BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Aksi perundungan di lingkungan pendidikan terjadi kembali. Kali ini tragedi itu diduga terjadi di SD Islam Terpadu (SDIT) Ukhuwah Banjarmasin. Tiga orang siswa diduga menganiaya temannya di depan ruang kelas, pada Jumat (21/2/2025).
Korban mengalami beberapa lebam di sekujur tubuh. Mirisnya, kejadian itu menimbulkan trauma berat bagi bocah berusia 10 tahun itu dan menyebabkan tidak mau masuk sekolah. Padahal, korban merupakan siswa berprestasi, yakni juara 1 National Robotics Competition di Singapura tahun 2024.
Lantas, kejadian ini mengundang dugaan minimnya pengawasan pihak sekolah. Aksi yang seharusnya tak terjadi di lingkungan pendidikan itu, justru terekam dengan jelas dalam kamera CCTV yang terpasang di sejumlah sudut sekolah.
Ironisnya, dalam rekaman CCTV itu, korban yang sudah tak kuasa dan tanpa perlawanan apapun itu dicekik, dibanting, dipukul, dan ditendang tiga orang temannya yang salah satunya berbadan lebih besar.
Reza Febiardi, orang tua korban yang menyaksikan anaknya diperlakukan seperti itu mengaku syok, Ia pun menuntut pihak sekolah agar bersikap tegas kepada anak-anak yang melakukan tindak kekerasan di sekolah itu.
Lebih jauh, Reza berharap para orang tua pelaku bisa duduk bersama dan menunjukan itikad baik agar persoalan ini bisa bersama-sama diselesaikan.
“Namun hingga hari ini tidak ada juga itikad baik yang kami terima. Pada Kamis kemaren sudah kita ikuti BAP dari Polresta Banjarmasin juga, jadi kami harap pelaku dapat hukuman seadil-adilnya,” ujar Reza kepada awak media ini, Jumat (28/2)
Sebelumnya, Reza pun sempat menempuh jalur mediasi dengan pihak sekolah dan keluarga pelaku pada Senin (24/2), namun pada kesempatan itu, Reza mengakui tak menemukan kesepakatan dengan pihak keluarga pelaku.
“Kami juga tidak ada menerima permintaan maaf dari keluarga siswa pelaku, sebagai bentuk penyesalan dan kepedulian terhadap perbuatan anak mereka terhadap anak saya. Bahkan, pihak sekolah juga tidak memberikan sanksi tegas kepada siswa-siswa tersebut,” beber Reza.
Kemudian pada Senin malam, Reza mengungkapkan pihak sekolah kembali ke kediamannya untuk membicarakan masalah tersebut. Namun, dia menyayangkan para orang tua pelaku tidak menghadiri pertemuan tersebut.
Sehari kemudian, tepatnya hari Selasa sore, Reza terkejut, tiba-tiba pihak sekolah menyampaikan hasil keputusan sekolah, yang berisi tentang sanksi dan pertanggungjawaban atas kejadian tersebut.
Reza menganggap mediasi belum selesai, namun pihak sekolah memberikan keputusan secara sepihak.
Adapun hasil keputusan SDIT Ukhuwah tertanggal 25 Februari 2025 tersebut, antara lain memberikan skorsing kepada siswa pelaku selama lima hari dan memindahkannya ke kelas lain.
Kemudian, memberikan terapi pemulihan kondisi psikologis dan mental korban dengan biaya pihak sekolah dibantu orang tua pelaku. Pihak sekolah juga berjanji akan melakukan pendampingan selama proses pemulihan kondisi psikologis dan mental siswa korban.
Reza menanggap pihak sekolah terburu-buru mengeluarkan keputusan, padahal mediasi antar orang tua siswa belum selesai.
“Tiba-tiba saya disodorkan keputusan. Di sini yang saya bingung, ini berdasarkan hasil mediasi yang mana? Karena saya tidak pernah ada menyetujui hasil keputusan mediasi dalam bentuk apapun? Berarti ini keputusan sepihak saja dari pihak sekolah,” ungkap Reza.
Terlebih lagi, lanjutnya, dalam surat tersebut tidak dijelaskan secara rinci bagaimana bentuk pertanggungjawaban berupa pemulihan kondisi psikologis dan mental anaknya.
“Apakah nanti setiap saya membawa anak saya ke psikolog harus seperti mengemis-ngemis menagih biayanya ke orang tua pelaku? Cara begini sama saja mempermalukan saya. Sorry saja, saya tak mau begitu,” tegasnya.
Reza menyesalkan, sejak pertemuan pertama di SDIT Ukhuwah, salah satu orang tua pelaku tidak mau lagi bertemu dengan pihaknya. Dia menganggap tak ada itikad baik dari orang tua pelaku untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara musyawarah. Dia pun melaporkan kasus itu ke Polresta Banjarmasin.
“Karena tidak ada itikad yang baik, kasus ini pun saya bawa ke Polresta dan Dinas PPA Banjarmasin. Alhamdulillah kami diterima dengan baik, dan berharap ada jalan keluar yang terbaik untuk anak kami yang sekarang tidak mau masuk sekolah karena takut disiksa,” paparnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Banjarmasin, AKP Eru Alsefa, melalui Kanit PPA, Ipda Partogi Hutahaean, membenarkan adanya laporan tersebut.
“Untuk laporan memang ada, tentang dugaan penganiayaan terhadap anak. Saat ini masih dalam proses penyelidikan,” ucap Partogi.
“Hari ini kita sudah minta keterangan pelapor dan juga anak yang menjadi korban,” singkatnya.
Adapun Kepala SDIT Ukhuwah Syaiful Rahman saat dihubungi awak media ini, menegaskan jika pihaknya tidak membenarkan perilaku kekerasan di sekolah baik bullying fisik maupun verbal, ia juga membenarkan terjadi bullying disekolah tapi bukan penyiksaan atau pengeroyokan.
Lebih lanjut menurutnya, SDIT Ukhuwah juga sudah melakukan tindaklanjut atas kasus tersebut sejak sore hari kejadian sampai pertemuan kedua belah pihak orang tua dan terbitnya keputusan sekolah. (Sfr/KPO-1)