Oleh : Noor Diani
Pemerhati Perempuan dan Anak
Memprihatinkan kondisi saat ini. Kekerasan seksual terhadap perempuan makin meningkat di tanah air. Pelakunya juga kian beragam. Ada guru besar melecehkan mahasiswa. Dokter melecehkan pasien. Tokoh agama melecehkan murid/jamaahnya. Bahkan ada ayah dan kakek menodai anak kandung mereka sendiri.
Indonesia memang darurat pelecehan seksual. Data terbaru dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menunjukkan bahwa hingga April 2025 saja sudah tercatat 5.949 kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melaporkan tindak kejahatan kekerasan seksual naik lebih dari 50 persen dibandingkan dengan tahun 2023. Angka ini diyakini hanyalah puncak gunung es. Artinya, masih banyak kasus yang belum terlaporkan. Kondisi ini adalah gambaran makin berkurang ruang aman untuk perempuan. Salah satu tempat yang terjadi pelecehan seksual adalah transportasi umum. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat sepanjang 2022 terjadi 3.539 kejahatan seksual di transportasi umum.
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana Provinsi Kalimantan Selatan (DPPPAKB Kalsel) melaporkan angka mengkhawatirkan, 204 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak telah tercatat hingga 10 April 2025 (planet.merdeka.com 22/04/2025). Dari total 204 kasus, mayoritas merupakan kekerasan psikis (85 korban), diikuti kekerasan seksual (63 korban), dan kekerasan fisik (48 korban). Angka ini bukan sekadar statistik; setiap angka mewakili trauma mendalam, masa depan yang terancam, dan harapan yang harus dipulihkan (antaranews,com 22/04/2025). Bahkan, Ombudsman RI mencatat, dalam tiga tahun terakhir, lebih dari 300 kasus (tribunnews.com 26/04/2025).
Data-data tersebut membuat miris karena betapa pelecehan seksual terhadap perempuan maupun anak angkanya kian memprihatinkan. Khususnya Kalsel, kondisi darurat pelecehan seksual. Dalam empat bulan terakhir saja, ada sejumlah kasus cukup menonjol seperti pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur di Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar dengan pelaku seorang kakek dan korbannya 31 siswi Taman Kanak-kanak Al-Qur’an. Kemudian, kasus pelecehan seksual oleh oknum ASN Pemprov Kalsel terhadap tenaga kesehatan di Banjarbaru. Ada pula kasus kejahatan seksual pada anak dengan modus joki game online (tribunnews.com 26/04/2025).
Sebagai negeri dengan mayoritas muslim, kita patut bertanya, mengapa bisa begini? Padahal pemerintah juga sudah membentuk jabatan dan lembaga yang mengurusi perempuan, termasuk ada Komnas Perlindungan Perempuan. UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) juga sudah disahkan. Lalu mengapa perempuan malah makin tidak aman?
Meski mayoritas muslim, negeri ini hidup dalam sistem dan budaya sekularisme-liberalisme. Salah satu dampaknya ialah konten pornografi membanjiri masyarakat. Dari 2005 Indonesia masuk 10 besar negara pengakses situs porno di dunia. Padahal konten pornografi ini sudah terbukti menjadi pemicu perilaku seks bebas seperti perzinaan dan kekerasan seksual. Di sisi lain, masyarakat makin permisif. Interaksi bebas antara pria dan wanita sudah dianggap normal. Selain membuka peluang perzinaan, hal ini juga memberikan celah bagi terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan. Selain itu, disadari atau tidak, kaum perempuan sudah lama dieksploitasi seperti melalui kontes kecantikan, modeling, dan lain lain. Ini juga menjadikan perempuan dicitrakan sebagai pelampiasan hawa nafsu lelaki. Sementara itu, penegakan hukum justru gagal melindungi kaum perempuan. Banyak korban yang trauma sehingga takut melapor. Para pelaku pun kerap mendapatkan sanksi ringan. Bahkan tidak sedikit kasusnya tidak diselesaikan secara hukum, melainkan hanya dengan jalan damai.
Islam melindungi kaum perempuan, Islamlah satu-satunya ideologi yang memberikan kesetaraan pria dan wanita dalam keimanan dan ketakwaan serta dalam timbangan hukum. Allah SWT berfirman, “Siapa saja yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan, sementara dia seorang mukmin, sungguh akan Kami beri dia kehidupan yang baik. Mereka pun akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. An-Nahl [16]: 97). Islam juga menjadikan iman dan takwa sebagai dasar relasi pria dan wanita. Islam menjauhkan kaum Muslim dari perilaku permisif, hedonis dan hanya mencari kepuasan biologis. Islam mengajarkan bahwa pria dan wanita harus tolong-menolong dalam keimanan dan ketakwaan.
