Oleh : AHMAD BARJIE B
Islam merupakan agama yang sangat menekankan kepada kebersihan rohani, di samping kebersihan jasmani. Melalui Al Quran surah Asy-Syams (91) ayat 9-10, Allah menekankan, sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang-orang uang mengotorinya.
Bagi kalangan sufi, kotoran yang ada pada diri manusia tidak saja berupa hadas dan najis, melainkan juga menyangkut kotoran hati. Oleh karenanya kalangan sufi mengenalkan konsep takhalli, yaitu membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela. Di dalamnya meliputi suci/bersih dari najis dan hadas, suci bersih dari maksiat lahir, suci bersih dari maksiat batin. Setelah tahap latihan takhalli dijalani, tahap latihan berikutnya adalah tahalli yaitu mengisi diri dengan sifat-sifat terpuji. Cara yang ditempuh adalah dengan menjalankan syariat, menjalani tarekat dan menempuh hakikat. Kalau sudah demikian, manusia pun akan sempurna dan ia berada pada maqam tajalli, yaitu memperoleh kenyataan Tuhan. (Musthafa Zakri, 1995: 6).
Tarekat yang merupakan salah satu latihan dalam proses tahalli menurut M. Laily Mansur (1992: 103), merupakan jalan kecil di dalam jalan besar (syariat). Baik jalan besar (syariat) maupun jalan kecil (tarekat) harus dijalani oleh salik), sehingga seseorang akan menjadi muslim sejati. Jalan besar mengandung ajaran-ajaran Islam yang termuat dalam Alquran dan hadits, sedangkan jalan kecil memuat ajaran-ajaran yang memperkuat kepada jalan besar melalui bimbingan dan latihan dari seorang ulama atau syekh mursyid.
Boleh dikatakan semua ajaran tarekat tumbuh dan berkembang di Timur Tengah, ini dapat dilihat dari mana tarekat serta ulama yang mencetuskan atau mendirikan tarekat bersangkutan. Menurut Barmawie Umary (1990: 118), sampai sekarang tercatat tidak kurang dari 98 buah tarekat yang tersebar di dunia. Dari jumlah tersebut yang tergolong tarekat muktabar (bersambung sanadnya kepada Rasulullah dan sahabat) ada 41 buah, dan yang terbesar ada 26 buah.
Di Indonesia ternyata tarekat juga diterima oleh masyarakat sehingga mengalami perkembangan yang pesat dari masa ke masa. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama, dari sisi kesejarahan, agama Islam yang masuk ke Nusantara (Indonesia) di masa lalu merupakan Islam yang bercorak tasawuf atau tarekat, bukan Islam politik yang menekankan kepada pembentukan negara Islam.
Menurut Zamakhsyari Dhofier (1994: 135), para ahli sejarah Islam mengemukakan bukti-bukti perkembangan organisasi tarekat telah ada sejak abad ke- 16, Tarekat Satariah mula-mula dikembangkan oleh Abdurrauf Sinkel di Sumatra lalu menyebar ke Jawa di bawah pimpinan Abdul Muhyi, salah seorang murid Abdurrauf Sinkel. Dari Jawa Barat, kemudian menyebar ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Demikian pula dengan tarekat Qadiriah, bermula dari Aceh di bawah pimpinan Hamzah Fansuri yang selama hidupnya banyak berkelana ke daerah-daerah lain, terutama di Jawa.
Dalam perkembangannya di Jawa, tarekat Qadiriah di bawah pimpinan Syekh Khatib Sambas dipadukan dengan tarekat Naqsyabandiah, sehingga menjadi tarekat Qadiriah-Naqsyabandiah. Sampai dengan abad ke-19, tarekat Qadiriah-Naqsabandiah merupakan tarekat yang paling banyak pengikutnya, disusul tarekat Qadiriah dan Syatariah dan yang lainya yang merupakan tarekat-tarekat kecil. Sampai sekarang perkembangan tarekat Qadiriah-Naqsyabandiah tetap kuat di tengah masyarakat, khususnya di Jawa Timur, yang berpusat di Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang, dan di Jawa Barat dengan pusatnya di Pondok Pesantren Darul Inabah Suryalaya asuhan Abah Anom dan keturunanya.
Kedua, berkembangnya tarekat di masyarakat juga disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang bersifat kejiwaan dan sosial yang mendorong orang hidup bertasawuf, dengan menganut suatu aliran tarekat. Menurut Umary, penyebab orang bertarekat, pertama karena memang dalam diri manusia terselip bakat yang cenderung kepada kehidupan rohaniah; kedua karena reaksi terhadap suatu zaman, misalnya terhadap penguasa yang bertindak sewenang-wenang, ketidakadilan, sehingga menjadikan orang menjauhi kehidupan dunia dengan memasuki tarekat, dan ketiga disebabkan adanya perasaan bosan dan jemu terhadap kehidupan dan kemewahan dunia, lalu memilih hidup bertarekat dengan penuh kesederhanaan dengan mengamalkan zikir tertentu agar lebih dekat kepada Allah.
Di samping bertarekat atau mengamalkan zikir-zikir tarekat, membersihkan hati jua dapat dilakukan dengan puasa. Sebab di dalam puasa yang ditandai dengan lapar, mengurangi tidur, menjaga dari maksiat lahir dan batin, memperbanyak beribadah, amal saleh dan bersedekah. pada dasarkan juga akan menghasilkan hati yang bersih.