Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
HEADLINE

Mampukah Kesenian Balamut Bertahan atau Ikut Punah Bersama Wafatnya Sang Maestro

×

Mampukah Kesenian Balamut Bertahan atau Ikut Punah Bersama Wafatnya Sang Maestro

Sebarkan artikel ini
IMG 20250508 WA0009
Almarhum Gusti Jamhar Akbar saat berduet palamutan muda, Muhammad Maulidan Anwar diacara Banjar Babudaya di TVRI Kalsel tahun 2017. (Kalimantanpost.com/Repro pribadi)

BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Kesenian asli Kalimantan Selatan Madihin selalu ditampilkan diberbagai acara seremonial resmi baik diadakan instansi pemerintah maupun swasta. Mengandalkan kekocakan dan terkadang mengangkat kekurangan pasangan mainnya cukup menghibur penonton yang mendengarnya.

Di tengah meregenerasinya Madihin berbanding terbalik dengan kesenian lisan asli Banua lainnya, Balamut yang sangat jarang diundang tampil diberbagai acara dari instansi pemerintah.

Baca Koran

Apalagi, instansi terkait yang seharusnya mengayomi kesenian yang hampir punah di Banua sangat jarang menampilkannya. Kalau pun ditampilkan hanya satu kali dengan hitungan menunggu beberapa tahun.

Kurang ‘berminatnya’ instansi pemerintah mengundang Palamutan, karena kesenian ini masih kurang familiar di masyarakat.

Faktor lainnya, cerita Balamut yang pakem, terkesan serius dan jalannya ceritanya cukup panjang. Syair pembukanya saja lebih lima menit, belum lagi alur cerita cukup panjang, bahkan sampai beberapa hari baru tamat.

Adanya pembatasnya acara tampil antara 5 – sampai 10 menit, menjadi salah satu faktor Balamut sulit ditampilkan di acara resmi, karena panitia penyelenggara tak paham tentang kesenian ini.

Beberapa terobosan dilakukan supaya kesenian yang hampir punah ini tetap bertahan, mengkombinasikan Balamut dengan Madihin, sayangnya itu tak berhasil. Malah Balamut yang ‘ditampilkan’ mulai pukulan tak sesuai ketukan malah ke arah Madihin, alur cerita ‘asal-asalan’ dan dibikin hampir gaya Madihin.

Almarhum Gusti Jamhar Akbar selaku Maestro Balamut pun sempat ‘protes’ saat ada upaya menampilkan seorang pemadihin menjadi menjadi pelamutan. Tanpa berguru langsung dengan tokoh Palamutan, akan kehilangan roh Balamut itu sendiri.

Sebelumnya ada upaya lain dari Ketua Yayasan Sanggar Sesaji Rudi Karno menggarap Lamut Berlakon yang judulnya Bujang Maluwala dengan unsur multimedia. Diiringi musik modern dan tradisi disertai tari yang mengisahkan cerita Balamut.

Penampilan apik dari Sanggar Sesaji di atas pentas lokal maupun nasional yang bikin decak kagum. Namun, penampilan spektakuler di Yogyakarta itu hanya sekali, padahal mendapat aplaus seniman di Pulau Jawa.

Lalu, Palamutan muda, Muhammad Maulidan Anwar saat menerima Anugrah Kebudayaan dari Kemendikbud RI tahun 2019 juga pernah menampilkan Balamut berkolaborasi dengan grup musik Jazz legendaris, Krakatau Band yang digawangi Dwiki Dharmawan, Trie Utama (vokal) Pra Budi Dharma, Ina Raseuki (Ubiet), Ade Rudiana, Yoyon Dharsono, Zainal Arifin, Gerry Herb. Ada juga penampilan wayang kulit dan lain-lain di Istora Senayan Jakarta. Kolabarasi itu pun mendapat apresiasi seniman berbagai daerah di Indonesia.

Kemampuan publik speaking yang bagus dan kecerdasan dari Maulidan saat acara dialog, membuat seniman senior diberbagai daerah di Indonesia memberikan motivasi untuk melestarikannya.

