Oleh : Nor Aniyah, S.Pd
Penulis, Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi
Presiden Prabowo Subianto diketahui memanggil sejumlah konglomerat mulai dari Bos Agung Sedayu Group yakni Sugianto Kusuma (Aguan) hingga pemilik Barito Pacific yakni Prajogo Pangestu di Istana Kepresidenan, Jakarta beberapa waktu lalu. Nama taipan lain seperti Garibaldi Thohir (Boy Thohir), Franky Oesman Widjaja, Dato Sri Tahir, James Riady, hingga Tomy Winata juga tampak hadir dalam pertemuan tersebut.
Sehari setelah pertemuan dengan konglomerat RI Presiden juga sempat melakukan diskusi dengan miliarder dan investor asal Amerika Serikat (AS) Raymond Thomas Dalio atau Ray Dalio pada Jumat (7/3). Alasan Presiden mengundang para taipan ke istana untuk memberikan pandangan kritis dan pengalaman melakukan investasi agar pengelolaan aset-aset Indonesia dapat dilakukan sebaik-baiknya dan sehati-hatinya (ccnindonesia.com).
Upaya ini diduga kuat terkait pengelolaan dana pada Badan Pengelola Investasi Danantara karena dihadiri sejumlah pengawas dan pengurus Danantara. Pemerintah nampaknya menutup mata atas realitas, para konglomerat itu justru yang selama ini menimbulkan banyak masalah. Misalnya, Sugianto Kusuma alias Aguan yang ikut berperan dalam sejumlah pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah seperti Swissotel Nusantara dan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 (ccnindonesia.com).
Undangan Presiden kepada para konglomerat itu semakin menampakkan secara terang-terangan negara justru menjadikan urusan rakyat sebagai lahan bancakan bagi para pemilik modal. Negara telah tergadai di tangan para taipan. Akhirnya, rakyat menjadi korban kebijakan dan ketidakadilan.
Kepemimpinan dzalim ini adalah konsekuensi logis penerapan sistem sekuler Demokrasi Kapitalisme dalam kehidupan bernegara. Penguasa seenaknya sendiri mengatur negara. Namun, membuat rakyat sengsara. Sebab, prinsip negara sekuler Demokrasi Kapitalisme mengabaikan syariat dan mengutamakan keuntungan. Karena itu, kedaulatan hukum harus di tangan manusia, agar bisa diotak-atik sesuai kebutuhan.
Semua problematika hari ini berpangkal dari sistem yang diterapkan oleh negara, yaitu Kapitalisme-sekuler. Sistem ini hanya mengenal kebebasan dan hedonisme. Semua tindakan dianggap bebas tiada pertanggungjawaban di akhirat.
Berbeda dengan paradigma kepemimpinan di dalam Islam yang niscaya membawa keberkahan di dunia dan di akhirat. Sehingga rakyat akan memperoleh kemaslahatan dengan baik. Islam menjadikan penguasa sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung). Rasulullah SAW bersabda: “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. al-Bukhari).
Di hadis lain dijelaskan Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu junnah (perisai) yang orang-orang akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya”. (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud).
Makna raa’in mewajibkan sosok penguasa mengurus umat dengan benar sebagaimana yang syariat perintahkan. Dia yang bertanggung jawab atas nasib rakyatnya yang dibangun atas dasar perintah syariat, bukan hasil kesepakatan penguasa dengan konglomerat. Adapun makna junnah mewajibkan penguasa menjaga masyarakat dari segala hal yang membahayakan.
Keberadaan penguasa Islam sebagai junnah akan menutup segala celah yang akan membahayakan umat, termasuk memberi ruang kepada para konglomerat memberi saran terhadap pandangan kebijakan negara. Pasalnya, mereka tidak akan mungkin memberi pandangan untuk kemaslahatan rakyat. Karena pandangan-pandangan mereka hanya akan menguntungkan mereka sebanyak mungkin.
Model kepemimpinan raa’in dan junnah akan menjadikan negara memiliki wibawa dan independensi mengatur kedaulatan negara seperti yang diperintahkan Islam. Untuk menjalankan kewajiban sebagai raa’in dan junnah Islam juga telah memberi seperangkat aturan yang menyolusi seluruh problem masyarakat. Seperangkat aturan ini wajib diterapkan sebagai sistem kehidupan.
Islam memiliki sistem ekonomi yang membuat negara mampu menyejahterakan rakyatnya. Salah satu bentuk penerapan sistem ekonomi Islam adalah negara wajib menjadikan pihak yang memelihara urusan sandang, pangan, dan papan rakyatnya bisa tercukupi. Dengan demikian, kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan, semuanya pun akan terjaga. Jaminan ini bisa membuat rakyat hidup sejahtera. Hal ini sudah jelaskan oleh Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitabnya Nidzamul Iqtishadi fil Islam (Sistem Ekonomi Islam).
Islam juga memiliki sistem keuangan yang membuat negara mampu menyejahterakan rakyatnya, dengan ketersediaan anggaran yang kuat dan berkelanjutan. Sistem keuangan ini bernama Baitul Maal. Baitul Maal memiliki tiga pos pemasukan, yaitu pos kepemilikan umum, pos kepemilikan negara, dan pos zakat. Setiap pos memiliki aliran pemasukan dan pengeluaran masing-masing. Tata kelola keuangan negara seperti ini membuat negara bisa independen tidak bergantung pada investasi konglomerat untuk membangun negeri. Hanya saja kepemimpinan Islam tidak akan pernah bisa diterapkan dan dirasakan umat kecuali dalam sistem pemerintahan Khilafah.
Sangatlah penting aktivitas menyadarkan umat bahwa sistem kepemimpinan sekuler Demokrasi Kapitalisme sangat busuk karena kebatilan sistem itu sendiri. Maka tidak layak umat Islam mengambil sesuatu yang jelas-jelas terlihat kebusukannya dan keharamannya. Sementara Islam bukan sekadar agama. Melainkan sistem kehidupan yang langsung dicontoh Rasulullah SAW suri teladan terbaik.
Sudah semestinya umat kembali pada sistem Islam. Aktivitas penyadaran pasti membutuhkan aktivitas politis dari partai politik Islam ideologis. Sebuah partai politik yang mengikuti metode dakwah Rasulullah SAW untuk mewujudkan sistem kepemimpinan Islam. Hanya saja sistem tersebut hingga saat ini belum terwujud, maka sudah menjadi kewajiban bagi seluruh umat untuk terlibat dalam upaya mewujudkannya. Sebab, jika fardhu kifayah itu belum tuntas terlaksana, yakni tegaknya kepemimpinan Islam maka fardhu itu menjadi fardhu ‘ain bagi setiap Muslim.
Paradigma kepemimpinan Islam adalah pemimpin sebagai raa’in dan junnah, yang akan mengurus umat dengan benar dan menjaga mereka dari segala hal yang membahayakan. Umat harus menyadari kebusukan sistem kepemimpinan sekuler demokrasi kapitalisme. Begitu luar biasanya sistem Islam, mestinya keberadaannya menjadi impian bagi setiap Muslim, termasuk penguasanya. InsyaAllah dengan menerapkan sistem ini, dengan fondasi akidah Islam, pasti akan mencapai kejayaaan sebagaimana pernah terwujud dalam sejarah panjang kekhilafahan Islam.