JAKARTA, Kalimantanpost.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat aset perbankan syariah mencapai Rp980,30 triliun pada akhir 2024 atau tumbuh sebesar 9,88 persen year on year (yoy) pada Desember 2024 dengan market share tercatat naik menjadi 7,72 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae di Jakarta, Jumat (21/2/2025) mengatakan bahwa OJK melihat peluang perbankan syariah dan keuangan syariah masih terbuka lebar di tengah tantangan ekonomi global dan domestik yang masih cukup kuat.
Peluang tersebut terbuka dengan memanfaatkan niche market dan mendorong terus produk keuangan alternatif yang memiliki keunikan syariah selain produk perbankan umum yang kompetitif dengan perbankan konvensional.
“Upaya sistematik dan terkoordinasi di antara seluruh stakeholders perlu terus ditingkatkan untuk mencapai tingkat market share perbankan syariah yang signifikan melalui upaya organik dan anorganik,” ujar Dian.
Dari sisi intermediasi, OJK mencatat total penyaluran pembiayaan tercatat sebesar Rp643,55 triliun atau tumbuh 9,92 persen yoy. Pertumbuhan ini sejalan dengan pertumbuhan industri perbankan nasional.
Sementara dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun sebesar Rp753,60 triliun. Angka ini tumbuh sekitar 10 persen yoy, jauh di atas pertumbuhan industri perbankan nasional yang berada dalam kisaran 4-5 persen.
Adapun pembiayaan yang disalurkan dominan untuk sektor perumahan (KPR) dengan proporsi sekitar 23 persen. Sedangkan penyaluran pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), mencapai sekitar 16-17 persen dari total pembiayaan.
Tingkat permodalan bank syariah tetap kuat didukung dengan likuiditas yang memadai. Tingkat capital adequacy ratio (CAR) tercatat sebesar 25,4 persen dan berada di atas ketentuan.
Rasio alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/dana pihak ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 154,52 persen dan 32,09 persen, masih di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Kualitas pembiayaan tetap terjaga dengan rasio NPF Gross berada di level 2,12 persen dan NPF Nett sebesar 0,79 persen.
Sementara tingkat profitabilitas tetap tumbuh dengan indikator return on asset (ROA) sebesar 2,04 persen. Hal ini menunjukkan akselerasi bisnis perbankan syariah tetap kuat di tengah dinamika perekonomian domestik dan global.
Pada tahun ini, terdapat lima arah kebijakan yang akan didorong OJK guna meningkatkan skala ekonomi (economic of scale) sekaligus keunikan model bisnis industri perbankan syariah agar mampu bersaing di tingkat nasional dan global.
Salah satunya yaitu mengenai konsolidasi bank syariah dan penguatan unit usaha syariah (UUS) dilakukan dengan mendukung proses pemisahan (spin-off) melalui koordinasi dengan para pemangku kepentingan dalam proses perizinan serta kemudahan bank umum syariah (BUS) hasil spin-off untuk melakukan sinergi dengan bank induk.
“OJK juga mendorong pemegang saham untuk mendukung konsolidasi agar menghasilkan BUS dengan kapasitas besar,” kata Dian.
Kebijakan lainnya juga antara lain finalisasi pembentukan Komite Pengembangan Keuangan Syariah (KPKS), melanjutkan penyusunan pedoman produk perbankan syariah, penguatan peran perbankan syariah dalam ekosistem ekonomi syariah, serta peningkatan peran perbankan syariah di sektor UMKM.
Kelima arah tersebut, menurut OJK, diharapkan menjadi game changer bagi pengembangan industri perbankan syariah nasional dan meningkatkan kontribusi industri tersebut dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkualitas, inklusif, dan berkelanjutan. (Ant/KPO-3)