Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Derap Nusantara

Pemanasan Global dan Inflasi

×

Pemanasan Global dan Inflasi

Sebarkan artikel ini
IMG 20250103 WA0028
Petani memindahkan bibit padi siap tanam ke area sawah yag tidak terendam banjir di Desa Gentasari, Kroya, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (4/12/2024). (Antara)

Oleh : Dr Aswin Rivai,SE, MM *)

DISKUSI mengenai pemanasan global sering kali mengabaikan dampak ekonomi terhadap populasi rentan dan bagaimana hal ini memperburuk ketimpangan, dengan fokus yang lebih besar pada pertumbuhan hijau dan pengurangan emisi.

Baca Koran

Namun, kenaikan biaya hidup dan perubahan iklim saling terkait erat. Hubungan ini seharusnya tercermin dalam perkiraan inflasi serta kebijakan fiskal dan moneter.

Dalam beberapa tahun terakhir, inflasi global telah mendorong harga pangan, energi, dan barang kebutuhan dasar ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Akibatnya, kenaikan biaya hidup mendominasi diskusi politik di seluruh dunia, terutama di negara-negara anggota G20.

Harga yang terus naik dan perubahan iklim memiliki hubungan yang erat. Cuaca ekstrem merusak tanaman, menghancurkan panen, dan mendorong kenaikan harga pangan. Dampaknya semakin nyata dengan meningkatnya gelombang panas, kekeringan, dan banjir. Peristiwa ini juga mengganggu rantai pasok dan produksi energi, sehingga meningkatkan harga barang-barang esensial lainnya.

Sebagai contoh nyata, perubahan iklim memengaruhi produksi beras di Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada 2023, kekeringan yang berkepanjangan mengurangi produksi beras hingga 5 persen , mendorong kenaikan harga sebesar 8 persen dibanding tahun sebelumnya. Ini menambah beban pada rumah tangga, terutama mereka yang berpenghasilan rendah.

Alih-alih hanya diperlakukan sebagai isu lingkungan, perubahan iklim harus menjadi pusat kebijakan ekonomi. Otoritas fiskal dan moneter perlu mengintegrasikan risiko terkait iklim, baik yang bersifat langsung maupun jangka panjang, ke dalam perkiraan inflasi dan kebijakan mereka.

Mengingat negara ini rawan terhadap bencana alam seperti banjir dan kekeringan, integrasi risiko iklim ke dalam kebijakan moneter dan fiskal akan membantu menciptakan stabilitas ekonomi. Sebagai contoh, kebijakan yang mendorong investasi dalam infrastruktur tahan iklim dapat mengurangi dampak ekonomi dari bencana tersebut.

Baca Juga :  Ketentuan Diskon Token Listrik 50 Persen

Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan juga harus bekerja sama dengan organisasi iklim untuk menciptakan solusi praktis yang membantu melindungi perekonomian dari guncangan terkait cuaca ekstrem, inflasi yang melonjak, dan ketahanan pangan.

Di Malawi, African Climate Foundation (ACF) menggunakan Adaptation and Resilience Investment Platforms (ARIPs) setelah negara tersebut dilanda Siklon Freddy, siklon tropis terlama yang pernah tercatat.

ARIPs menggunakan analitik canggih yang menggabungkan data iklim dan cuaca, model biofisik, serta model ekonomi untuk memfasilitasi investasi dan prioritas kebijakan. Pendekatan ini memberikan gambaran yang lebih komprehensif dalam membangun ketahanan.

Alat keuangan ini memungkinkan pembuat kebijakan untuk mengidentifikasi solusi berkelanjutan yang dapat mengurangi dampak ekonomi akibat siklon, melindungi industri utama, dan memperkuat stabilitas keuangan.

Indonesia dapat mengambil pelajaran dari ini. Dengan bencana alam seperti banjir Jakarta atau erupsi gunung berapi, pemerintah dapat mengembangkan platform serupa untuk memitigasi kerugian ekonomi dan melindungi sektor-sektor penting seperti pertanian dan pariwisata.

Misalnya, sistem peringatan dini berbasis teknologi dapat mengurangi kerugian ekonomi akibat banjir hingga 30 persen, berdasarkan studi oleh Asian Development Bank.

Kolaborasi regional juga sangat penting, memungkinkan negara-negara di Asia Tenggara untuk mengembangkan dan berbagi kebijakan ekonomi yang secara khusus disesuaikan dengan kerentanan iklim mereka. Inisiatif seperti Platform Perubahan Iklim Regional ASEAN dapat menjadi cetak biru untuk upaya ini.

Di tingkat global, koordinasi yang lebih besar antara institusi iklim dan ekonomi sangat penting. Alat seperti Mekanisme Penyesuaian Perbatasan Karbon Uni Eropa menyoroti perlunya desain kebijakan yang hati-hati untuk mengurangi dampak buruk dalam hal ini, kenaikan biaya bagi konsumen di negara berkembang. Indonesia, sebagai anggota G20 dan ASEAN, dapat memainkan peran penting dalam mendorong kebijakan global yang lebih adil.

Baca Juga :  Tambang 2024, Ormas Agama Kelola Batu Bara hingga Optimalisasi Migas

Implikasi kebijakan

Bagi Indonesia, ada beberapa langkah kebijakan yang dapat diambil yaitu pertama, integrasi risiko iklim dalam perencanaan ekonomi. Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan harus memasukkan risiko terkait iklim ke dalam model ekonomi mereka. Ini mencakup risiko langsung seperti banjir dan kekeringan, serta risiko jangka panjang seperti degradasi lahan.

Kedua, investasi dalam infrastruktur tahan iklim. Dengan memperkuat infrastruktur seperti bendungan, irigasi, dan jalan raya tahan banjir, Indonesia dapat mengurangi dampak ekonomi dari bencana alam.

Ketiga, pengembangan sistem keuangan hijau dengan mengadopsi platform investasi seperti ARIP untuk memprioritaskan kebijakan yang mendukung ketahanan iklim. Misalnya, obligasi hijau (green bonds) dapat digunakan untuk mendanai proyek-proyek ramah lingkungan.

Keempat, kolaborasi regional ASEAN. Sebagai anggota ASEAN, Indonesia dapat memimpin inisiatif untuk membangun platform kerjasama regional dalam menghadapi risiko iklim, seperti berbagi data iklim dan perencanaan mitigasi risiko bersama.

Kelima, perlindungan sosial untuk komunitas rentan. Kebijakan sosial yang sensitif terhadap iklim, seperti subsidi pangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, dapat membantu mengurangi dampak inflasi akibat perubahan iklim

Ketika inflasi dan pemanasan global semakin meningkat, kebutuhan akan kebijakan yang terintegrasi dan adil menjadi sangat mendesak. Dengan mengembangkan solusi inovatif yang menjembatani strategi iklim dan ekonomi, pembuat kebijakan dapat mengurangi risiko langsung dari cuaca ekstrem sekaligus mendorong stabilitas dan ketahanan jangka panjang.

Bagi Indonesia, integrasi perubahan iklim ke dalam kebijakan ekonomi adalah langkah penting untuk melindungi populasi rentan, memperkuat stabilitas ekonomi, dan memastikan keberlanjutan pembangunan nasional. (Antara/Tim Kalimantanpost.com)

*) Dr.Aswin Rivai,SE.,MM. adalah Pemerhati Ekonomi Dan Dosen FEB-UPN Veteran Jakarta

Iklan
Iklan
Baca Koran