Komunikasi intens dengan pihak hukum RSUD Sultan Suriansyah untuk langkah kedepannya pasca munculnya tudingan mark-up dan nepotisme di Rumah Sakit plat merah milik Pemko Banjarmasin
BANJARMASIN, KP – Dugaan mark-up pengadaan barang dan jasa (PBJ) di Lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sultan Suriansyah dinilai hanya menjadi sebatas tuduhan belaka tanpa berlandaskan bukti yang jelas.
Hal ini ditegaskan oleh Kepala Bidang Pelayanan Kefarmasian dan Penunjang, Ahdiat Shobari, S.Kep, Ns, M.Kep, yang membantah tudingan dari LSM Forpeban kemaren saat melakukan demonstrasi di Balai Kota Banjarmasin.
Menurut Ahdiat tender pengadaan barang dan jasa tidak bisa dilakukan manipulasi sebab melalui sistem E-purchasing atau pembelian barang atau jasa secara elektronik melalui sistem katalog elektronik.
“Ini kan harganya tayang di e-katalog, tidak bisa dinaik-naikkan, sesuai dengan harga tayang, paling-paling sebelum itu dilakukan penawaran yang pasti dibawah harga yang tayang, itu kalaupun pihak penyedia menerima, bisa jadi juga tidak bisa ditawar, atau sama seperti harga tayang di sistem E-Purchasing,” kata Ahdiat.
Ia pun lantas melakukan komunikasi intens dengan pihak hukum RSUD Sultan Suriansyah untuk langkah kedepannya pasca munculnya tudingan mark-up dan nepotisme di Rumah Sakit plat merah milik Pemko Banjarmasin tersebut.
“Kita terus berkomunikasi dengan pihak hukum disini, kalaupun ada indikasi pengancaman atau pencemaran nama baik akan kita lakukan langkah menempuh jalur hukum,” ucap Ahdiat.
Disisi lain, mantan Perawat di Puskesmas Beruntung Raya ini pun mengaku sanksi terkait tudingan tersebut, terlebih setiap tahunnya secara rutin, untuk laporan penyelenggaraan kegiatan dan keuangan RSUD Sultan Suriansyah selalu melalui audit BPK RI.
“Kita ini setiap tahun selalu diaudit oleh BPK dan hasilnya tidak ada temuan, artinya mark-up yang dituding ke kita ini darimana asal usulnya kita pun tidak mengetahui,” papar Ahdiat.
Soal alkes (alat kesehatan) bernilai miliaran rupiah yang turut dituding terbengkalai, Ahdiat menyebutkan alat tersebut bernama C Arm, alat itu katanya tidak bisa sembarang pergunakan, mesti harus mengantongi izin dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).
“Harus ada izin bapeten dulu baru bisa kita gunakan, tidak sama dengan USG misalnya bisa digunakan langsung, nah ini masih proses pengajuan izin, informasi yang kita terima dalam satu atau dua pekan kedepan izin tersebut kita dapatkan dan setelah itu kita operasikan C Arm ini,” ungkapnya.
Atas dasar hal itu, Ahdiat pun menyayangkan sikap LSM yang langsung menduga atau menuding sesuatu yang belum jelas kebenarannya, Ia pun berharap kedepannya hal-hal seperti itu tidak terulang kembali.
“Sebaiknya kita tabayyun dulu, konfirmasi dulu, alangkah lebih baik jika sebelumnya juga kita cari tau bagaimana dan apa yang sedang terjadi ini,” tutupnya. (Sfr/K-3)