Oleh : AHMAD BARJIE B
Segala sesuatu memiliki tujuan (maksud), begitu pula agama Islam yang dianut. Tujuan tersebut ada yang sifatnya jangka pendek di dunia ini, dan ada jangka panjang sampai dengan kehidupan di akhirat nanti.
Al-Syaikh Sayyid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah Jilid I (1403 H:10) mengatakan, tujuan yang hendak dicapai oleh agama Islam ialah membersihkan dan menyucikan jiwa, dengan jalan mengenal Allah serta beribadah kepada-Nya, dan mengokohkan hubungan antara manusia serta menegakkannya di atas dasar kasih sayang, persamaan dan keadilan, dengan demikian tercapailah kebahagiaan hidup manusia baik di dunia maupun di akhirat. Karena itu semua ajaran yang terkandung dalam Islam maksudnya adalah untuk menjaga agama (hifzh al-din), menjaga jiwa (hifzh al-nafs), menjaga akal (hifzh al-aql), menjaga keturunan (hifzh al-nasal) dan menjaga harta (hifzh al-maal). Kesemua tujuan ini sering disebut dengan maqashidus-syari’ah.
Dapat ditambahkan di sini hifzh ’alam (memelihara alam dan lingkungan hidup), sebab ia merupakan amanah Allah yang sangat penting dijaga dan dilestarikan untuk keselamatan dan kemaslahatan hidup di dunia. Alam yang rusak dapat sehingga mendatangkan bencana sangat membahayakan jiwa dan harta manusia itu sendiri, seperti rusaknya hutan dan lahan, krisis pangan, banjir, tanah longsir, kemarau panjang, kebakaran dan sebagainya.
Pendidikan Islam mengandung makna usaha untuk menanamkan ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan manusia, menuju keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, yang ditandai dengan terpeliharanya agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, sehingga tercipta ketaatan kepada Allah dan terwujud kasih sayang sesama manusia.
Abdurrahman al-Nahlawi (1989:31) menyatakan, pendidikan Islam (al-tarbiyah) bisa berasal dari kata raba-yarbu, artinya bertambah dan tumbuh, rabiya-yarba artinya menjadi besar, dan raba-yarubbu artinya memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara. Abdurrahman al-Bani menyimpulkan pendidikan Islam mencakup unsur-unsur: Pertama, menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang baligh; kedua, mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan yang bermacam-macam; ketiga, mengarahkan seluruh fitrah dan potensi ini menuju kepada kebaikan dan kesempurnaan yang layak; keempat, proses ini dilaksanakan secara bertahap, sedikit demi sedikit.
Omar Mohammad al-Toumy al-Syaebani (1979:399) mengatakan, pendidikan Islam adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses pedidikan yang dilandasi dengan nilai-nilai Islam.
Kamrani Buseri dalam orasi ilmiah pengukuhan Guru Besar IAIN Antasari Banjarmasin (2005) mengatakan, pendidikan Islam adalah usaha untuk memanusiakan manusia. Pendidkan Islam merupakan motor penggerak terjadinya interrelasi antara akidah, ibadah, muamalah, mengembangkan fitrah dan hanif, serta seluruh potensi kemanusiaan untuk mewujudkan fungsinya sebagai ‘abdullah sekaligus khalifatullah fi al-ardh secara simultan, menuju manusia sempurna.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah usaha mengembangkan fitrah manusia dan mengembangkan potensi, sehingga tertanam jiwa agama pada anak didik untuk menjadi ‘abdullah (hamba Alah) yang beriman dan bertaqwa. Pada saat yang sama juga tertanam pengetahuan, keterampilan dan penguasaan teknologi sebagai persiapan untuk menjadi khalifatullah fi al-ardh, dengan bekal iptek yang dikuasai, yang mampu mengolah alam dengan prinsip-prinip kebenaran dan keadilan, sehingga dalam menjalani kehidupan di dunia ini sejalan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dengan demikian tercapailah tujuan pendidikan Islam dan tujuan Islam itu sendiri.