Sebelumnya di tahun 2017, Muhammad Maulidan mengangkat Balamut dalam lomba karya tulis siswa SMP tingkat nasional di Jakarta yang diselenggarakan Kemedikbud RI dan berhasil meraih medali emas.

Baca Juga :  Operasikan UAV Canggih Memonitor Karhutla di Kalsel

Begitu juga TVRI Kalsel dulu cukup aktif menampilkan kesenian hampir punah, termasuk Balamut di acara Banjar Babudaya, tepatnya April 2019 lalu dengan duet maestro Balamut Jamhar Akbar dengan penerusnya Muhammad Maulidan.

Ada dialog interaktif di TVRI dengan mengundang Maulidan untuk berbicara seputar Balamut dan peluang ke depan.

Bersamaan waktu di TVRI Kalsel, Banjar Babudaya tak lagi tayang, sehingga kesenian tradisional pun tak pernah lagi ditampilkan.

Sewaktu masih sekolah di SMPN 6 Banjarmasin dan SMAN 7 Banjarmasin, Maulidan secara rutin pribadi memperkenal kesenian Balamut ke sekolah-sekolah.

Setelah lulus SMA tahun 2021, Maulidan yang berguru Balamut langsung dengan Maestro Balamut Jamhar Akbar semasa hidup, meneruskan kuliah ke Universitas Negeri Surabaya (Surabaya) Jawa Timur, setelah tak pernah tampil lagi.

Sebenarnya ada upaya dari seniman berbagai daerah mempelajari Balamut. Sayangnya, sangat jarangnya ditampilkan diberbagai acara. Kesenian Balamut perlahan-lahan memudar dan tak terdengar lagi gaungnya. Pasalnya, ‘hapalan’ kisahnya cukup banyak termasuk namanya pemerannya.

Selain itu pukulannya yang variatif menjadi salah satu faktor sulitnya mempelajari, termasuk dari kalangan seniman itu sendiri.

Hanya orang yang punya daya ingat kuat dan cerdas mampu menampilkan Balamut hiburan. Pasalnya, keturunan langsung almarhum dari Jamhar, Hanafiah dan lainnya tidak ada yang bisa meneruskan.

“Saya sudah melatih lebih 100 orang baik kalangan mahasiswa dan pelajar serta anak cucu saya, tapi tidak ada yang Balamut. Hanya Maulidan ini yang bisa meneruskan kesenian Balamut,” ujar Jamhar semasa hidup.

Selain cukup susah dipelajari, kemajuan teknologi dan kehadiran kesenian modern seperti K-Pop, animasi, permainan games membuat kesenia Balamut ditinggalkan generasi muda.

Sebenarnya Balamut bisa dikembangkan seperti Maulidan yang punya kemampuan fasih berbahasa Inggris dan Jepang dibikin cerita yang menarik tanpa menghilangkan cerita pakemnya. Dirinya juga punya kemampuan beradaptasi dengan acara. Pernah tampil diacara Maulid sewaktu di SMAN 7 Banjarmasin maupun acara aneka wadai Banjar diadakan Pemko Banjarmasin mampu dikemasnya dengan baik.

Namun, faktor itu tadi, sangat jarangnya ditampilkan di acara resmi seperti Taman Budaya, membuat beberapa anak muda yang menekuni kesenian mulai kehilangan gairah melestarikannya dan memilih mengikuti perkembangan zaman menekuni dunia digital untuk masa depannya?

Di suatu kesempatan, Dr Sainul Hermawan yang telah melakukan penelitian Balamut beberapa tahun mengungkapkan, selama ini Balamut bertahan karena sepenuhnya ditopang oleh keyakinan komunitas atau bubuhan pendukungnya, baik untuk berhajat maupun berobat.

Dosen Prodi Bahasa Indonesia Sastra FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini menambahkan, dalam tradisi lisan, Balamut ada dua cara yakni tidak dapat dipelajari tetapi hanya bisa diturunkan melalui rangkaian juriat atau silsilah keturunann.

