BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Tidak hanya mendapat beragam komentar, penobatan Pangeran Cevi Yusuf Isnendar sebagai Raja Kebudayaan Banjar di Jakarta tempo lalu juga menuai penolakan dari Kesultanan Banjar di Martapura Kalimantan Selatan.
Melalui Adipati Banjarmasin Kesultanan Banjar Kalimantan, H Pangeran Nor Maulana, dengan tegas menolak hasil dari penobatan yang digelar di Keraton Majapahit Jakarta, pada 6 Mei 2025 lalu.
“Kami para Pemangku Adat dan juga atas nama kerabat dan dzurriyat Kesultanan Banjar, menyampaikan maklumat keberatan atas upaya sepihak penobatan saudara Cevi Yusuf Isnendar, atas gelar apapun yang bersangkutan dengan Kehormatan Kesultanan dan Masyarakat Adat Banjar,” ujarnya kepada sejumlah awak media.
Catatan dari maklumat tersebut merincikan sebanyak 8 poin, yang paling mendasar menurutnya, adalah karena prosesi penobatan yang digelar atas undangan AM Hendropriyono dilakukan secara sepihak oleh Menteri Kebudayaan.
Selain itu ia menilai sangat janggal karena penobatan gelar yang diberikan kepada Cevi Yusuf Isnendar juga tidak melalui proses, terlebih yang bersangkutan ujarnya tidak berdomisili dan tidak masyhur di tengah masyarakat Banjar.
Lebih lanjut Pangeran Nor Maulana mengungkapkan, mestinya sebuah kebudayaan Banjar itu tumbuh dan berkembang dalam sebuah komunitas, adat istiadat dan masyarakat Banjar itu sendiri.
“Namun saudara Cevi Yusuf Isnendar lahir dan besar serta berdomisili di Cianjur Jawa Barat sana,”ungkapnya.
Bahkan Pangeran Nor Maulana juga menegaskan ada hal yang perlu dikoreksi terkait gelar ‘Pangeran’ yang diklaim oleh Cevi Yusuf Isnendar yang tidak pernah diberikan atau dianugerahkan oleh Kesultanan Banjar.
Meskipun sambung Pangeran Nor Maulana hal tersebut dilakukan demi Kesultanan Banjar. Namun ia tetap mengakui dalam catatan silsilah Kesultanan Banjar, Cevi Yusuf Isnendar adalah cicit Pangeran Hidayatullah dari Jalur Ibu (Matrilineal).
“Cevi Yusuf Isnendar bin Arma Junaid, dan Arma Junaid ini kawin dengan Gusti Yus Rustianah binti Pangeran Sadibasyah bin Pangeran Alibasyah bin Pangeran Hidayatullah (Cianjur),” paparnya.
Ditegaskan Pangeran Nor Maulana bahwa secara adat dan kebudayaan masyarakat Banjar adalah menggunakan sistem Patrilineal atau silsilah keturunan dari jalur ayah.
“Sehingga menurut kami gelar tersebut tidaklah sah dan hanya pengakuan diri sendiri tanpa melalui prosesi Adat Badudus sebagaimana tradisi leluhur di Kesultanan Banjar,” jelas Maulana.
Ia menambahkan, penjelasan tersebut merupakan beberapa poin yang termuat dalam naskah Maklumat Musyawarah Tinggi Adat Para Adipati Kesultanan Banjar Kalimantan, yang digelar pada 9 Mei 2025 di Banjarmasin.
“Masih ada poin maklumat lainnya. Dan semua hasil rembukan sudah dijelaskan secara rinci dalam Naskah Maklumat Adipati Kesultanan Banjar Kalimantan,” tutupnya.
Adapun 8 poin isi maklumat tersebut yakni :
- Kesultanan Banjar telah dibangkitkan secara resmi pada 10 Desember 2010 yang merupakan pengejawantahan hasil Keputusan Musyawarah Tinggi Adat yang digelar oleh Lembaga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar Kalimantan Selatan.
Penobatan Sultan Haji Khairul Saleh Al-Mu’tashim Billah oleh Para Tatuha (Sesepuh), Alim Ulama, kerabat dan Masyarakat serta disaksikan oleh Ketua Forum Silaturahmi Karaton Nusantara (FSKN) Sri Susuhunan Pakubuwono XIII Tejowulan, Mahapatih Kasunanan Surakarta Jawa Tengah.
- Kebangkitan kembali Kesultanan Banjar pada ranah budaya, bermula dari Musyawarah Tinggi Adat dengan peserta para dzurriyat (keturunan) Sultan Banjar, para kerabat dan tokoh Masyarakat dengan penuh dinamika mencari sosok yang tepat dengan menawarkan kepada para dzurriyat (Pagustian) pemilik garis keturunan Patrilineal (Jalur Ayah) kepada leluhur Sultan Banjar.
