Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

Apindo, “Gawi” Berbasis Pentahelix

×

Apindo, “Gawi” Berbasis Pentahelix

Sebarkan artikel ini
IMG 20250111 WA0003
Noorhalis Majid adalah salah anggota Ambin Demokrasi Kalimantan Selatan *)

oleh: Noorhalis Majid

BANYAK yang memperkirakan, pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun 2025 mendapat tantangan yang tidak mudah. Setidaknya tidak semulus sebagaimana dibayangkan, atau tidak segampang ketika diucapkan saat kampanye Pemilu Presiden atau pun Pilkada.

Baca Koran

Bahkan target pertumbuhan 8% sebegaimana ditargetkan pemerintahan baru, oleh Bank Dunia dalam World Bank East Asia and The Pacific Economic Update yang dirilis 8 Oktober 2024, memperkirakan ekonomi Indonesia di tahun 2025 hanya tumbuh sebesar 5,1%. Proyeksi tersebut sedikit meningkat dari perkiraan sebelumnya yang hanya 4,9%.

Krisis ekonomi global yang diakibatkan konflik dan perang tak berkesudahan di Eropah dan Timur Tengah, memberi pengaruh sangat besar bagi negara-negara lain, bahkan hingga di kawasan terjauh yang dianggap tidak terdampak, menggambarkan bahwa dunia global benar-benar terhubung, tidak ada yang dapat sembunyi dari dampaknya.

Apalagi bagi Indonesia yang dilalui jalur perdagangan dan memiliki hubungan dengan banyak negara yang terdampak langsung atas konflik dan perang tersebut. Indonesia justru menjadi bagian dari penentu, setidaknya bagi wilayah Asia Tenggara dan Asia, karena jumlah penduduk dan luasan wilayahnya, memungkinkan terdampak dan memberi dampak bagi kawasan lainnnya.

Demikian halnya persaingan dagang antara Cina dan Amerika, serta kebijakan proteksi pemerintahan Amerika terhadap berbagai produk impor dari beberapa negara, memberi dampak sangat besar bagi perdagangan dan ekonomi global. Hampir tidak ada satu negara pun terhindar dari dampak krisisi global ini, sehingga diperlukan strategi untuk dapat bertahan dari pengaruh krisis yang lebih besar.

Pun berbagai kebijakan serta belanja negara atas proyek-proyek pemerintahan sebelumnya, mengakibatkan devisit anggaran yang terus berlanjut. Ketika pemerintahan baru memerlukan pendanaan yang tidak sedikit untuk melanjutkan kebijakan terdahulu, maka cara mudah untuk mendapatkannya adalah dengan menaikkan pajak. Sebab bila dengan cara menambah hutang baru, dikhawatirkan justru memperbesar beban negara dikemudian hari, dan tidak menyelesaikan masalah. Bahkan memperbesar ketidak percayaan warga terhadap tata kelola pemerintahan, karena dianggap mewariskan beban, bagi generasi penerus yang tantangannya jauh lebih besar.

Baca Juga :  Strategi Mengajarkan Kesadaran Kewarganeraan dengan Kanvas Media “Jembatan Berpikir Das Sein Das Sollen”

Menaikkan pajak, tentu memberi dampak bagi banyak hal, terutama inflasi. Dan bila inflasi terjadi, hukum ekonomi mengajarkan pertumbuhan ekonomi pasti melemah.

Dilema yang tidak mudah ini harus dijawab secara bersama, dengan melibatkan semua pihak, terutama para pelaku ekonomi, dalam hal ini para pengusaha yang bergiat di lapangan memajukan pertumbuhan ekonomi dan menghidupkan armosfir pasar agar ekonomi tetap berjalan secara sehat.

