BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Pemimpin Redaksi Kalimantan Post Hj Sunarti mengatakan banjir di Kalimantan Selatan dan Banjarmasin pada umumnya merupakan ‘makanan’ sehari-sehari sepanjang bulan Januari 2025.
“Begitu juga musibah kebakaran cukup sering terjadi di Kota Banjarmasin,” ujar Sunarti membuka Diskusi interaktif yang bertema ‘Ancaman Banjir dan Kebakaran Menghadang Pembangunan di Banua’.
Acara diskusi dalam rangkaian peringatan Milad Kalimantan Post yang ke-28 dipandu Sukhrowardi dan dihadiri perwakilan dari Polda Kalsel, perwakilan Korem 101/Antasari, PUPR Kalsel, BPBD Kalsel dan Kota Banjarmasin, BEM ULM, BEM STIHSA, Walhi Kalsel, Ketua PWI Kalsel dan lain-lain di Hotel Summer Banjarmasin, Rabu (15/1/2025).
Sementara itu, Raharja dari Walhi Kalsel mengatakan masalah banjir dan Karhutla di Banua ini sudah ‘basi’ dibahas dan masih sulit kita mengurainya baik dari segi teknis maupun kebijakan.
“Sebenarnya di masyarakat lokal kita memiliki kebudayaan dan kearifan lokal tersendiri yang mereka peroleh dalam waktu yang panjang. Dalam konteks kebakaran hutan dan lahan ini kita perlu melihat dari hulunya tentang kebijakan yang diberikan kepada masyarakatnya,” ucapnya.
Contohnya, kata Raharja, praktek ladang gilir balik yang dilakukan oleh masyarakat adat yang mereka memiliki skema turun menurun dan pengetahuan ini mereka lakukan dengan memikirkan kebutuhan dan keberlanjutan ke depannya.
“Mereka sebelum membuka ladang melakukan ritual dulu yang mana dalam hal spiritual pun mereka sangat dekat dengan alam. Dalam hal teknis dalam praktik membakar lahan mereka membuat sekat bakar tersendiri supaya apinya tidak menyebar ke lahan lain,” ucapnya.
Dalam hal lain, lanjut dia, alih fungsi lahan juga menjadi tantangan besar sekarang. “Kalau kita bicara pendapatan pasti yang terlintas masalah ekonomi. Namun, dampak konflik seringkali tidak diperhitungkan. Kami di tahun 2022-2023 dapat laporan dari masyarakat Jejangkit yang mengadu ke Walhi.
Sejauh mana kerusakan lahan yang mengakibatkan terjadinya krisis lingkungan?
Indikatornya sebenarnya bisa dilihat dari data yang ada di pihak pemerintahan provinsi maupun pusat,” ucapnya.
Misalnya saja di Kalsel izin sawit dan tambang, terutama Batubara sudah 2,5 juta hektaare.
Sementara itu, Kasiops Kosrem 101/Antasari, Letkol Inf Tunggul Jati, S.H., M.I.P mengatakan dalam hal kebencanaan ini perlu memiliki prinsip pengambilan keputusan atau tindakan berdasarkan pada keprihatinan sosial.
“Jadi, di sini baik diminta maupun tidak diminta TNI akan mencari langkah untuk penindakan tanggap darurat. Alangkah lebih baik hal yang sudah dilakukan TNI ini dilanjutkan oleh Pemda. Berdasarkan data yang saya dapatkan baik banjir ataupun permukaan air yang naik, karena ini genangan bukan banjir karena tidak ada aliran,” ujarnya.
Hal ini disebabkan karena memang karakter wilayah di Kalsel ini ketinggian daratannya hampir rata dengan permukaan air laut. Terpantau data dari Korem ada beberapa titik yang sudah melaporkan dan sudah terpantau, khususnya dari HSU, HST,
“Tentang penanganan ini pernah kita bahas sebelumnya, memang regulasinya belum lengkap. Namun demikian kita masih tetap punya keyakinan di masa mendatang agar persoalan ini bisa terselesaikan,” ucap Tunggul.
Lalu, AKP I Made Gede Subawa dari Kompi 2 Batalyon B Pelopor Brimob Polda Kalsel, Danki 2 mengungkapkan aparat kepolisian sudah melakukan langkah-langkah penindakan dan penanganan terkait penanganan banjir dan kebakaran di Kalsel.
“Kami bantuan kepada masyarakat baik yang mengungsi maupun yang memutuskan untuk berdiam diri di rumahnya atah menolak di evakuasi saat terjadi banjir,” ucapnya.
Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kalsel, Bambang Dedi Mulyadi menambahkan saat ini yang perlu diperkuat adalah regulasinya.
“Berdasarkan UU Penanggulangan Bencana secara Nasional dikeluarkan tahun 2007, ini sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Pihak Provinsi Kalsel sudah mengeluarkan Perda No.16 tahun 2017. Jadi, berdasarkan hal ini kami sudah melakukan beberapa strategi terkait melakukan upaya mitigasi. Contoh kongkritnya di Kalsel pada tahun 2023 terjadi kebakaran skala luas dan akhirnya kami sangat mengupayakan agar pada tahun 2024 hal demikian tidak terulang kembali,” ujarnya.
Dijelaskan Bambang,
ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, diantaranya penguatan strategi pembangunan infrastruktur dari PUPR.
“Perlu penguatan strategi dari Dinas Pemprov bersama Kabupaten/Kota untuk konektivitas pembangunan. Ternyata setelah kami crosscheck lagi kenapa di Bandara Syamsuddin Noor bisa sangat luas skala kebakarannya dan menimbulkan dampak penerbangan tertunda. Sebab wilayah tersebut adalah lahan gambut yang hanya bisa ditangani dengan upaya pembasahan lahan, supaya tidak kering.
