Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Menyerahkan Pencapaian Swasembada Pangan di Tangan Petani Muda

×

Menyerahkan Pencapaian Swasembada Pangan di Tangan Petani Muda

Sebarkan artikel ini

Oleh : Ganet Dirgantara
Pemerhati Pertanian

Dewasa ini petani muda atau petani milenial mendominasi sentra-sentra pertanian. Sebagian mereka meneruskan pekerjaan orang tua tetapi sebagian lagi merupakan kalangan muda yang tengah merintis karir sebagai petani.

Baca Koran

Kementerian Pertanian Republik Indonesia telah menetapkan arah dan kebijakan untuk fokus pada regenerasi petani dengan program utama penumbuhan 2,5 juta petani milenial yang dimulai sejak 2020 hingga 2024.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 434 Tahun 2021, terdapat 2.213 petani milenial di seluruh Indonesia yang telah berkontribusi pada berbagai sub sektor pertanian, seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, hingga peternakan.

Dari sisi demografi usia produktif dewasa ini diisi generasi yang lahir periode 1981-1996 atau yang sekarang ini berusia 29-44 tahun. Artinya, petani muda (milenial) mayoritas berada pada rentang usia tersebut.

Sesuai dengan program Asta CIta yang digulirkan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang di antaranya pencapaian swasembada pangan (butir 2) dan membangun dari desa (butir 6), maka dukungan dari petani muda sangat penting untuk mewujudkan program tersebut.

Dalam Jurnal Ilmiah Membangun Desa dan Pertanian (JIMDP) yang diterbitkan di tahun 2024 terdapat tiga hal yang menjadi karakteristik petani milenial yakni petani yang meneruskan profesi orang tuanya, petani yang lahir karena pendidikan (lulusan sarjana pertanian/ peternakan), dan petani yang lahir karena hobi.

Petani muda ini yang seharusnya menjadi agen perubahan di desa-desa untuk mengajak anak-anak muda lainnya agar bisa berkarir sebagai petani. Namun begitu, data Badan Pusat Statistik di bulan Agustus 2022 menyebutkan penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian masih di bawah 30 persen.

Di sini peran petani milenial sangat penting untuk membuktikan penghasilan di sektor pertanian tidak kalah dengan manajer perusahaan terkemuka. Komunikasi di kalangan anak-anak muda menjadi kunci untuk menjadikan desa sebagai sentra pertanian.

Dewasa ini banyak dari kalangan muda yang enggan untuk bertani serta memilih untuk menjadi pekerja pabrik atau mencari peruntungan dengan berdagang di kota-kota besar. Kondisi ini membuat jumlah petani di Indonesia masih rendah, termasuk yang dialami desa-desa yang selama ini dilewati saluran irigasi.

Baca Juga :  Laskar Pelangi

Sedangkan di sisi lain komunikasi di kalangan muda di desa-desa belum terlihat masif terkait pengembangan pertanian meski perangkat dan wadah sudah terbentuk seperti adanya kelompok tani dan Karang Taruna. Intervensi dari pemerintah dan swasta dengan memberikan edukasi di bidang pertanian menjadi kunci.

Edukasi

Edukasi terhadap petani yang tengah merintis karir baik di perkotaan maupun di desa-desa hendaknya harus memperlihatkan bahwa bertani itu mudah. Peran penyuluh lapangan baik dari pemerintah maupun swasta sangat penting karena merekalah yang kerap bersentuhan dengan petani.

Percontohan atau demplot (demonstrasi plot) untuk memperlihatkan teknologi terkini di bidang pertanian menjadi salah satu upaya menarik kalangan muda. Banyak dari yang semula awam bertanam dengan hadirnya demplot pada akhirnya tertarik untuk mencoba.

Kekhawatiran dalam bercocok tanam adalah gagal panen dan yang berikutnya adalah kepastian penjualan. Kedua hal ini memang menjadi kekhawatiran petani baik yang sudah ahli maupun pemula. Sehingga penting untuk mengikuti petunjuk dari penyuluh lapangan terkait budi daya yang ingin dikembangkan.