Belum lagi ketika pemerintah ingin mensejahtrakan warganya melalui kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), maka menjadi beban tambahan pengusaha untuk memenuhinya. Bila para pengusaha tidak dikuatkan melalui berbagai kemudahan dan dukungan kebijakan, termasuk pengurangan pajak, boleh jadi akan mengambil cara instan untuk bertahan dalam situasi yang tidak mudah ini, yaitu dengan melakukan tindakan efisiensi, akibatnya PHK tinggi, yang pada akhirnya memberikan dampak pada banyak hal, terutama ekonomi, sosial dan budaya, serta berujung pada terhambatnya maksud kesejahteraan itu sendiri.

Lantas, kebijakan seperti apakah yang harus dilakukan pemerintahan baru dalam situasi yang serba tidak mudah ini? Termasuk kebijakan serta respon seperti apa yang mesti dilakukan oleh pemerintahan lokal di tiap daerah? Padahal pemerintah di daerah, berhadapan secara langsung dengan warga yang terdampak oleh situasi ekonomi yang tidak mudah. Pemerintah daerah memilih pengaruh yang sangat besar dalam menciptakan ketahanan dan daya saing pelaku ekonomi di tingkat lokal melalui berbagai regulasi dan kebijakannya.

Apabila kebijakan-kebijakan ditentukan tidak dengan melibatkan para pihak yang terkait langsung, dalam hal ini para pengusaha sebagai pelaku ekonomi, maka bukan penyelesaian yang dihasilkan, justru masalah dan tantangan yang semakin besar. Karena itu yang paling utama, para pihak berupaya membangun hubungan yang lebih baik. Bila terdapat hubungan dan komunikasi sebelumnya yang kurang baik, secepatnya diperbaiki dan dibenahi, sehingga sinergi dan kolaborasi, menjadi langkah stragtegis dalam melakukan kerja bersama yang saling menguntungkan.

Baca Juga :  Tiga Pilar dalam Islam untuk Mewujudkan Keamanan

APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) merupakan organisasi yang mewakili dunia usaha di Indonesia. Suatu perkumpulan pengusaha dan perusahaan yang berdomisili di Indonesia, bersifat demokratis, bebas, mandiri, dan bertanggung jawab. Didirikan pada 31 Januari 1952 dengan nama Badan Permusyawaratan Urusan Sosial Seluruh Indonesia. Nama ini kemudian berubah menjadi Badan Permusyawaratan Sosial Ekonomi Pengusaha Seluruh Indonesia (PUSPI), dan akhirnya menjadi APINDO pada tahun 1985.

APINDO setidaknya memiliki tanggung jawab untuk berpartisipasi membantu pemerintah dalam memajukan ekonomi, terutama dalam menegosiasikan berbagai kepentingan pengusaha dan Perusahaan, untuk bersinergi dengan organisasi lainnya, terutama buruh dan pemerintah.

Dengan perannya yang sangat strategis tersebut, tidak ada alasan bagi pemerintah mengabaikannya. Sinergi dan partisipasi justru sangat dibutuhkan dalam rangka menumbuhkan atmosfir ekonomi yang semakin sehat.

Bagi APINDO sendiri, kerja-kerja berbasis pentahelix dengan berkolaborasi dan melibatkan lima unsur penting yaitu pemerintah, masyarakat sipil, akademisi, pelaku usaha dan media masa, justru sesuatu yang sangat strategis guna mewujudkan kebijakan yang didukung beragam sumber daya. Sehingga unsur-unsur yang berbeda tersebut memiliki peran strategisnya masing-masing yang saling menguatkan satu dengan lainnya.

Dengan demikian, dinamika ekonomi, terutama ekonomi lokal yang terdampak langsung dari segala bentuk hiruk pikuk persoalan, termasuk yang bersifat global dan tidak mungkin diatasi seorang diri, dapat diantisipasi dan diatasi secara bersama, sesuai tujuan yang diharapkan.

Kemauan membuka diri, berdialog dan berkolaborasi, merupakan kunci utama dalam kerja-kerja berbasis pentahelix. APINDO pasti mau dan mampu menginisiasi “gawi” berbasis pentahelix tersebut. (nm)

Iklan
Iklan