“Tahun 2024 kami langsung melakukan upaya percepatan dengan meminta pengadahaan helly waterbomb dan helly patrol. Kami juga meminta ke Kementrian lingkungan hidup untuk melakukan TMC. Kemudian dilakukan pembasahan lahan di area bandara, sebab lahan di sana adalah lahan gambut,” tandasnya.
Dijelaskannya, Kalsel setiap tahunnya selalu masuk kedalam 10 besar. Hal ini dikarenakan cuaca ekstrem dan perubahan tata lingkungan, jadi tantangan pemerintah ke depan ini adalah menangani dan mengatasi bencana.
Lalu, Herry Ari Permana yang menjabat Seksi Irigasi PUPR Kalsel menambahkan, banjir tahun 2021 jadi momentum untuk berbenah dan memang di Banjarmasin, HSU, dan Amuntai persoalan banjir ini belum terselesaikan.
“Untuk banjir, Provinsi Kalsel sebetulnya berdasarkan regulasi, UU No. 2 tahun 2019 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan kemudian berdasarkan Permen PUPR No.04 tahun 2015 bahwa Provinsi Kalsel mengelola dan mengkoordinir wilayah Sungai dan dalam pengelolaannya ada pembagian wilayahnya.
*Untuk Kalsel ada tiga pembagian wilayah Sungai, berdasarkan Permennya Kalimantan dibagi dua yang dibatasi oleh Pegunungan Meratus, diantaranya ada DAS Barito yang alirannya dari Kalteng kemudian ujungnya adalah Banjarmasin. Kemudian di sisi timur adalah Sungai provinsi yang Pemko sebagai pengelolanya, dan ketiga ada Pulau Laut dan Pulau Sebuku yang dikelola langsung oleh Pemda Kotabaru,” ujarnya.
Ditambahkannya, untuk banjir di Kalsel, pasca banjir besar 2021 kemarin bisa dilihat Banjarmasin sebagai muaranya dari DAS Barito mulai dari Kalteng.
“Apalagi Banjarmasin secara perhitungan wilayahnya berada pada Mdpl air laut. Artinya, Banjarmasin ini memang sangat dipengaruhi dengan pasang surutnya air laut. Saat ini bisa dilihat dari penyempitan Sungai dan alih fungsi lahan menjadi pemukiman ataupun usaha. Ujung-ujungnya hal ini mengganggu fungsi hidrologi alam.
“Memang ini tantangan bagi pemerintah kita saat ini. Meskipun ini kewenangan pusat, kami dari pihak provinsi juga turut hadir. Upaya dari kami untuk mengatasi hal ini memang tidak mungkin karena ada kepentingan banyak pihak di dalamnya. Kami di sini sebagai pengelola infrastruktur berusaha menyiasati dengan infrastruktur SDA,” ujar Herry.
Pertama, jelas dia, mengajukan usulan ataupun rekayasa adanya tampungan besar atau waduk. Untuk Kalsel berbeda dengan Pulau Jawa. Di Kalsel sendiri kekurangan untuk penampungan ai baru dua, di Riam Kanan dan Kabupaten Tapin.
“Sebetulnya untuk Banjarmasin yang menjadi masalah adalah sub-DAS Alalak dan sub-DAS Martapura yang mana Sub-DAS Alalak itu Hulunya ada di daerah Binuang yang kita semua tahu bagaimana kondisi lahan di sana dan alih fungsi lahannya seperti apa,” paparnya.
Kemudian kedua Sub-DAS Martapura yang ada dua aliran besar, Riam Kiwa dan Riam Kanan. “Riam Kanan ini sudah kita atur sedemikian rupa dengan waduknya, tapi Riam Kiwa yang belum. Riam Kiwa ini sangat perlu diperhatikan karena akan mereduksi 70 persen dari debit air yang ada,” ucapnya.
Namun, perlu diketahui Banjarmasin adalah muara dari DAS Barito, hulunya ada di Kalteng yang tentu tidak mungkin Pemprov Kalsel mengintervensi Pemprov Kalteng. Kami melalui TKBSDA menciptakan pola dan solusi berupa rekomendasi-rekomendasi kepada Pemprov Kalteng untuk mengatur debit airnya.
Demikian juga dengan Ketua PWI Kalsel, Zainal mengungkapkan sewaktu terjadi banjir di tahun 2021, pihak pusat tidak mengetahui banjir besar yang ada di Banjarmasin dan dianggap biasa saja.
“Dari pihak Sekda meminta saya memviralkan situasi tanggap darurat dan saya kirim ke seluruh media di Indonesia. Akhirnya setelah jumatan Menteri Dalam Negeri menghubungi dan menyampaikan dalam 2 hari Presiden ke Banjarmasin.
“Disinilah pentingnya peran media untuk menyampaikan dan menjadi penyambung lidah masyarakat. Tahun 2023 ada 1000 Ha kebakaran dan keterbatasan ada dipihak TNI Polri yang hanya bisa mengatasi 3 hektare perharinya,” katanya.
Yang jadi persoalannya, lanjut Helmi, tidak ada sarana dan prasarana menyedot air. “Saya tidak ingin ada salah menyalahi antar pihak dan saya hendak ada peningkatan kesadaran masyarakat. Sekarang kita harusnya bikin penjaga kebersihan dan penentuan sanksinya apa,” pungkasnya. (ful/KPO-3)