oleh: Ahmad Barjie B
Pemerhati Pendidikan
Remaja memiliki ciri-ciri fisik dan mental yang sangat mempengaruhi kepribadiannya. Sofyan S. Willis (1980: 19-20) mengemukakan tiga macam ciri-ciri remaja, yaitu: Pertama, ciri primer, yaitu matangnya organ seksual yang ditandai dengan adanya menstruasi (menarche) pertama pada anak wanita dan produksi cairan sperma pertama (noctural seminal emission) pada anak laki-laki. Pada peristiwa menstruasi anak wanita tidak mengalami kesenangan, malah lebih banyak mengalami gangguan, seperti sakit perut, sakit kepala, badan tidak enak dan lain-lain. Pada anak laki-laki keluarnya sperma (ejakulasi) ditandai kenikmatan seks yang disebut orgasme. Produksi cairan sperma ini menyebabkan ereksi pada alat kelamin, sehingga menyebabkan timbulnya nafsu syahwat terhadap lawan jenis.
Kedua, ciri sekunder, meliputi perubahan bentuk tubuh pada kedua jenis kelamin. Anak wanita mulai tumbuh buah dada, pinggul dan paha membesar karena tumpukan zat lemak dan tumbuh bulu-bulu pada alat kelamin dan ketiak. Pada anak laki-laki terjadi perubahan otot, bahu melebar, suara berubah dan tumbuh bulu-bulu pada alat kelamin, ketika dan kumis.
Ketiga, ciri tertier, ialah perubahan yang tampak pada tingkah laku, yang erat kaitannya dengan perubahan fisik. Perubahan tingkah laku tampak seperti perubahan minat, seperti minat belajar dna bekerja berkurang, tetapi minat terhadap jenis kelamin lain meningkat. Anak perempuan mulai sering berhias dan memperhatikan dirinya. Perubahan juga terjadi pada emosi, sikap dan pandangan hidup dan lainnya. Sering terjadi konflik dengan orangtua dan masyarakat karena terjadi perbedaan sikap dan pandangan hidup dan norma yang dianut antara remaja dengan masyarakat.
Dengan adanya beberapa perubahan fisik (jasmani) dan psikis (rohani) di atas, maka pada diri remaja mudah sekali terjadi kegoncangan dan ketidakstabilan emosi. Mereka suka bergaul antarlain jenis, mulai bercinta (pacaran), yang bila tidak terkendali bisa mengarah kepada pergaulan bebas dan seks bebas. Dalam ketidakstabilan itu mereka mudah mereka hal-hal baru yang belum tentu baik, suka melakukan perbuatan-perbuatan aneh yang bertentangan dengan kehendak orangtua dan norma yang berlaku di tengah masyarakat.
Kwee Soen Liang menyebutkan beberapa ciri emosional remaja yaitu: Berkurangnya minat dna kapasitas kerja di rumah dan di sekolah; Suka mengabaikan kegemabarn (hobi) yang bermanfaat serta kewajiban-kewajiban lainnya, sehingga pekerjaan seringkali gagal; Mempunyai perasaan kejiwaan yang gelisah; Dasar dari perasaannya adalah kurang senang; Suka menentang lingkungan; Kadang-kadang bersikap sombong dan kadang-kadang bersikap lemah; Mudah terpengaruh oleh lingkungan yang buruk; Mudah terjadi pelanggaran moral.
Zakiah Darajat, dalam Pembinaan Remaja (1982: 13) mengatakan, suatu keadaan jiwa yang dapat kita pastikan tentang remaja ialah penuh kegoncangan. Keadaan seperti ini sangat memerlukan agama dan membutuhkan suatu pegangan atau kekuatan luar yang dapat membantu mereka dalam mengatasi dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan baru yang belum pernah mereka rasakan sebelum itu. Keinginan dan dorongan tersebut seringkali bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh para orangtua dan lingkungan di mana ia hidup.