Baca Juga :  Lisa-Wartono Resmi Pimpin Banjarbaru usai Menang 52,15 Persen Suara, KPU Tetapkan Hasil Pilkada 2024

Panggilan menjadi Palamutan datang melalui jalan sakit. “Sakit yang datang tidak dapat dipahami medis, penyakit aneh tapi nyata, kesembuhannya diperoleh ketika mereka menyanggupi untuk menjadi Palamutan,” ucapnya.

Jadi, Lamut mereka tidak bisa dipakai untuk fungsi hiburan tetapi hanya untuk fungsi hajat dan pengobatan.
Berbeda dengan Balamut varian almarhum Jamhar, Hanafiah dan Mar’I. Mereka bisa Balamut tidak melalui jalan sakit, tapi belajar, menyimak.

Karena itu, mereka bisa memainkan Balamut tiga fungsi sekaligus, hajatan, pengobatan dan hiburan.

Nah, berdasarkan pengamatannya selama lima tahun, menurut Sainul, ada lima hal penting yang harus dikuasai oleh seorang Palamutan yang bagus yakni pertama keragaman memainkan ragam bunyi terbang, kedua keterampilan melantunkan syair, mantra dan pantun. Ketiga pengetahuan spesifik yang jelas dan luas. Keempat mampu memadatkan dan mengembangkan cerita dengan lancar dan kelima kecerdasan membaca situasi penonton.

Terlepas itu semuanya, Balamut merupakan warisan secara turun-temurun. Lamut sebagai atribut kesenian ini diambil dari nama seorang tokoh cerita di dalamnya, yakni Paman Lamut. Kesenian ini sangat sederhana, arena materi cerita disampaikan oleh satu-satunya seniman yang dikenal sebagai palamutan.

Masa keemasan Jamhar mulai tahun 1960-an hingga 1985-an. Saat itu, setiap kali ia memainkan lamut, penonton berdesakan. Mereka tak beranjak semalam suntuk mendengarkan kisahnya. Pada masa itu hampir setiap malam ia diundang warga untuk balamut. Undangan tak hanya di Kalsel, tetapi dia berlamut sampai ke Jakarta, Surabaya, dan beberapa kota di Kalimantan Tengah.

Tak hanya menampilkan hiburan, ada juga tamu yang datang ke rumahnya untuk berobat dengan Balamut malah ada Sulawesi Selatan hingga Thailand.

Bagaimana dengan sejarah Balamut? Kesenian Balamut sendiri usianya boleh dibilang cukup tua. Berdasarkan buku berjudul Pantun, Madihin, Lamut yang ditulis Drs H M Thaha MPd dan Drs H Bakhtiar Sanderta, kesenian asli Kalsel ini diperkirakan ada sejak zaman kuno yaitu tahun masehi dan menginjak zaman baru (1500-1800).

Lalu, berdasarkan cerita maeatro Balamut, almarhum M Jamhar, kesenian Balamut itu lahir di Amuntai, Hulu Sungai Utara, tahun 1816.

Terlepas mana yang benar tentang munculnya kesenian yang cerita pakem bahasa Banjar dan memakai properti terbang berukuran besar, ternyata ada cerita mistiknya.

Kesenian Balamut merupakan sebuah tradisi berkisah yang berisi cerita tentang pesan dan nilai-nilai keagamaan, sosial, budaya Banjar.

Balamut merupakan seni cerita bertutur, seperti wayang atau Cianjuran. Bedanya, wayang atau Cianjuran dimainkan dengan seperangkat gamelan dan kecapi, sedangkan lamut dibawakan dengan terbang.

Nah, mampu kah kesenian asli Banua ini bertahan atau kah punah bersamaan wafatnya maestro Balamut kai Jamhar pada tanggal 28 Februari 2021 lalu? Wllahualam Bissawab. (ful/KPO-3)

Iklan
Iklan