Oleh: Ahmad Syawqi
Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin
Pada April ini, ada momen istimewa untuk gerakan literasi, yaitu Hari Buku Sedunia (Internasional), sebagai hari perayaan tahunan yang jatuh pada tanggal 23 April yang diadakan oleh UNESCO bertujuan untuk memberikan penghargaan kepada buku-buku dan para penulis serta mempromosikan budaya membaca, penerbitan dan hak cipta.
Terkait dengan perayaan hari buku ini, saya teringat sebuah pepatah yang mengatakan “khoiru jaliisin fi zamaani kitaabun” yang artinya “Sebaik-baik temen duduk adalah buku”. Bahkan Muhammad Hatta bapak Proklamator kita juga pernah mengungkapkan bahwa “Aku Rela Dipenjara Asalkan Bersama Buku Karena Dengan Buku Aku Bebas”.
Selama ini kita lebih banyak menganggap bahwa temen terbaik kita adalah teman yang mampu memberikan kebaikan atau mereka yang memiliki peran yang cukup besar dalam merangkai kesuksesan hidup kita. Itulah sahabat. Ketika sahabat baik itu dinisbatkan pada buku, tentu belum banyak manusia yang mewujudkan-mengamini kebenaran dari pernyataan itu. Penting untuk diketahui dan satu hal yang pasti bahwa ada sahabat yang tidak akan pernah membuat kita kecewa, tidak pernah menyakiti hati, bahkan tidak akan mampu menyelisihi hati kita. Dia itu adalah buku dan jika kita ingin mengubah buku sebagai sahabat.
Maka, siapakah pihak yang paling diutamakan untuk segera menjadikan buku sebagai sahabat mulia. Sejatinya semua manusia tanpa terkecuali, tetapi bisa dikhususkan kepada manusia-manusia yang berkecimpung di kampung keilmuan, baik kiai, dosen, guru, pustakawan, mahasiswa, dan para praktisi-akademisi yang memang punya minat besar pada perkembangan ilmu pengetahuan.
Mereka yang wajib untuk memosisikan buku sebagai menu utama dalam hidup, mereka memilih buku sebagai karib setia, memperbanyak koleksi teman berupa buku. Buku-buku bergenre apa pun, baik fiksi atau pun tidak, seyogianya adalah target paling utama untuk dapat diwujudkan dan segera berubah menjadi sahabat.
Bersahabat dengan buku tidak ada istilah ruginya dan investasi adalah dengan mengoleksi banyak buku, tidak hanya tanah atau bongkahan emas. Dari buku mereka dapat menghebatkan, memampukan, mengasah, mempertajam, dan memperhalus insting juga naluri wawasan keilmuannya.
Untuk pustakawan yang tentunya sehari-hari sudah bersahabat dengan buku, tidak cukup berhenti di situ. Ia pun harus punya kebiasaan membaca buku-buku yang telah digunakan teman setianya. Jangan hanya berhentilah pada tataran mengoleksi, walau hal ini adalah bagus, karena mungkin saja karena kesibukan belum digunakan untuk membacanya. Menjadi guru yang memiliki kolektor banyak buku, membuat anggaran sendiri untuk membeli buku setiap bulannya, misalnya. Sebagai hasil bijak, itu adalah contoh pilihan cerdas, dan itu yang visioner demi sebuah harga besar untuk diri dan keilmuannya.
Pengaruh Buku
Berbicara mengenai buku memang sangat besar sekali pengaruhnya terhadap kehidupan umat manusia. Bagaimana tidak, agama Islam berkembang melalui buku (Al-Qur’an) yang idipelajari isinya sehingga terungkap semua ilmu pengetahuan yang ada di dalamnya, dan semakin hari semakin berkembang. Kita tahu dari sejarah bahwa saat Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu, sebagian dari para sahabat yang bisa menulis yang menulis wahyu tersebut pada kayu, pelepah kurma, dan bahkan pada tulang unta. Pada masa tersebut belum terdapat kertas, jadi mereka menuliskannya di mana saja, namun Al-Qur’an saat itu belum dibukukan seperti sekarang ini.
Sebuah revolusi dilakukan oleh Sahabat Utsman ra, yang mengkhawatirkan bagaimana nasib Al-Qur’an jika para sahabat penghafal Al-Qur’an banyak yang gugur di medan perang. Al-Qur’an pertama pada kulit unta yang sudah disamak atau dikeringkan. Terdapat enam Al-Qur’an yang pertama ditulis tersebut. Ke-enam Al-Qur’an tersebut kemudian disebarkan di negara-negara Islam, dan juga diperintahkan untuk mengkopinya. Tercatat dalam sejarah adalah peradaban Cina yang menyumbangkan kertas bagi Dunia. Adalah Tsai Lun yang menemukan kertas dari bahan bambu yang mudah didapat di seantero Cina pada tahun 101 Masehi. Penemuan ini akhirnya menyebar ke Jepang dan Korea seiring menyebarnya bangsa-bangsa Cina ke timur dan berkembangnya peradaban di kawasan itu meskipun pada awalnya cara pembuatan kertas merupakan hal yang sangat rahasia. Pada akhirnya, teknik pembuatan kertas tersebut jatuh ke tangan orang-orang Arab pada masa Abbasiyah terutama setelah kalahnya pasukan Dinasti Tang dalam Pertempuran Talas pada tahun 751 Masehi di
mana para tawanan-tawanan perang mengajarkan cara pembuatan kertas kepada orang-orang Arab sehingga pada zaman Abbasiyah, muncullah pusat-pusat industri kertas baik di Bagdad maupun Samarkand dan kota-kota industri lainnya, kemudian menyebar ke Italia dan India, lalu Eropa serta ke seluruh dunia.
Dari penggalan sejarah di atas kita bisa tahu bagaimana sejarah hadirnya sebuah buku di dunia ini, dan juga dikatakan bahwa kertas tersebut menyebar ke seantero Eropa. Jadi bisa dikatakan, berkat buku jugalah bangsa-bangsa Eropa bangkit dari keterpurukannya. Mereka, orang-orang Eropa mempelajari semua temuan ilmuwan Islam tersebut dari buku-buku yang mereka terjemahkan ke dalam bahasa mereka masing-masing. Mereka para ilmuwan Muslim tidak hanya mendalami isi Al-Qur’an, namun juga menuliskan apa yang menjadi temuan mereka.
Buku memang dapat berpengaruh besar dalam kehidupan seseorang. Namun kita juga harus jeli atau teliti dalam membaca sebuah buku. Buku dan menulis mempunyai sebuah pengaruh, namun jauh sebelum kertas di temukan terlebih dahulu tulisan sudah ada di dunia ini. Jadi, bukanlah buku yang dapat mengubah pola pikir manusia melainkan isi atau tulisan dari buku tersebut.