Uang gratifikasi dari PT Asri Praya KSO Jakarta.
BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Mantan Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kalimantan Selatan (Kalsel) Achmad Solhan terima langsung uang gratifikasi Rp 10 Miliar dari PT Asri Praya KSO Jakarta.
Semua terungkaphingga menyangkut akun milik terdakwa Yulianti pada sidang lanjutan dugaan suap dan gratifikasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin, Kamis (23/4).
Agenda sidang mendengarkan keterangan dari saksi yang dihadirkan jaksa KPK dalam perkara menyeret mantan Kadis PUPR Kalsel Achmad Solhan bersama Yulianti Erlinah (eks Kabid Cita Karya), Ahmad (Bendahara Rumah Tahfidz) dan Agustya Febry Andran (eks Plt Kabag Rumah Tangga).
Antara lain Muhamad Aris Anova, serta dua bawahan terdakwa Yulianti Erlinah, yakni Reynaldi Dwi Sasmita dan Syamsul Bahri.
Mereka umumnya pegawai yang berasal dari lingkungan Dinas PUPR Kalsel dimana dulunya Achmad Solhan menjabat sebagai kepala dinas.
Kesaksian Relnaldi dan Aris Anova menjelaskan bahwa ketiga proyek yakni Samsat Terpadu, Kolam renang dan Lapangan Sepak Bola pada tahun 2024 pemenangnya sudah ditentukan.
Diketahui, untuk pembangunan Samsat Terpadu, Kolam Renang, dan Lapangan Sepakbola di kawasan terintegrasi. Ketiganya bernilai Rp 22 miliar.
Rincian, untuk Samsat Terpadu, Rp 9 miliar untuk Kolam Renang, dan Lapangan Sepakbola. Rp 23 miliar.
Setelah adanya pemenang proyek maka dimintakan uang Rp 1 miliar kepada dua orang kontraktor yang telah divonis yakni Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto.
Dalam sidang juga terungkap kalau mantan Kadis PUPR Achamd Solhan telah menerima uang gratifikasi sebesar Rp 10 miliar dari PT Asri Praya KSO Jakarta.
Hal itu diketahui setelah salah satu saksi yakni mantan Kabid Kabid Bina Marga terdahulu mengakui hal tersebut di persidangan.
”Namun ketika saksi diajak untuk mengambil uang 10 miliar ke Jakarta, ia menolak dengan alasan takut, sehingga kami akan menghadirkan saksi selanjutnya siapa yang menemani Pak Achmad Solhan untuk mengambil uang tersebut,” sambung Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mayer Simanjuntak ketika ditanya wartawan.
Dikatakan, dalam sidang ini juga terungkap kalau saksi Aris Anova mengakui adanya penerimaan uang lain yang diberikan kepada terdakwa Yulianti Erlinah baik secara langsung maupun melalui sopirnya Mahdi.
Dimana ada sembilan rekanan atau perusahaan yang memberikan uang sebesar Rp 4 miliar kepada Yulianti Erlinah, baik melalui Aris maupun diberikan langsung.
”Rekanan yang memberikan uang sudah ada yang bersaksi di persidangan, sementara sisanya akan kami hadirkan pada sidang berikutnya,” jelas Mayer.
Sednagkan kesaksian, Syamsul Bahri mengungkap bahwa penggunaan sistem lelang e-Katalog untuk proyek Cipta Karya mulai diterapkan pada tahun 2024 atas perintah atasan.
“Bu Yulianti atas perintah pimpinan menyarankan agar proyek tahun 2024 di Cipta Karya menggunakan e-Katalog,” ucap Syamsul.
Sebelumnya, lelang proyek dilakukan secara konvensional atau tender terbuka.
Meski begitu, Syamsul menyebut dirinya tidak langsung menyetujui, karena perlu berkonsultasi lebih dulu dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
“Sedangkan Pak Kasman dari LKPP bilang akan dipelajari dulu,” kata Syamsul.
Namun hingga Maret 2024 belum ada kepastian, dan pada akhirnya sistem e-Katalog tetap diberlakukan sekitar Agustus 2024 atas perintah langsung dari Kadis PUPR saat itu, Achmad Solhan.
Lain lagi saksi, Reynaldi Dwi Sasmita, mengaku diminta oleh seorang staf bernama Aris untuk mengunggah data perusahaan pemenang lelang proyek yang kini menjadi obyek perkara OTT KPK.
Disebut pengunggahan dilakukan menggunakan akun milik Yulianti Erlinah.
“Akun itu memang rahasia, tapi waktu itu Aris juga yang memberikannya ke saya,” ucapnya.
Sidang lanjutan kasus OTT KPK di Banjarbaru, yang terjadi pada 6 Oktober 2024 ini, ini kembali akan digelar Jumat ini (25/4). (K-2)