Oleh : Noorhalis Majid
FENOMENA memberi nama jalan dengan nama pahlawan, tokoh atau orang ternama, sudah ada sejak dulu. Lazimnya orang tersebut sudah meninggal dunia, sehingga nama dengan segala ketokohannya, diabadikan menjadi nama jalan. Yang terbanyak tentu saja nama pahlawan. Nama Ahmad Yani, atau Gatot Subroto, mungkin menjadi nama jalan terbanyak dan terpanjang jalannya, dibandingkan tokoh lainnya.
Sekarang muncul fenomena baru, bukan lagi nama tokoh atau orang yang dianggap tokoh yang sudah meninggal dunia dijadikan nama jalan, namun orang yang masih hidup. Biasanya seorang yang menjabat sebagai kepala daerah dan masih aktif. Apalagi karena banyak anak buah yang suka memuji, “maambung bakul” setinggi langit, tawaran dengan alasan sebagai kenangan, akan datang dengan segala argument yang sulit ditolak.
Apa konsekuensi menjadikan nama jalan atas orang yang masih hidup, terutama nama pejabat atau kepala daerah?
Dikarenakan masa beredarnya di muka bumi masih berlangsung – sebab masih hidup, sangat dimungkinkan orang tersebut melakukan hal-hal yang dianggap salah, baik salah secara hukum, secara adat atau pun agama. Sehingga yang semula dianggap mulia dan terhormat, seketika hina dina tak bermakna. Yang semula dipuja-puji dan disanjung, tetiba ternistakan, tidak ada tempat bagi namanya di jajaran orang terhormat dan mulia.
Kalau terlanjur menjadi nama jalan, akhirnya justru dikenang sebagai orang hina, dan nama jalan tersebut tidak lagi menjadi nama kebanggaan yang layak dikenang.
Karenanya, memang lebih arif dan bijaksana kalau yang bersangkutan masih hidup, masih terlibat dalam dinamika hiruk pikuk kehidupan yang penuh ketidak pastian, sebaiknya bersabar untuk tidak gegabah, tidak terburu-buru, apalagi “nafsu”, untuk diabadikan namanya menjadi nama jalan.
Godaan menjadi orang ternama memang terkadang membutakan mata. Pun godaan ingin dikenang sebagai orang hebat, dianggap sukses melakukan ini dan itu, mudah datang penuh pujian “ambung bakul”. Namun percayalah, lebih baik bersabar, karena kemuliaan yang dipaksakan, sebenarnya semu, bahkan berpotensi hina-dina.
Masih banyak nama tokoh hebat mendunia yang sudah meninggal dan layak dikenang – diabadikan menjadi nama jalan, sebut saja misalnya Anang Ardiansyah, Djohan Effendi, atau nama lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. (ful/KPO-3)