Menyadari sangat beratnya tugas yang akan diemban, diperlukan sosok yang memiliki kemauan/kemampuan untuk mengorbankan waktu, tenaga, pemikiran dan dana. Muncullah beberapa nama pagustian yang disampaikan peserta.
Pada akhirnya para dzurriyat secara aklamasi meminta kesediaan dan memilih saudara kami dari trah Sultan Sulaiman: Haji Gusti Khairul Saleh untuk diangkat dan dibai’at menjadi Pangeran dan Sultan Banjar melalui tahapan prosesi adat Badudus dan sebagainya sesuai tatanan adat istiadat tradisi leluhur Kesultanan Banjar.
- Perlu kami tegaskan bahwa dalam catatan silsilah Kesultanan Banjar, saudara Cevi Yusuf Isnendar adalah cicit Pangeran Hidayatullah dari Jalur Ibu (Matrilineal). Cevi Yusuf Isnendar bin Arma Junaid, yang mana Arma Junaid itu kawin dengan Gusti Yus Rustianah binti Pangeran Sadibasyah bin Pangeran Alibasyah bin Pangeran Hidayatullah (Cianjur).
Gelar “Pangeran” yang disandangkan pada nama Saudara Cevi Yusuf Isnendar tidak pernah diberikan atau dianugerahkan oleh Kesultanan Banjar. Sehingga menurut kami gelar tersebut tidaklah sah dan hanya pengakuan diri sendiri tanpa melalui prosesi adat badudus sebagaimana tradisi leluhur di Kesultanan Banjar.
- Saudara Cevi Yusuf Isnendar jika dinobatkan sebagai Raja Kebudayaan Banjar Kalimantan adalah sangat janggal karena yang bersangkutan tidak berada dan dikenal ditengah masyarakat Banjar.
Sejatinya sebuah kebudayaan Banjar itu tumbuh dan berkembang dalam sebuah komunitas, adatistiadat dan masyarakat Banjar. Sementara saudara Cevi Yusuf Isnendar lahir dan besar serta
berdomisili di Cianjur Jawa Barat.
- Dalam catatan sejarah Kesultanan Banjar, Sultan Adam Al-Watsiqubillah berwasiat bahwa Pangeran Hidayatullah adalah penggantinya. Namun akibat campur tangan Belanda, wasiat tersebut diabaikan dan tidak dijalankan karena pihak Belanda menghendaki Pangeran Tamjidillah II sebagai Sultan Banjar (Memerintah Tahun 1857 – 1859). Sementara itu, Pangeran Hidayatullah dalam suasana perjuangan perang Banjar, dibai’at oleh para panglima dan rakyat sebagai Sultan Banjar (Memerintah Tahun 1859 – 1862).
Dalam siasat licik Belanda akhirnya beliau ditangkap dan diasingkan ke Cianjur Jawa Barat. Sepeninggal Pangeran Hidayatullah, masyarakat adat kemudian mengangkat dan menobatkan Pangeran Antasari sebagai Sultan dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mu’minin (Memerintah 14 Maret 1862 – 11 Oktober 1862).
Setelah beliau wafat, digantikan oleh anaknya yakni Pangeran Muhammad Seman (Memerintah Tahun 1862 – 1905). Dari catatan tersebut bisa dilihat bahwa klaim saudara Cevi Yusuf Isnendar selama ini sebagai “pewaris takhta” terpatahkan dengan sendirinya.
- Kedudukan Sultan Haji Khairul Saleh Al-Mu’tashim Billah sebagai pangeran/sultan di Kesultanan Banjar telah mendapat pengakuan dan penghargaan yang luas. Beliau diterima dan dipercaya menjabat sebagai Ketua Kerapatan Raja dan Sultan se-Borneo melalui proses terhormat Musyawarah Raja/Sultan pada bulan November 2013 dengan gelar: Yang Dipertuan Agung.
- Sejurus dengan itu Sultan Haji Khairul Saleh Al-Mu’tashim Billah pun juga mendapat pengakuan serta dipercaya menjabat Ketua Umum Forum Silaturrahmi Keraton Nusantara (FSKN), Periode 2018-2023 dan Periode 2023 – 2028, bersama Ibu Prof. Dr. Ir. Naniek Widayati, MT, sebagai Sekretaris Jenderal, melalui Musyawarah FSKN ke-3 di Hotel Kartini, Jakarta.
- Sultan Haji Khairul Saleh Al-Mu’tashim Billah terus berikhtiar membangkitkan Kesultanan Banjar dengan segala pengorbanan moral dan material yang tidak terhitung, semata sebagai tanggung jawab untuk menghidupkan kembali marwah, sejarah dan budaya Banjar setelah pembubaran secara sepihak oleh Belanda tahun 1860. Panggilan sejarah yang tak tertolak.
Demikian surat keberatan ini disampaikan, besar harapan kami agar menjadi perhatian dan ditindaklanjuti
Ditandatangani : 14 Adipati Kesultanan Banjar Kalimantan disertai stempel basah masing-masing. (sfr/KPO-4)