JAKARTA, Kalimantanpost.com- Dua hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi atas pemberian “vonis bebas” kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada tahun 2024, meminta untuk menjalani hukuman di daerah.
Adapun kedua hakim nonaktif tersebut, yakni Erintuah Damanik, yang meminta untuk melaksanakan pidana penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane, Semarang Jawa Tengah, serta Mangapul yang memohon agar ditempatkan di Lapas Kelas I Medan, Sumatera Utara.
“Kalau Majelis Hakim memperkenankan, saya ingin melaksanakan pidana di Lapas Kedungpane, Semarang,” ujar Erintuah dalam sidang pembacaan replik atau tanggapan jaksa penuntut umum terhadap nota pembelaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (2/5/2025).
Hal senada turut diutarakan oleh Mangapul melalui penasihat hukumnya, Philipus Sitepu.
Ia menyebutkan kliennya ingin dekat dengan keluarga, sehingga ingin ditempatkan di Lapas Kelas I Medan.
Selain itu, kata dia, Mangapul saat ini memiliki beberapa riwayat penyakit, sehingga membutuhkan perhatian khusus dari keluarga yang berdomisili di Kota Medan.
Di sisi lain, baik Erintuah maupun Mangapul, melalui penasihat hukumnya masing-masing meminta agar dihukum seringan-ringannya, mengingat keduanya sudah mengakui kesalahan dan bersedia menjadi saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator/JC).
Tak hanya itu, kedua terdakwa juga disebutkan telah mengembalikan uang suap yang diterima serta meminta Majelis Hakim mengabulkan permohonan status justice collaborator.
“Kedua terdakwa juga meminta maaf atas segala perbuatannya yang mencoreng tubuh institusi Mahkamah Agung, tempat bernaungnya para terdakwa selama ini,” ucap penasihat hukum.
Terkait permohonan itu, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta akan mempertimbangkan terlebih dahulu dan memutuskannya setelah vonis dijatuhkan.
Adapun sidang putusan perkara tersebut akan dibacakan pada Kamis (8/5).
Sebelumnya, tiga hakim nonaktif PN Surabaya dituntut pidana penjara selama 9 hingga 12 tahun penjara dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi atas pemberian “vonis bebas” kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada tahun 2024.
Tiga hakim nonaktif tersebut, yakni Erintuah Damanik dan Mangapul yang dituntut masing-masing 9 tahun penjara, serta Heru Hanindyo yang dituntut pidana selama 12 tahun penjara.
Selain pidana penjara, ketiga hakim juga dituntut agar dikenakan pidana denda sebesar Rp750 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Ketiga hakim itu dinilai melanggar Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan pertama alternatif kedua dan dakwaan kumulatif kedua.
Dalam kasus dugaan suap atas pemberian vonis bebas kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada tahun 2024 dan gratifikasi, ketiga hakim nonaktif PN Surabaya tersebut didakwa menerima suap berupa hadiah atau janji sebesar Rp4,67 miliar.
Secara perinci, suap yang diduga diterima oleh tiga hakim meliputi sebanyak Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura atau Rp3,67 miliar (kurs Rp11.900).
Selain suap, ketiga hakim juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, yakni dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi.
Dengan demikian, perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 12 B jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Ant/KPO-3)