Oleh : Ummu Arsy
Pemerhati Sosial Ketenagakerjaan, tinggal di Amuntai
Pengangguran adalah salah satu masalah yang dihadapi negeri ini, dikutip dari Pasardana.id – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, hingga Februari 2022, angka pengangguran di Indonesia berkurang 350 ribu orang menjadi 8,4 juta orang dari 8,75 juta.
Meski mengalami penurunan, BPS menegaskan, angka tersebut masih lebih tinggi dari kondisi sebelum pandemi. “Namun angka pengangguran ini belum kembali ke posisi sebelum krisis Covid-19 yang mencatat 6,93 juta pengangguran pada Februari 2020 dengan TPT sebesar 4,96 persen,” kata Kepala BPS, Margo Yuwono dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (9/5/2022).
Lebih detail, dari catatan BPS, akibat Covid-19 terhadap situasi ketenagakerjaan dalam negeri pada Februari 2021, masih terdapat 11,53 juta penduduk usia kerja yang terdampak oleh pandemi. Meski masih cukup besar, terdapat penurunan sekitar 7,57 juta orang dari jumlah yang terdampak tahun lalu, yang tercatat sebanyak 19,10 juta orang. Lebih detail dari yang masih terdampak, sebanyak 960 ribu orang menganggur akibat Covid-19 dan 550 ribu orang masuk ke dalam bukan angkatan kerja akibat Covid-19.
Pengangguran merupakan masalah yang serius bagi Negara, karena dengan adanya pengangguran dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi dan akan berdampak pada kondisi ekonomi suatu negara. Selain itu juga berdampak pada aspek sosial, kriminalitas akan meningkat, kemiskinan.
Masalah pengangguran sesungguhnya merupakan masalah kenegaraan. Negara yang bertanggungjawab menciptakan lapangan kerja. Fungsi negara yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat, menuntut pemerintah untuk memetakan SDM dan distribusinya kemasyarakat. Negara menyiapkan SDM andal melalui sistem pendidikan yang bermutu dan menciptakan lapangan kerja sesuai kebutuhan masyarakat.
Berbagai solusi dari sistem kapitalis ternyata tidak mampu menyelesaikan pegangguran. Sistem saat ini dimana pemerintah sangat bergantung pada proyek-proyek pembangunan yang berbasis investasi asing serta sektor ekonomi non riil.
Pembangunan sektor ekonomi non riil hanya memacu pertumbuhan ekonomi di atas kertas, bahkan menyedot kekayaan rakyat ketangan segelintir konglomerat. Selain itu juga situasi perekonomian saat ini pun sangat dipengaruhi oleh kondis iinternasional (resesi global).
Paradigma kapitalisme sekuler diterapkan negara membuat penguasa menzalimi rakyat dengan kebijakan yang menyengsarakan seperti penarikan pajak, kapitalisasi layanan publik, undang-undang proasing, termasuk proyek investasi yang membuka tenaga asing, dan sebagainya.
Islam adalah sebuah agama yang mampu menyelesaikan masalah kehidupan, bukan hanya untuk orang Islam tetapi seluruh umat manusia. Islam mewajibkan penguasa yang menjalankan roda pemerintahan berperan sebagai pelayan dan pengurus rakyatnya.
Negara bertanggungjawab mewujudkan kemaslahatan rakyat dan memberikan pelayanan. Negara akan menyediakan infrastruktur pendukung, menyiapkan SDM andal, dan merekrut tenaga kerja (ajir) melalui pembukaan lapangan kerja yang membantu pemerintah dalam menjalankan amanahnya.
Pada zaman kemajuan teknologi, dimana negara negara membutuhkan tenaga kerja yang sangat banyak. Negara memerlukan pemasukan dana untuk APBN (Baitul Mal), adapun pemasukan dana tersebut bisa dilakukan dengan cara–cara seperti melalui pos-pos ganimah, anfal, kharaj, dan jizyah. Pengelolaan pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya, dan pemasukan dari hak milik negara yakni usyur, khumus, rikaz, dan tambang, yang membutuhkan banyak tenaga kerja dalam menjalankan tugas memenuhi pos-pos tersebut.
Para pegawai ini akan bekerja sesuai bidangnya masing-masing, baik ekonomi, pendidikan, pertanian, pertanahan, ahli IT, matemati kawan, tenaga kesehatan, dll. Negara tetap melaksanakan pelayanan dan memanfaatkan teknologi dalam mempercepat dan memudahkan pelayanan.
Sektor-sektor yang potensinya sangat besar, seperti pertanian, industri, perikanan, perkebunan, pertambangan, dan sejenisnya akan digarap secara serius dan sesuai dengan aturan Islam. Pembangunan dan pengembangan sektor-sektor tersebut dilakukan secara merata di seluruh wilayah negara sesuai dengan potensinya.
Negara akan menerapkan politik industri yang bertumpu pada pengembangan industri berat. Hal ini akan mendorong perkembangan industri-industri lainnya hingga mampu menyerap ketersediaan sumber daya manusia yang melimpah ruah dengan kompetensi yang tidak diragukan sebagai hasil sistem pendidikan Islam.
Negara pun dimungkinkan untuk member bantuan modal dan member keahlian kepada rakyat yang membutuhkan. Bahkan, mereka yang lemah atau tidak mampu bekerja akan diberi santunan oleh negara hingga mereka pun bisa tetap meraih kesejahteraan.
Layanan publik dipermudah, bahkan digratiskan sehingga apa pun pekerjaannya tidak menghalangi mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan dasar, bahkan hidup secara layak. Dengan begitu, kualitas SDM pun akan meningkat dan siap berkontribusi bagi kebaikan umat.
kepemimpinan Islam yang berperan sebagai pengurus dan penjaga. Seorang pemimpin negara akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap orang yang dipimpinnya. Wallahu’alam.