Oleh : Adnan Wahyu Rifai
Pemerhati Generasi
Indonesia dikenal sebagai negara dengan potensi luar biasa dari generasi muda. Namun, di era digital ini, tantangan untuk mempertahankan nilai-nilai Islam semakin kompleks. Banyak pemuda yang, tanpa disadari, mulai menjauh dari ajaran yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Bagaimana bisa hal ini terjadi? Mari kita telaah bersama.
Realitas Pemuda Saat Ini
Sebuah paradox konyol “Religius, tapi Nakal”. Indonesia, negara dengan jutaan masjid, gereja, pura, dan vihara. Negara yang setiap hari mendengar suara azan berkumandang dan doa dipanjatkan. Tapi, di balik semua itu, kenapa perilaku masyarakat kita justru jauh dari apa yang diajarkan oleh agama? Kenapa, meski mayoritas beragama, justru kita tercatat sebagai negara dengan tingkat ketidaksopanan tertinggi di Asia? Apa yang salah dengan kita? Indonesia, negara yang dijuluki sebagai salah satu negara paling religius di dunia, punya sebuah paradoks yang menyakitkan.
Menurut Huda Aji S, tak dapat dipungkiri bahwa citra pemuda Indonesia akhir-akhir ini kerap mendapat sorotan kritis. Baik di dunia nyata maupun maya, banyak perilaku yang tidak mencerminkan nilai-nilai kesopanan dan keislaman. Dalam sebuah video esai, Huda Aji S menyebutkan bahwa meski mayoritas umat Islam dikenal religius, Indonesia menghadapi paradoks moral berupa ketidakadaban dan perilaku yang tidak etis. Hal ini semakin nyata ketika berbagai konten di media sosial, misalnya di TikTok, seringkali menampilkan hal-hal yang kurang mencerminkan etika dan nilai keislaman.
Dalam Islam, kita diajarkan untuk selalu menjaga kesopanan serta menghargai perasaan orang lain. Ada sebuah hadis yang mengajarkan, “Kalau tidak dapat berkata yang baik, diamlah”. Pesan ini mengingatkan kita bahwa berbicara dengan penuh kebaikan merupakan bagian penting dari akhlak seorang muslim. Selain itu, sunnah Nabi mengajarkan kita untuk selalu menghormati guru, menuntut ilmu dengan semangat, dan menghindari perbuatan yang tidak bermanfaat. Padahal, nilai-nilai inilah yang seharusnya menjadi fondasi dalam membangun karakter pribadi.
Media sosial memiliki peran besar dalam membentuk karakter dan pandangan kita. Sayangnya, konten-konten yang tersebar kerap kali tidak sesuai dengan ajaran Islam. Misalnya, ketika kita mencari kata kunci seperti “hijab” atau “jilbab” di platform tertentu, hasil yang muncul tak jarang menampilkan konten yang kurang mendidik dan merendahkan martabat. Konten-konten “asupan” dan penggunaan istilah-istilah yang mengobjektifikasi, terutama terhadap kaum perempuan, telah menjadi hal yang lumrah. Ini menjadi cermin nyata bahwa nilai religius kadang hanya menjadi simbol belaka tanpa diterjemahkan dalam tindakan nyata.
Mari kita manfaatkan media sosial untuk menyebarkan pesan kebaikan. Gunakan platform digital untuk berbagi ilmu, inspirasi, dan cerita-cerita yang membangun karakter positif.
Daripada terus menyalahkan keadaan atau orang lain, saatnya kita mulai dari diri sendiri. Pemuda Muslim memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan, namun perubahan itu harus dimulai dari langkah kecil dalam kehidupan sehari-hari:
Untuk memulai, jangan pernah ragu untuk mencari pengetahuan, terutama yang dapat mendekatkan diri pada ajaran Islam yang murni. Kalau bingung, bisa memanfaatkan apa yang ada di dekatmu untuk belajar, mungkin lewat benda yang sedang kamu pegang saat ini. Atau bisa juga lewat guru dan orang yang lebih berpengetahuan dalam bidangnya.
Mengingat hal itu, kita juga harus menghormati guru, teman, dan lingkungan di sekitar. Ingat, perilaku baik adalah bentuk nyata dari keimanan.
Renungkanlah tindakan dan pilihan sehari-hari. Apakah sudah sesuai dengan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi seorang Muslim? Dalam bermedia sosial contohnya, apakah yang aku ketik akan merendahkan orang lain? Haruskah aku mengatakan hal ini atau mengupload postingan ini? Selalu perhatikan setiap hal yang kita lakukan agar tidak menyesal di kemudian hari.
Lalu, bila ada teman yang melenceng, jangan dihina dan dihujat! Nasihati dan ajaklah dengan baik, dan tidak perlu terlalu memaksa, karena ajakan untuk berubah tidak harus dengan paksaan atau kata-kata kasar. Lebih baik menjadi contoh yang baik melalui perilaku dan sikap positif.
Semua itu adalah langkah yang penting, tetapi ada yang lebih utama dari semua yang disebutkan di atas, yakni mulailah dari diri sendiri.
Setiap perubahan besar dimulai dari diri sendiri. Pemuda yang berani mengakui kekurangan dan mau memperbaiki diri akan membawa dampak positif bagi lingkungan sekitar. Jangan biarkan kebiasaan buruk atau pengaruh negatif menghalangi langkah kita untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Ingat, untuk mengubah dunia, kita harus mulai dengan mengubah diri kita sendiri.
Seperti halnya kisah garam Mahatma Gandhi, cobalah benahi diri sendiri sebelum melakukannya kepada orang lain. Saya pribadi juga perlu banyak pembenahan, banyak hal yang masih sukar saya hindari dan kesalahan yang saya lakukan, but im trying and praying to improve myself, every single day of the week.
At the end of the day, mari kita renungkan kembali apa yang menjadikan kita Muslim—nilai-nilai kesopanan, kejujuran, dan semangat menuntut ilmu. Dengan berbenah diri, kita tidak hanya memperbaiki diri sendiri, tetapi juga menyebarkan energi positif yang mampu menginspirasi perubahan di tengah masyarakat. Generasi muda adalah aset bangsa; sudah saatnya kita bangkit dan menunjukkan bahwa pemuda Muslim mampu membawa kemajuan dengan tetap berpegang pada ajaran Islam yang agung.
Dengan langkah kecil yang konsisten dan tekad yang kuat, perubahan besar tidak lagi menjadi angan-angan. Ayo, mulai dari diri sendiri dan jadilah inspirasi untuk sesama!
Jazakumullahu khairan lakum, sampai berjumpa di lain hari! Jangan lupa untuk selalu berkembang menjadi lebih baik!












