BANJARMASIN – Kalimantan Post.com – Pengusaha kaya asal Jakarta belum ditetapkan penyidik Dit Reskrimsus Polda Kalsel sebagai tersangka, dugaan TPPU jual beli batu bara sebiklai Rp 16 Miliar (M)
Kasus yang dilaporkan atas dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jual beli batu bara Rp 16 M, dua yang disebut “Grazy Rich” Jakarta yang belum ditetapkan sebagai tersangka
Semua terkait jual beli batu bara sebanyak 15.000 Metrik Ton (MT), senilai Rp16.162.500.000 atau Rp16 miliar lebih.
Dari keterangan, Rabu (23/4/2025) Komisaris PT Semesta Borneo Abadi (PT SBA) atas nama Abdul Gafar Rehalat SH, telah melayangkan surat pengaduan, pada 3 Januari 2025 kepada penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalsel, dengan terlapor masing – masing berinisial RAU, ATR dan RAM.
Berdasarkan informasi penyidik Kepolisian, laporan tersebut telah ditindaklanjuti dan terhadap RAU telah ditetapkan sebagai tersangka, dengan dilakukan penahanan di Rutan Dit Tahti Polda Kalsel, sejak 19 Maret 2025.
Sedang terhadap dua terlapor lain, yakni ATR termasuk RAM, yang disebut-sebut sebagai “Crazy Rich” Jakarta, statusnya masih sebagai saksi, belum jadi tersangka.
Sebagaimana laporan yang disampaikan PT SBA di Banjarmasin, kasusnya berawal dari kerjasama dalam jual beli batu bara antara pelapor PT SBA dengan perusahaan terlapor, yakni PT AGM.
Di mana pelapor diwakili Direktur Utama PT SBA, Isnan Fulanto dan terlapor diwakili oleh RAM, guna melakukan pembelian batu bara berdasarkan Surat Perjanjian jual beli Nomor 010/PJBB/AGM-SBA/VII/2024 tanggal 22 Juli 2024 senilai Rp16.162.500.000 yang telah dilakukan pembayaran secara tunai dan sekaligus untuk dua) kali pengiriman melalui Jetty IKM Asam-Asam Kabupaten Tanah Laut.
Berikut Addemdum pertama Perjanjian tanggal 26 Juli 2024. Akan tetapi, setelah dilakukan pembayaran lunas oleh pelapor senilai Rp16.162.000.000, atas jual beli batubara dengan quantity sebanyak 15.000 Metrik Ton (MT), pihak terlapor hanya menyerahkan 7.504 MT atau senilai Rp 8.368.040.000, pada shipment pertama batubara diserahkan kepada pelapor.
Sedangkan, sisa dana sebesar Rp 7.794.459.565, untuk shipment pengiriman batu bara kepada pelapor atau PT SBA, sama sekali tidak pernah dilaksanakan.
Selanjutnya, pelapor melayangkan teguran pertama, disusul dengan teguran ke dua, kemudian selanjutnya dibuatkan kesepakatan bersama antara pelapor dengan terlapor, tanggal 30-9-2024.
Di mana terlapor RAM, menjadi sebagai penjamin pelaksanaan dari kesepakatan penyelesaian pengiriman batu bara kepada pelapor sebanyak 7.500 MT untuk shipment kedua berikutnya.
Akan tetapi, sampai pelapor melayangkan kembali surat teguran (konfirmasi) ke III dan ke IV kepada pihak terlapor tidak pernah melaksanakan kewajibannya menyerahkan batubara sebanyak 7.500 Metrik Ton dishipment ke II tersebut.
Hingga akhirnya kasusnya dilaporkan ke polisi sesuai Surat Tanda Penerimaan Laporan Polisi Nomor : STPL/22/II/2025/SKPT/ Polda Kalimantan Selatan tanggal 24 Februari 2024, dengan laporan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)/Money Loundri UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan/atau Pasal 372 KUHP, yang terjadi di Jalan Hotel Borneo Asam-Asam Jorong, Kabupaten Tanah Laut yang diduga dilakukan oleh RAU, ATR dan RAM.
“Selaku pelapor kami sangat kecewa, padahal kami selaku pelapor telah menyerahkan seluruh bukti keterlibatan ATR dan RAM dalam perkara dimaksud,” jelas Abdul Gafar Rehalat.
Ditranya mengapa sampai dengan saat ini terhadap ATR dan RAM belum ditetapkan sebagai tersangka ?.
Apakah karena adanya intervensi dari RAM yang merupakan salah satu cucu konglomerat, yang sering disebut-sebut sebagai Crazy Rich Jakarta, sehingga penyidik menjadi lambat ?.
“Jika perbuatan ATR dan RAM sudah cukup bukti, maka segera tetapkan sebagai tersangka sebagaimana rekannya RAU, guna menjaga profesionalisme polri dalam hal ini penyidik Polda Kalsel, demikian Abdul Gafar Rehalat,” ucapnya. (*/KPO-2)