0leh: NURMADINA MILLENIA
JIKA melihat pengalaman selama ini, puasa pada bulan Ramadan dilakukan seperti biasanya. Namun pada kampus yang pernah dialami ayahanda, di Yogyakarta pada tahun 80-90 an, banyak pengajian yang diadakan ketika itu dengan nama pesantren kilat. Atau sekalian juga ada yang namanya pesantren seni, dengan kajian seni dan tentunya dakwahnya untuk menambah wasasan Islam di dalam memahami ajaran secara tidak langsung. Diharapkan wawasan Al-Qur’an akan semakin bertambah seiring waktu dan tahun diadakannya puasa Ramadan pada tahun itu. Al Qur’an sejak dahulu akan semakin tersingkap akan kemukjizatannya seiring waktu dan ilmu pengetahuan. Maka semakin tersingkap acuan dan panduan Al-Qur’an itu, mengenai gugusan bintang dan adanya pengertian tentang black hole atau lubang hitam. Runtuhnya teori relativitas umum dan teori mekanika kuantum, untuk mengkaji black hole, maka akan melihat fenomena alam. Pada dasarnya alam semesta itu seperti terompet, dengan demikian sisi tiupnya ada pada bibir malaikat Israfil.
Ternyata alam semesta itu sulit diprediksi manusia dengan teori Newton yang perkembangannya pada teori Einstein, dan teori Steven Hawking. Jika tidak mempunyai imajinasi yang kuat serta membaca Al-Qur’an. Maka sering kali, jika dihubungkan dengan keyakinan Islam bahwa malaikat Israfil adalam meniup terompet untuk peristiwa hari kiamat. Ternyata kesulitan hukun teori relativitas tentang gravitasi singular dan teori mekanika kuantum mengalami kesulitan di dalam mengikuti gerak bentuk seperti terompet itu. Maka jelas alam semesta itu seperti terompet, akan menyulitkan penyimak alam semesta, dengan tidak berfungsi nyata teori relativitas dan mekanika kuantum. Mereka akan memasuki dimensi yang kesembilan daripada perjalanan waktu dalam Isra dan Mi’raj Muhammad SAW.
Oleh karena puasa di dalam bulan Ramadan itu, sebenarnya adalah untuk menghayati Al-Qur’an, yang mana di dalamnya banyak Muslim tidak mengerti akan makna daripada alam semesta, yang mana benda yang abadi adalah materi, ruang dan waktu serta informasi. Mereka hanya menikmati puasa seperti mereka melakukannya pada waktu tahun yang lalu. Hanya pengulangan yang terjadi tanpa ada keyakinan atau bertambahnya ilmu pengetahuan yang dapat mempekokoh iman dan takwa. Padahal pada Al Baqarah ayat 185, bulan Ramadan adalah bulan turunnya Al-Qur’an yang merupakan petunjuk untuk seluruh manusia. Dimana manusia banyak juga di Barat terlena dengan penerobosan hukum fisika untuk mengerti black hole itu. Mereka belum mengerti serta belum mampu merumuskan teori fisika itu jika belum bisa menguak Al-Qur’an mengenai gugusan bintang, serta terpecah dan terbelahnya bintang.
Kita hanya mengulang yang sebenarnya akar pengetahuan biologi dan fisika serta kimia ummat Islam Indonesia masih terbelenggu atau terjajah karena Islam masih belum terbuka dan masih merupakan faktor utama untuk membangun negara dan rakyat. Sehingga perjalanan Iman dan Islam tidak mampu menjelaskan fenomena alam semsta serta perilaku manusia di muka bumi ini.
Padahal manusia adalah sebagai Khalifah di muka bumi ini, yang artinya bila mereka belum menguasai hukum-hukum Islam maka mereka tidak mampu untuk menguasai seluruh manusia di muka bumi ini. Manusia adalah ciptaan Tuhan. Kemudian Tuhan menurunkan Al-Qur’an, namun sebagian manusia membantahnya. Bagaimana manusia bisa makmur dan adil tanpa Al-Qur’an?