Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

ZUHUD DI ERA MODERN

×

ZUHUD DI ERA MODERN

Sebarkan artikel ini
Ahmad Barjie B
Ahmad Barjie B

Oleh : AHMAD BARJIE B

Menurut Dr KH Hamdan Rasyid MA (alm), dalam hidup ini memang tidak bisa melepaskan diri dari kebutuhan terhadap materi. Kita butuh makanan, pakaian, tempat tinggal, kedaraan dan berbagai peralatan dan fasilitas hidup. Namun kebutuhan materi ini semakin dicari semakin banyak yang nampak, semakin keras diusahakan kian menggunung di hadaan mata. Tidak ubahnya orang minum air asin, semakin banyak diminum semakin dirasakan haus dan dahaga. Kebanyakan manusia sering menilai kaya atau miskinnya seseorang dari segi harta bendanya. Senang atau susahnya seseorag juga digunakan standar materi untuk mengukurnya. Karenanya manusia sering berlomba-lomba untuk mengejar dan mengumpulkan harta dunia. Padahal dunia ini fana dan tidak ada artinya bila dibandingkan dengan kehidupan akhirat.

Baca Koran

Sebenarnya Allah SWT sudah memperingatkan manusia agar tidak terlalu mengutamakan dunia sehingga melupakan agama dan tanggung jawab akhiratnya. Di dalam surah al-Takatsur ayat 1-8 ditegaskan, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke alam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui akibat perbuatan kamu itu, dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ainul yaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan yang kamu megah-megahkan di dunia”.

Orang modern yang ingin hidup zuhud, tidak mesti meninggalkan keduniaan, kemudian hidup menyendiri atau menyepi ke gunung, gua atau hutan guna melakukan semedi, tapabrata atau kontemplasi. Zuhud tidak berarti terus menerus berdoa, berzikir dan beribadah. Bisa saja orang yang zuhud itu seorang konglomerat, direktur, teknokrat, birokrat, pejabat dan sebagainya. Mereka itu bisa menjadi zahid (orang yang zuhud) apabila mereka tidak gila terhadap harta, kekayaan atau jabatannya. Mereka menggunakan segala yang dimilikinya itu sekadarnya saja dalam batas-batas yang diridhai Allah dan lebih menggunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan sesama manusia dengan membantu fakir miskin, anak-anak yatim, yayasan-yayasan sosial dan sejenisnya. Menggunakan jabatannya untuk menolong dan mengayomi, memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Baca Juga :  KINERJA LEGISLATID DI DAERAH

Untuk dapat mewujudkan sikap zuhud dalam segala situasi dan kondisi, termasuk di era modern sekarang ini, diperlukan usaha-usaha sebagai berikut: Pertama, memahami hakikat zuhud secara benar, bahwa zuhud itu persoalan hati, bukan persoalan tangan. Maksudnya, tangan boleh memiliki harta dan kedudukan, tetapi hati tidak diperbudak olehnya, melainkan hati itu tetap konsisten untuk mendekatkan diri kepada Allah. Di sisi lain tangan boleh juga tidak memiliki apa-apa, tetapi jiwa tetap tenang, tidak resah, gelisah dan putus asa, atau iri hati, hati tetap stabil untuk selalu ingat dan cinta pada Allah.

Kedua, mengetahui bahwa dunia hanyalah bayangan yang akan hilang dan khayalan yang palsu. Abu Hasan Syadzili mengatakan: “Terlalu menyintai dunia akan menyibukkan hatinya dan melelahkan anggota badannya. Meskipun jumlahnya banyak, semua itu amat sedikit di hadapan Allah”. Orang yang meninggalkan dunia akan pergi ke alam baqa. Bisa jadi ia akan memperoleh kebahagiaan dan bisa pula ditimpa kesengsaraan. Pada saat itulah dia akan mengetahui hasil dari perbuatannya, baik akan beroleh kebaikan dan buruk akan beroleh keburukan. Karena itu peringatan Allah agar tidak bermegah-megahan di dunia (QS al-Takatsur: 1) harus menyadarkan orang untuk selalu zuhud.

Ketiga, mengetahui bahwa di balik kehidupan dunia ini ada tempat kembali yang lebih agung dan akhir yang lebih penting, yaitu tempat yang kekal abadi di akhirat. “Katakanlah, kesenangan di dunia ini hanya sebentar, dan akhirat lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa (QS al-Nisa: 77). Karena itu perhiasan dunia jangan sampai memperbudak hati lalu mengerahkan seluruh perhatian kepadanya, sampai melupakan akhirat.

Abdul Qadir Isa mengatakan, yang keempat mengetahui bahwa zuhudnya orang-orang mukmin terhadap dunia tidak dapat menghalangi apa-apa yang telah ditetapkan Allah bagi mereka, dan usaha mereka yang sungguh-sungguh untuk meraih dunia tidak akan memberikan apa-apa yang tidak ditetapkan bagi mereka. Apa yang menjadi bagian mereka tidak mungkin tidak mereka dapatkan, dan apa yang tidak menjadi bagian mereka tidak mungkin mereka dapatkan. Segala sesuatu sudah ditentukan Allah.

Baca Juga :  Solusi Mengatasi Pandemi Judi Online

Jadi, zuhud dalam kehidupan modern lebih terletak pada sikap hidup yang tidak mendewakan materi, kekayaan dan kedudukan. Materi dan kedudukan itu bisa saja dikaruniakan Allah walau tidak dikejar, dan bisa saja terlepas walaupun sudah dikejar dan disayangi mati-matian. Bagi orang yang zuhud bila tidak memilikinya ia tidak resah, gelisah dan kehilangan pegangan hidup, karena baginya Allah dan kehidupan akhirat melebihi segalanya. Jika memiliki semua itu, maka hanya digunakan sejalan dengan kehendak Allah saja dan lebih dimanfaatkan untuk kemaslahatan hidup sesama manusia.

Iklan
Iklan