Islam memberikan tindak preventif dan kuratif untuk melindungi kaum perempuan. Hukum preventif Islam yang melindungi perempuan di antaranya: Pertama, mewajibkan pria dan wanita menutup aurat dalam kehidupan umum serta saling menjaga pandangan (QS An-Nur [24]: 30-31). Pandangan pada aurat lawan jenis adalah haram dan bisa memicu gejolak syahwat pada manusia. Nabi SAW bersabda, “Memandang wanita adalah panah beracun dari berbagai macam panah iblis. Siapa saja yang meninggalkan tindakan demikian karena takut kepada Allah, maka Allah akan memberi dia balasan iman yang terasa manis dalam kalbunya”. (HR Al-Hakim dalam Al-Mustadrak). Islam pun menetapkan bahwa pakaian wajib kaum Muslimah saat keluar rumah adalah kerudung (khimâr) yang terulur hingga menutupi dada (QS. An-Nur [24]: 31) dan jilbab (gamis), yakni baju panjang yang lebar dan tidak menampakkan lekukan tubuh mereka (QS. al-Ahzab [33]: 59).
Kedua, Islam mengharamkan khalwat (kondisi berduaan pria dan wanita yang bukan mahram). Khalwat sering menjadi peluang bagi terjadinya perzinaan dan kekerasan seksual. Dalam pengobatan, misalnya, seorang Muslimah wajib didampingi mahramnya. Tidak boleh hanya berdua dengan dokter pria. Nabi SAW bersabda, “Ingatlah, tidaklah seorang laki-laki itu berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah setan”. (HR Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim). Selain khalwat, Islam juga mengharamkan ikhtilât (kondisi campur-baur pria dan wanita) kecuali untuk kepentingan muamalah, pengobatan dan pendidikan. Haram pria dan wanita bercampur-baur seperti di tempat pesta, tempat hiburan, dsb.
Ketiga, Islam mengharamkan tindakan eksploitasi terhadap perempuan seperti kontes kecantikan, ajang foto model, dsb. Baik secara sukarela apalagi dengan ancaman. Begitu juga haram mempekerjakan perempuan dengan cara mengeksploitasi tubuh dan penampilan mereka seperti dalam sistem kapitalisme. Misalnya sebagai model iklan, pelayan toko, frontline, sales, dsb. Kaum perempuan diperbolehkan bekerja di luar rumah berdasarkan keterampilan mereka. Namun, mereka harus menutup aurat mereka secara sempurna dengan memakai kerudung dan jilbab syar’i serta tidak bertabarruj (berhias yang mengeksploitasi kecantikan mereka).
Selain tindak preventif, Islam juga menyiapkan sanksi keras bagi para pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan. Syariah Islam menjatuhkan sanksi bagi pihak yang melakukan eksploitasi terhadap perempuan, termasuk pihak yang memproduksi konten-konten pornografi. Para pelaku ini dijatuhkan sanksi ta’zîr yang jenis dan bobot sanksinya diserahkan pada qâdhi (hakim). Sanksinya bisa berupa hukuman penjara, hukuman cambuk, bahkan hukuman mati jika dinilai sudah keterlaluan oleh pengadilan. Sanksi ta’zîr juga disiapkan untuk para pelaku pelecehan seksual seperti cat calling, menyentuh/meraba perempuan, mengintip, dsb. Qâdhi bisa memvonis hukuman penjara atau hukuman cambuk atas pelakunya, bergantung pada tingkat kejahatan tersebut menurut ijtihad qâdhi.
Adapun bagi para pelaku pemerkosaan ada sanksi yang jauh lebih berat. Jika pelakunya adalah lelaki yang belum menikah (ghayr muhshan) maka sanksinya adalah hukuman cambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun di tempat terpencil. Jika pelakunya kategori muhshan (sudah pernah menikah), maka sanksi atas dirinya adalah hukum rajam hingga mati. Demikian sebagaimana Nabi SAW pernah menjatuhkan sanksi rajam atas pezina yang telah menikah. Sanksi ini bisa ditambah lagi jika pelaku melakukan tindak penculikan dan penganiayaan terhadap korban. Qâdhi bisa menjatuhkan sanksi untuk semua tindak kejahatan tersebut.
Adapun korban wajib diberi perlindungan oleh negara. Korban wajib pula diberi perawatan fisik maupun mentalnya hingga pulih. Wahai kaum Muslim! Sadarlah bahwa kerusakan yang menimpa masyarakat saat ini, khususnya kaum perempuan, adalah akibat penerapan ideologi kapitalisme-liberalisme di negeri ini. Kebebasan perilaku dibiarkan meruyak dan kaum perempuan terus dieksploitasi. Tidak ada jalan keluar dan perlindungan terbaik untuk kaum perempuan kecuali dengan menerapkan sistem kehidupan Islam. Inilah sistem terbaik. Sistem ini datang dari Allah SWT yang merupakan satu-satunya sistem yang dapat melindungi umat manusia, khususnya kaum perempuan. Apakah ada aturan lain terbaik selain Islam? Wallahualam bi’sawab