Di era teknologi ini produsen benih terus mengembangkan benih unggul untuk memberikan hasil yang maksimal bagi petani. Sebagai contoh tanaman melon dan semangka yang dikembangkan sekarang ini ternyata minim penggunaan pupuk dan pemakaian air. Sehingga sangat cocok dikembangkan di lahan-lahan yang tidak beririgasi.

Produsen benih sendiri saling berlomba untuk mengembangkan benih unggul yang tahan terhadap penyakit dan cuaca. Petani akan percaya terhadap suatu produk apabila benih tersebut mampu memberikan hasil yang maksimal dan minim pemeliharaan.

Salah seorang pimpinan perusahaan benih menyebut kunci dari pengembangan benih yang disukai petani adalah melalui riset dan pengembangan. Memang bukan perkara yang mudah. Investasi terbesar perusahaan benih memang terletak di bidang riset dan pengembangan.

Sedangkan untuk penjualan saat ini sudah banyak aplikasi di bidang pertanian yang bisa mengetahui harga produk di pasaran. Dengan cara demikian petani dapat terhindar dari kerugian karena menjual di bawah harga pasar. Tak hanya itu dengan teknologi, petani juga kian dimudahkan untuk membuat hasil panennya dapat disimpan dalam jangka panjang.

Sebagai contoh komoditas cabai yang apabila dijual apa adanya akan memiliki batas waktu. Namun tidak demikian halnya apabila diolah menjadi cabai bubuk atau cabai kemasan. Sehingga penting di sektor pertanian untuk menciptakan peluang dari hulu ke hilir.

Baca Juga :  Hukum Rimba Jalan Raya

Menggugah

Upaya menggugah generasi muda untuk menjadi petani bukan perkara yang mudah. Sebagai gambaran, ada desa di Jawa Barat yang sudah dilewati saluran irigasi namun tidak banyak generasi mudanya yang terjun di bidang pertanian. Mayoritas malah lebih suka menjadi pekerja pabrik yang sudah ada di kawasan itu.

Apabila pemerintah ingin menciptakan swasembada pangan, maka SDM di sektor pertanian juga harus diperhatikan. Regenerasi harus mulai tercipta, baik melalui keluarga petani maupun lulusan perguruan tinggi khususnya lulusan pertanian dan peternakan.

Kisah sukses dari petani muda sebenarnya sudah banyak. Hanya saja terkadang hal ini luput dari publikasi. Faktor persaingan di kalangan petani menjadi salah satunya. Di sini perlunya pusat pelatihan (learning center) bagi petani.

Lewat pusat pelatihan yang disediakan secara cuma-cuma maka setiap orang dapat mempelajari cara bertanam secara komersil. Meski wadah ini terbatas, namun berhasil menggugah petani di perkotaan untuk menjadi petani meski di lahan terbatas.

Pusat pelatihan ini tidak hanya disediakan pemerintah, tetapi juga swasta. Tujuannya tentunya serupa yakni untuk menciptakan ekosistem pertanian yang pada akhirnya dapat mewujudkan swasembada pangan.

Seperti di DKI Jakarta sendiri sudah banyak tersedia pusat pelatihan agar peminat pertanian bisa berlatih dan bertukar pengalaman. Sebenarnya keberhasilan sektor pertanian saat ini bukan terletak kepada penanganan penyakit dan cuaca, tetapi lebih kepada kemauan dan ketekunan dari pelaku di bidang pertanian.

Selain itu, pintar untuk membaca pasar. Banyak harga produk pertanian jatuh karena petani terjun bareng-bareng di komoditas yang sama. Akhirnya ketika panen bersamaan membuat harga jatuh. Tatkala harga jatuh biasanya para pemula langsung tidak lagi berhasrat untuk menggarap untuk menjadi petani.

Di sini kembali peran pemerintah dan sektor swasta untuk memberikan bimbingan terutama bagi petani pemula agar mereka merasakan manfaat dari bercocok tanam. Sebagai negara agraris seharusnya sektor ini bisa menjadi tulang punggung ekonomi.

Iklan
Iklan