Oleh: Yusran Elhuda, S.Ag., M.Pd.I *)
BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Selama bulan suci Ramadhan, Islam membolehkan suami istri berhubungan badan (jima’) di malam hari selama bulan Ramadhan.
Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam Al-Qur’an:
“Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istrimu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima taubatmu dan memaafkanmu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu…” (QS. Al-Baqarah: 187).
Namun, jika seseorang berjima’ di malam hari lalu ketiduran hingga fajar tiba dan belum sempat mandi junub, puasanya tetap sah. Ini didasarkan pada hadis dari Aisyah radhiyallahu ‘anha. “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendapati waktu fajar dalam keadaan junub karena berjima’ dengan istrinya, kemudian beliau mandi dan tetap berpuasa.” (HR. Bukhari No. 1926 dan Muslim No. 1109).
Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa hadis ini menjadi dalil seseorang yang dalam keadaan junub sebelum fajar tetap sah puasanya selama ia mandi sebelum melaksanakan shalat Subuh.
Nah, bagaimana bila berjima’ di siang hari Ramadhan?Berjima’ di siang hari saat sedang berpuasa Ramadhan adalah hal yang dilarang dan memiliki konsekuensi berat.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, disebutkan bahwa seorang lelaki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Wahai Rasulullah, celakalah aku!” Rasulullah bertanya, “Apa yang membuatmu celaka?” Ia menjawab, “Aku telah menyetubuhi istriku di siang hari bulan Ramadhan.” Maka Rasulullah bertanya, “Apakah engkau mampu memerdekakan seorang budak?” Ia menjawab, “Tidak.” Rasulullah bertanya lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Ia menjawab, “Tidak.” Rasulullah bertanya lagi, “Apakah engkau mampu memberi makan enam puluh orang miskin?” Ia menjawab, “Tidak.”” (HR. Bukhari No. 1936 dan Muslim No. 1111).
Dari hadis ini, para ulama sepakat, jima’ di siang hari bulan Ramadhan selain membatalkan puasa juga mewajibkan kifarat, yaitu memerdekakan budak (jika ada dan mampu), jika tidak mampu maka, berpuasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu memberi makan 60 orang miskin.
Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan urutan kifarat ini harus diikuti secara berjenjang, tidak boleh langsung memilih opsi terakhir jika masih mampu melakukan yang pertama atau kedua.
Kesimpulannya, berjima’ di malam Ramadhan diperbolehkan, dan jika seseorang masih dalam keadaan junub hingga fajar, puasanya tetap sah asalkan ia mandi sebelum shalat Subuh.
Berjima’ di siang hari Ramadhan dilarang keras, membatalkan puasa, dan mewajibkan kifarat yang berat. (ful/KPO-3)
*)Wakil Sekretaris I Pimpinan Daerah Dewan Masjid Indonesia Kota Banjarmasin, Wakil Kepala MAN 2 Banjarmasin)