Oleh : Haritsa
Pemerhati Generasi dan Kemasyarakatan
Pemerintah terus berupaya melakukan terobosan untuk mencapai target bidang pangan. Setelah lumbung pangan atau food estate tidak begitu berhasil, kini pemerintah mengenalkan konsep petani berbudaya korporasi atau korporasi pertanian (corporate farming). Beberapa daerah di pulau Jawa sudah menerapkan korporasi pertanian, seperti Kebumen. Provinsi Kalimantan Selatan juga merancang program korporasi pertanian ini dan memasukkannya ke RPJMD 2025-2029. Sejumlah pihak menilai positif konsep ini sebagai solusi peningkatan pertanian, bahkan mewujudkan revolusi pertanian.
Konsep korporasi pertanian mengacu pada kelompok petani yang menerapkan prinsip serta praktik budaya korporasi dalam kegiatan pertanian mereka. Ini menandai pergeseran dari sistem individual menuju model yang lebih terorganisir. Para petani melakukan perseroan dalam menggarap lahan-lahan mereka agar berproduksi optimal. Perseroan petani atau model perusahaan tani menguatkan orientasi bisnis petani sehingga menjadi jembatan untuk peningkatan produksi pertanian dan negara mencapai ketahanan dan swasembada pangan. Petani untung, rakyat sejahtera. Bisakah korporasi pertanian menjawab kesejahteraan petani dan kebutuhan pangan rakyat?
Orientasi Kapitalisme
Berbagai langkah dan kebijakan terus dilakukan oleh pemerintah. Nyatanya belum mampu menyelesaikan masalah secara menyeluruh. Pemerintah melihat masalah hanya pada tataran teknis bukan strategis. Swasembada yang digembor-gemborkan pemerintah hanya sekedar jargon tanpa realisasi.
Sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini dan secara global memang hanya berorientasi pada peningkatan produksi. Mekanisme konsumsi dan distribusi diserahkan pada pasar bebas dan kapitalisasi. Dalam fokus peningkatan produksi, sistem ini mengorbankan petani yang tetap tidak berdaya pada kekuatan pemilik modal atau kapitalis dan korporasi mereka. Mulai dari kepemilikan lahan, ketersediaan modal hingga saprotan. Perusahaan saprotan (pupuk, benih, pestida), perusahaan penyedia lapak pemasaran hingga korporasi yang menguasai lahan serta korporasi penyedia modal, yaitu bank-bank mendominasi dan mengendalikan bidang pertanian.
Di negara dedengkot kapitalisme, yaitu Amerika Serikat, empat korporasi besar bidang pertanian menguasai lebih 40 persen pasar pertanian (farmaid.org, 16/01/2025). Kondisi ini dinilai tidak sehat dan membuat kerugian pada petani, konsumen dan lingkungan hidup. Kelebihan produksi pertanian di negara maju di ekspor ke negara lain atau dibiarkan teronggok di gudang-gudang.
Di negeri ini rakyat pun kesulitan mengakses pangan karena daya beli yang melemah. Rakyat tidak hanya perlu makan saja, tapi mereka perlu sandang dan papan serta kebutuhan pendidikan, kesehatan. Tidak sedikit realita kebutuhan pangan ditekan karena rakyat harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lain. Produksi melimpah bukan jaminan akan diserap rakyat. Contoh sederhana, panen buah melimpah tapi banyak yang berakhir membusuk. Petani bangkrut saat panen berlimpah karena harga anjlok dan panen tidak terserap pasar padahal petani sudah mengerahkan modal yang besar. Apakah pemerintah peduli dengan fakta ini?
Pertanian dalam sistem kapitalisme yang hanya berorientasi produktivitas tidak akan memenuhi kedaulatan pangan sesungguhnya. Sistem sekuler kapitalisme telah melahirkan tata kelola yang rusak lagi merusak. Peran negara hanya regulator dan korporasi mengendalikan. Petani dan rakyat akan tetap menjadi korban yang diperparah hegemoni pasar bebas dan liberalisasi perdagangan. Politik ekonomi negara tidak lagi bertujuan untuk menyejahterakan rakyat, melainkan hanya mengejar angka pertumbuhan ekonomi semata.
Dalam Islam, ketahanan pangan adalah bidang strategis yang akan sangat diperhatikan negara. Kedaulatan pangan harus terwujud dalam satu sistem pengelolaan negara, bukan sebatas memandirikan petani atau kelompok tani. Bukan pula perkara teknis seperti apakah petani berproduksi secara individual atau dengan syirkah, yakni persekutuan modal.
Politik ekonomi dalam Islam, menjamin pemenuhan semua kebutuhan pokok setiap individu rakyat dan memudahkan rakyat memenuhi kebutuhan sesuai kemampuan. Posisi negara adalah sebagai roin, yaitu pengurus rakyat dengan menerapkan hukum-hukum syariat secara kaffah. Negara mendorong produksi pertanian dengan motivasi ruhiyah/ spiritualitas. Sistem Islam juga akan menunjang produksi pertanian dengan kemampuan industri berat yang harus diadopsi negara. Industri berat memproduksi barang strategis seperti energi dan mesin-mesin serta alat berat. Industri berat beriringan dengan kewajiban negara mengelola kepemilikan umum seperti barang tambang berdeposit berlimpah.
Pengelolaan kepemilikan umum dan kepemilikan negara juga membuat negara mampu membangun infrastruktur pertanian seperti irigasi, bendungan dan jalan-jalan serta pasar-pasar. Hal ini karena negara juga mengelola dan meregulasi bentang alam kepemilikan umum seperti hutan, laut, sungai danau dan memastikan rakyat memperoleh manfaat kepemilikan kolektif tersebut.
Negara juga akan memudahkan petani dalam memperoleh modal dan mendistribusikan produksi pertanian. Aspek distribusi dan konsumsi juga akan diperhatikan oleh negara dengan visi politik ekonomi negara.
Negara juga mencegah distorsi pasar dan harga dengan menghapus praktek dalam permodalan, pertengkulakan dan penimbunan dan semua praktek muamalah yang tidak sesuai syariat.
Dan yang sangat penting dalam kepemimpinan Islam adalah penghargaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Negara akan mendorong riset-riset ilmu pengetahuan termasuk dalam ilmu pengetahuan terapan pertanian. Negara dan masyarakat tidak akan mengabaikan riset, ilmu pengetahuan dan para pakar yang mengembangkannya.
Keshahihan visi negara akan menjadikan negara mampu mewujudkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan.
Hanya dengan penerapan Islam secara menyeluruh dalam negara Khilafah, krisis pangan benar-benar akan tersolusi dengan tuntas. Wallahu alam bis shawab.