BANJARBARU, Kalimantanpost.com – “Adili Jumran” Menggema saat Unjuk Aksi Solidaritas Jurnalis Wanita Banjarbaru. Sejak pukul 15.30 Wita, satu persatu wartawan dari berbagai organisasi jurnalis dan lintas organisasi menghadiri aksi unjuk solidaritas atas meninggalnya Jurnalis Wanita Juwita. Mereka berkumpul di Tugu Nol Kilometer Banjarbaru dalam aksi simbolik bertajuk “Justice For Juwita”, Kamis (3/4/2025).
Para pengunjuk rasa memajang spanduk yang di antaranya bertuliskan Justice For Juwita, Usut Tuntas Kasus Juwita dan lain-lain. Unjuk rasa diawali doa bersama yang dipimpin aktivis tahun 90-an H. Sukrowardi, dilanjutkan dengan teriakan: “Adili Jumran”. “Lawan….lawan…”
“Korban saudara kita, satu profesi dengan kita,” ungkap salah satu pengisi orasi yang dilanjutkan pembacaan puisi oleh salah seorang pengunjuk rasa, Duka Juwita Luka Kami.
Kemudian, femisida menggema di sela aksi orasi dari lintas organisasi yang dibarengi dengan aksi solidaritas untuk Juwita, jurnalis muda asal Banjarbaru, yang menjadi korban pembunuhan oleh oknum anggota TNI Angkatan Laut (AL), Jumran.
Dalam aksi tersebut, massa membentangkan spanduk yang menyebutkan bahwa Juwita adalah korban femisida. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah femisida artinya pembunuhan seorang perempuan oleh laki-laki karena kebenciannya terhadap perempuan.
Salah satu peserta aksi solidaritas untuk Juwita yang hadir di tengah ratusan massa adalah Hudan Nur. Ia mengatakan, korban femisida adalah korban yang pelakunya dekat dengan korban dan ada kaitannya dengan seks.
“Kalau hanya pembunuhan berencana dan pembunuhan biasa itu terjadinya sama. Bisa jadi kalau pembunuhan berencana itu antara pelaku dengan korban tidak ada kaitannya (hubungan, red),” katanya.
Dalam aksi solidaritas, Hudan menyuarakan bahwa Juwita menjadi korban femisida yang dilakukan oleh Jumran. Ia mengungkapkan, belakangan diketahui Jumran bukanlah kekasih Juwita.

Hudan yang juga pegiat Akademi Bangku Panjang Mingguraya (ABPM) ini mengatakan, pihaknya mengetahui hal tersebut, setelah adanya informasi dari pihak keluarga Juwita. Di mana, pada awalnya tidak ada hubungan antara Juwita dengan Jumran.
Ia menerangkan, informasi jika Juwita dan Jumran adalah sepasang kekasih perlu diklarifikasi. Apakah memang sebagai kekasih atau dugaan rudapaksa yang dialami Juwita pada Desember 2024 itu yang menjadikan Jumran dan Juwita kekasih yang dipaksakan.
“Hingga akhirnya informasi yang disampaikan ke kita, kaitan rencana perkawinan yang direncanakan pada bulan Mei 2025,” cetus Hudan.
Kuasa hukum keluarga Juwita, C Oriza Sativa Tanau yang hadir dalam aksi solidaritas ini turut mengamini apa yang disampaikan Hudan. Berdasarkan informasi yang didapat, Juwita dan Jumran bukanlah sepasang kekasih.
“Setelah perbuatan rudapaksa yang dialaminya, Juwita memanggil Jumran. Setelah datang, bersedia bertanggung jawab, jadi dia (Jumran, red) yang bersedia bertanggung jawab,” bebernya.
Oriza menuturkan, keluarga Juwita ingin meminta pertanggungjawaban atas perbuatan dugaan rudapaksa yang dilakukan Jumran terhadap Juwita. Namun, Jumran diketahui bersedia bertanggung jawab dengan menikahi Juwita.
Dari janji menikah inilah, masih kata Oriza, Juwita disinyalir terbujuk dan menganggap Jumran sebagai kekasih. Pasalnya, sudah ada tanggal yang ditetapkan untuk pernikahan keduanya.
“Hubungan itulah yang dianggap sebagai (sepasang) kekasih. Jadi (Juwita dan Jumran) bukan pada umumnya orang pacaran dan saling dekat. Bukan,” tuntasnya.
Kemudian, orasi pun dilanjutkan oleh Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Kalimantan Selatan (Kalsel) Hj Sunarti, dalam orasinya mengungkapkan satu persatu motif pembunuhan mulai terbuka transparan.
“Kami juga minta jurnalis khususnya perempuan agar ada jaminan keamanan selama 24 jam, supaya tak ada korban Juwita-Juwita lainnya,” paparnya.
Menurut Pimpinan Redaksi Kalimantan Post ini, jumlah jurnalis wanita sangat terbatas jumlahnya, karena itulah ia mengajak semua jurnalis dari organsiasi yang tergabung, apakah PWI, IJTI, SMSI, AMSI dan lainnya bersatu mengawal kasus kematian Juwita agar tak terkotak-kotak.
Bahkan dalam orasi itupun, Ketua DPRD Kota Banjarbaru, Gusti Rizki juga mengapresiasi dengan pengawalan kasus pembunuhan Jurnalis Banjarbaru tersebut.
Koordinator Aliansi Keadilan Untuk (AKU) Juwita, Suroto, meminta agar kasus ini ditangani secara transparan. “Tidak ada yang ditutupi, baik motif, kasus, siapa yang terlibat, dan apa saja yang dilakukan pelaku,” ujarnya.
Suroto menegaskan bahwa pelaku harus dihukum seberat-beratnya, termasuk hukuman mati.
“Kami berharap dihukum mati, karena nyawa harus dibayar dengan nyawa. Kami tidak menerima negosiasi apa pun,” katanya.
Setelah orasi berlangsung sekitar satu jam, semua perwakilan jurnalis dari lintas organisasi kemudian membubuhkan tanda tangan, dan mereka meninggalkan lokasi Tugu Nol Kilometer Banjarbaru. (Tim/KPO-1)