Oleh : Nor Aniyah, S.Pd
Penulis, Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.
Kasus pembunuhan di kalangan pelajar kembali terjadi. Kali ini terjadi akibat sakit hati cinta pelaku ditolak korban (detik.com). Adalah FPR (16), seorang pelajar SMK yang dibunuh temannya sendiri AI (16). Pembunuhan ini terungkap setelah polisi menyelidiki temuan jasad wanita membusuk di sebuah bangun bekas warung kopi di depan perumahan Made Great Residence, Desa Made, Kecamatan Lamongan Rabu (15/01/2025).
Polres Lamongan mengungkap, pelaku membunuh korban dengan cara menjerat leher korban menggunakan kerudung korban. Selain itu, pelaku juga memukul korban berulang kali di bagian perut dan mata kanan, lalu membenturkan kepala korban ke tembok hingga mengakibatkan pendarahan. Setelah pelaku meyakini korban telah meninggal, ia membiarkan mayatnya begitu saja di TKP sekitar warkop (monitorindonesia.com).
Pembunuhan di kalangan pelajar bukan kali ini saja. Kejadian serupa sudah sering terjadi dengan motif berbeda-beda. Sehingga telah menjadi fenomena yang perlu dicari jalan keluarnya. Jika dikaji secara mendalam akan kita temukan beberapa faktor yang menyebabkan pelajar tega melakukan aksi pembunuhan terhadap temannya sendiri.
Pertama, dari aspek pembentukan kepribadian generasi dalam pendidikan. Hari ini generasi begitu lemah dalam mengontrol emosinya akibat minimnya pendidikan moral dan kepribadian mulia dalam dirinya. Akibatnya, generasi tidak memahami jati dirinya yang berujung pada ketidakpahaman dalam menyelesaikan persoalan-persoalan. Mereka pun rentan dengan penyakit mental yang merugikan diri sendiri bahkan orang lain.
Kedua, tidak adanya lingkungan sosial yang mendukung membentuk kepribadian. Masyarakat hari ini tidak memiliki standar baku terkait benar-salah dan terpuji-tercela dalam menilai sebuah perbuatan. Standar itu dikembalikan kepada akal manusia yang akhirnya menciptakan standar semu. Tindakan pembunuhan dikecam, tetapi aktivitas pacaran dan khalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahram) dianggap bisa.
Ketiga, media khususnya media sosial hari ini telah menjadi guru bagi generasi yang rendah literasi. Tak jarang kita menemukan konten-konten yang justru mengajarkan generasi tindak kekerasan sebagai salah satu cara meluapkan emosi. Tidak adanya kontrol dari orang tua bahkan negara sebagai pemegang kendali digitalisasi di negeri ini menjadikan generasi menyerap pemikiran apapun dari media.
Berbagai kondisi yang melingkupi ini adalah buah kehidupan yang diatur dengan sistem sekuler kapitalisme. Sekularisme adalah paham yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Agama Islam khususnya, hanya dipandang agama ritual yang tidak memiliki peran dalam mengatur aspek kehidupan lain selain urusan privat dan ibadah. Akibatnya, sistem pendidikan yang diberlakukan berasas sekuler yang mengabaikan pembentukan kepribadian Islam generasi.
Masyarakatnya sekuler yang jauh dari budaya amar ma’ruf nahi munkar dengan standar halal-haram dan medianya sekuler, karena hanya bertujuan mencari cuan, membebaskan konten apapun berseliweran di dalamnya. Sungguh, kapitalisme telah membuat ukuran kebahagiaan manusia hanya berpusat pada materi atau terpenuhinya keinginan. Sehingga muncul perilaku liberal yang melahirkan prinsip ‘tujuan dapat menghalalkan segala cara. Alhasil, emosi pun dilampiaskan sesuai dengan hawa nafsu.
Berbagai persoalan generasi jelas membutuhkan sistem yang mampu memberikan solusi komprehensif atas berbagai persoalan yang sedang mereka hadapi. Sistem yang dimaksud adalah sistem Islam. Sistem Islam yang diterapkan di bawah institusi Khilafah Islam akan menjadikan negara sebagai penanggung jawab segala urusan umat, termasuk membentuk kepribadian mulia generasi.
Rasulullah SAW bersabda, “Imam/Khalifah adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari).
Islam menjadikan pendidikan tidak hanya berfokus pada aspek akademis, tetapi juga pada pembentukan akhlak mulia, pengendalian diri, dan pemahaman yang benar, terhadap hubungan antar manusia atau dengan kata lain membentuk kepribadian Islam. Alhasil, generasi akan memahami jati dirinya sebagai hamba Allah dan selalu berusaha untuk taat kepada Allah kapanpun dan di mana pun. Mereka akan takut untuk menyakiti orang lain apalagi menghilangkan nyawa sesamanya. Hidupnya diisi hal-hal bermanfaat yaitu dengan mengkaji ilmu, berdakwah, dan memberikan sumbangsih terbaiknya untuk peradaban Islam.
Negara Khilafah juga akan menerapkan sistem sosial dalam Islam. Islam memiliki aturan yang jelas terkait pergaulan laki-laki dan perempuan untuk mencegah timbulnya fitnah dan perilaku yang melampaui batas. Sistem sosial Islam ini akan menjaga pergaulan sesuai dengan tuntunan syara’. Dengan aturan ini, hubungan remaja laki-laki dan perempuan diarahkan agar tetap dalam batas yang wajar mencegah terjadinya hubungan yang merusak moral atau memicu konflik emosional.
Melalui dukungan penerapan syariat Islam dalam berbagai bidang lainnya secara kaffah (menyeluruh) kasus tragis seperti yang dilakukan pelajar Lamongan tersebut dapat dicegah sejak akar permasalahannya. Selain itu, untuk menciptakan suasana ketakwaan rakyatnya negara juga akan mengontrol media. Karena media merupakan sarana edukasi bagi generasi dan mampu memberikan informasi-informasi bagi para penontonnya.
Maka, negara harus menjaga agar informasi yang diterima adalah kebenaran atau tidak bertentangan dengan Islam. Negara melarang masuknya pemikiran sekuler, liberal, hedonis, dan pemikiran lain yang bertentangan dengan Islam melalui media. Konten-konten sadis seperti kekerasan dan pembunuhan tidak akan pernah diizinkan tayang. Negara memiliki digitalisasi yang kuat yang mampu mengatasi hal ini. Media dalam Islam hanya digunakan untuk sarana dakwah semata. Demikianlah penjagaan negara Khilafah terhadap generasi yang menjauhkan dari segala bentuk kemaksiatan dan membentuknya menjadi pembangunan peradaban mulia.
Dengan penerapan syariat Islam secara menyeluruh generasi dapat mengoptimalkan potensinya untuk kebaikan dan amal shalih, sehingga menjadi generasi hebat, taat syariat dan paham ilmu yang dipelajari. Namun, syariah Islam yang agung ini tidak mungkin terwujud dalam sistem kapitalisme yang rusak dan menyengsarakan. Syariah Islam hanya bisa terlaksana dengan sempurna dengan institusi pemerintahan Islam, yakni Khilafah Islamiyah. Inilah amal besar yang harus segera ditunaikan oleh kaum Muslim sebagai kewajiban dari Allah SWT.