Oleh : Ikhsan Alhaque
Member of Ambin Demokrasi
BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Tak terasa, sekarang Ramadhan 1446 H sudah memasuki pekan ke-tiga. Dimana ibarat sebuah pertandingan atletik, para atlet lari sudah melewati garis 50 meter pertama. Pertanda dalam situasi ini makin dikerahkan tenaga, daya dan upaya, agar sampai ke garis finish yang paling pertama untuk menjadi sebagai pemenang. Yaaa…pemenang Ramadhan dengan segala keberkahannya tentunya.
Namun demikian, tulisan ini tidak mengulas hakekat kemenangan bagi mereka yang berpuasa atau berjuang di jalan Allah selama bulan Ramadhan, juga tidak membahas apa saja keberkahan dibalik pelaksaanaan ritual Ramadhan bagi umat muslim. Biarlah penulis lain yang mengulasnya, akan tetapi disini penulis ingin menyampaikan sudut pandang lain yang cukup menarik untuk di cermati, yaitu bagaimana sebuah tradisi yang dibalut dengan kultur nusantara dan modernisasi bersinergi dalam satu kegiatan yang di beri nama Safari Ramadhan. Safari Ramadhan namanya yang keberadaannya masih eksis hingga kini.
Tradisi yang masih lestari
Di Indonesia, Ramadhan adalah mozaik yang menyatukan ritual, rasa, dan dinamika ekonomi kerakyatan.
Safari Ramadhan, begitulah namanya adalah tradisi dakwah keliling yang digagas sejak tahun 1970-an oleh Pemerintahan Orde Baru, tak hanya menjadi wahana syiar agama, tetapi juga kini bermetamorfosa menjadi denyut aktivitas sosial-ekonomi semua kalangan lintas agama dan kepercayaan.
Bermula dari upaya Orde Baru menyebarkan pemahaman keagamaan yang moderat. Kini Safari Ramadhan menjelma jadi gerakan multidimensi: dari pengajian hingga pasar rakyat, dari buka bersama massal hingga distribusi sembako untuk dhuafa. Di baliknya, tersirat semangat gotong royong yang menjadi ruh dalam kebersamaan menembus sekat keberagaman.
Perkembangannya kini kian inklusif. Pasar Ramadhan, misalnya, menjadi jantung ekonomi mikro. Ribuan atau jutaan UMKM menggelar berbagai kuliner khas seperti kolak, es blewah, atau ketupat batumis maupun kebutuhan Ramadhan lainnya seperti alat shalat, baju koko, kopiah dan lain-lain.
Pasar Ramadhan ini mampu menciptakan geliat transaksi yang menggerakkan roda ekonomi baik warga di desa dan kota.
Lalu, buka bersama (Bukber) tak lagi sekadar ritual belaka, melainkan menjadi ruang silaturahmi yang meruntuhkan sekat kelas sosial. Sementara program Ramadhan Berbagi mengajak masyarakat agar menyisihkan rezekinya untuk yatim dan janda maupun dhuafa.
Kegiatan model semacam ini semakin menegaskan puasa adalah sekolah empati massal. Di sinilah, nilai spiritual dan ekonomi berkelin dan setiap rupiah yang dibelanjakan di pasar tradisional atau mall-mall bintang 5, adalah sedekah yang mengalirkan berkah kesegenap lapisan masyarakat .
Keunikan Ramadhan di Indonesia, terletak pada kemampuannya merangkul pluralitas dan mengubahnya dari ritual ibadah agama Islam menjadi aksi kolektif untuk semua golongan, tidak mempersoalkan latar belakang SARA-nya .
Berbeda halnya dengan kebanyakan yang terjadi di beberapa kawasan seperti Timur Tengah, yang memusatkan Ramadhan pada kemewahan hidangan atau iftar mewah di hotel, atau Malaysia yang mengandalkan Bazaar Ramadhan megah ala mall, Indonesia memilih jalan kerakyatan: pasar tenda di pinggir jalan, takjil buatan tetangga, atau sahur on-the-road untuk pekerja shift malam atau para musafir.
Di Turki, Ramadhan diwarnai pemberkatan pide.(roti khas) di toko-toko, sementara di Senegal, masyarakat menggelar ndogou (berbagi makanan antarkeluarga).
Namun, Indonesia unggul dalam memadukan kesalehan individu dengan gerakan ekonomi berbasis komunitas.
Inklusivitas Ramadhan
Nilai-nilai khas ini, gotong royong, inklusivitas, dan ekonomi berbagi adalah modal sosial yang penting terus dilestarikan menuju Visi Indonesia 2045. Solidaritas dalam buka bersama melatih kemampuan kolaborasi, geliat UMKM di Pasar Ramadhan mencerminkan kreativitas dan ketahanan ekonomi lokal, sementara tradisi berbagi menguatkan fondasi keadilan sosial.
Di era digital, nilai-nilai ini bisa di ejawantahkan dalam inovasi seperti platform donasi online, e-commerce UMKM syariah, atau edukasi agama via konten kreatif.
Praktek Ramadhan di Indonesia, sebenarnya mengajarkan kemajuan bukan hanya tentang infrastruktur, tetapi juga tentang memelihara tali kemanusiaan.
Visi 2045 yang bercita-cita Indonesia maju dan berdaulat akan terwujud jika spirit Ramadhan, kerja sama, kepekaan sosial, dan keberpihakan pada yang lemah, harusnya menjadi DNA kolektif yang telah mengkristal bagi bangsa ini.
Seperti purnama yang menyinari gelap, Safari Ramadhan adalah pengingat : masa depan gemilang dibangun dari ikhtiar bersama, satu takjil, satu doa, satu langkah.
Selamat menjalankan Ramadhan…. (ful/KPO-3)