat.

Dengan sejumlah keunggulan itu, ULM sejatinya bisa menjalankan sektor bisnis atau usaha.

Cara ini dinilai penting di tengah kondisi ULM sekarang.

Selain jebloknya akreditasi, 100 dosen ULM kini tengah menuntut tunjangan kinerja ke pemerintah.

Dengan status BLU, kebijakan tunjangan kinerja bukan lagi di tingkat kementerian, melainkan hanya tingkat pimpinan ULM, dengan nama remunerasi kepada para dosen.

Sekadar diketahui, sejak 2017 Unmul berstatus BLU sudah memberikan remunerasi kepada dosen.

Mengingat, remunerasi atau tunjangan kinerja dosen merupakan pemberian gaji/honorium/tunjangan/insentif yang diukur berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan. 

Remunerasi untuk perguruan tinggi status BLU dan PTN-BH dikelola perguruan tinggi itu sendiri.

Sedangkan tunjangan kinerja status satuan kerja (satker) dikelola atau diatur oleh kementerian.

Dikonfirmasi, Sekretaris BLU Universitas Lambung Mangkurat, Dr. Wahyudi enggan berkomentar.

“Mohon maaf sepertinya yang berhak menjawab adalah pimpinan,” tutupnya singkat.(nau/KPO-1)

Iklan
Iklan