Di antara dorongan dan sekaligus problema yang paling menonjol pada diri remaja adalah dorongan seks yang mulai terasa pada usia remaja. Mereka kadang-kadang ingin mengikuti dorongan-dorongan tersebut dan ingin mencari sasaran jenis kelamin lain, tetapi mereka takut melakukannya karena agama melarangnya. Apabila terlakukan oleh mereka pelanggaran susila, karena tidak mampu mengendalikan diri, maka akan timbullah sesudah itu rasa penyesalan atau rasa berdosa. Hal ini sangat menguncangkan jiwa remaja dan kadang-kadang menjauhkan mereka dari agama apabila pelanggaran tersebut sering dilakukannya.
Pada sisi lain sikap dan keyakinan beragama remaja tidaklah begitu mantap. Zakiah Darajat dalam buku Ilmu Jiwa Agama (1983: 91) mengkasifikasikan keyakinan beragama remaja itu dalam empat kategori: Percaya turut-turutan; Percaya dengan kesadaran; Percaya tapi agak ragu-ragu (bimbang); Tidak percaya sama sekali atau cenderung kepada atheis.
Dengan adanya kondisi fisik, psikis serta sikap beragama seperti digambarkan di atas, maka para remaja mudah sekali mengalami pengaruh negatif. Bila agama dan pengendalian dirinya lemah, maka dari dirinya sendiri sudah ada kecenderungan untuk berbuat sesuatu yang melanggar norma agama dan susila. Misalnya nafsu seks yang sudah tumbuh subur, bisa mereka salurkan kepada pergaulan bebas yang belum waktunya dilakukan. Begitu pula pengendalian diri yang lemah, menyebabkan mereka mudah sekali terpengaruh oleh nilai-nilai dari luar, misalnya dalam hal bergaul, berpakaian, suka mabuk miras dan narkoba, bergaya hidup yang menyimpang dan sebagainya. Ketika semua itu bertentangan dengan ajaran agama dan norma sosial yang berlaku maka terjadilah kerusakan akhlak, dekadensi moral, kenakalan remaja dan sejenisnya, yang intinya sama saja.
Dalam kondisi demikianlah pembinaan akhlak remaja menjadi sangat penting. Mereka sangat membutuhkan orang lain yang dapat melakukan usaha-usaha pembinaan, terutama dari lingkungan keluarga mereka sendiri. Zakiah Darajat mengatakan:
Bagi remaja yang tidak beruntung mempunyai orangtua yang bijaksana dan mampu memberikan bimbingan agama sejak kecil, maka usia remaja akan dilalui dengan sangat berat, sehingga banyak terjadi kasus-kasus kenakalan remaja dan gangguan kejiwaan. Lain halnya remaja yang hidup dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang aman, damai dan kuat agamanya, serta lingkungan sosial yang cukup menampakkan keyakinan beragama, maka remaja tersebut akan tenang dan dapat menerima keyakinan beragama dengan tenang pula.
Oleh karena itu orangtua, sekolah dan masyarakat harus proaktif melakukan pembinaan akhlak terhadap remaja. Bila tidak maka para remaja tersebut dikhawatirkan akan terseret kepada berbagai dekadensi moral dan kenakalan remaja dalam berbagai bentuk dan akibatnya, yang tidak saja merugikan diri dan orangtuanya, tetapi juga merugikan masyarakat luas.
Apabila pembinaan remaja dapat dilakukan, maka akan muncul dampak-dampak positif pada diri remaja, misalnya munculnya para remaja yang saleh dan salehah (beriman dan bertaqwa), remaja yang berprestasi dalam berbagai bidang, pandai berbakti kepada kedua orangtuanya dan bermanfaat pula bagi masyarakatnya, seperti aktif dalam menggerakkan kegiatan sosial dan keagamaan dan sebagainya. Sebaliknya bila tidak dilakukan pembinaan sebagaimana mestinya, maka akan muncul dampak negatif pada diri remaja, misalnya berupa terjadinya berbagai kenakalan dan pelanggaran hukum dan norma agama dalam berbagai jenisnya, yang sangat merugikan dan membahayakan keluarga dan lingkungan, juga remaja itu sendiri. Jadi pembinan remaja sangat penting, baik oleh keluarga dan sekolah, maupun oleh lingkungan sekitarnya.