Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Banjarmasin

Pendidikan Belum Merdeka, Perpanjang Barisan Pengangguran

×

Pendidikan Belum Merdeka, Perpanjang Barisan Pengangguran

Sebarkan artikel ini
IMG 20250502 WA0025 1 e1746187470985
Dr Muhammad Uhaib As'ad. (Kalimantanpost.com/zahidi)

BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Peringatan Hari Pendidikan Nasional atau yang sering disebut Hardiknas, sebagai momentum yang diperingati setiap tahun, menarik dibahas apakah kualitas pendidikan di Indonesia sudah merdeka atau belum.

Pakar pendidikan sekaligus pengamat kebijakan publik dan politik dari Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari, Dr Muhammad Uhaib As’ad menyebutkan, kualitas pendidikan di Kalimantan Selatan khususnya dan Indonesia secara umum masih jauh dari kata merdeka.

Baca Koran

Menurut pria yang juga menjabat sebagai President International Institute Of Influencers, substansi dari pendidikan semestinya adalah pembebasan dan transformasi keilmuan.

Bahkan Uhaib mengacu pada pemikiran pakar pendidikan dari Brazil yakni Paulo Freire yang menyebutkan pendidikan otentik selalu merupakan “praktik kebebasan” daripada penanaman keterampilan yang mengasingkan.

“Pendidikan di Indonesia khususnya di daerah belum menjadi sebuah pembebasan, tapi pendidikan yang ada, dengan kurikulum yang ada dan sistem yang ada, hanya melahirkan manusia manusia robot, manusia yang tidak memiliki sensitifitas politik dan sosial,” kata Uhaib kepada awak media ini saat ditemui di kampus Uniska Banjarmasin, Jumat (2/5).

“Pendidikan belum lagi menjadi sebuah pembebasan dari ketidak adilan, dari penindasan, bahkan pendidikan justru banyak diwarnai praktik praktik pencabulan, kekerasan, jadi ini lah mala petaka pendidikan di negeri ini,” sambungnya.

Uhaib pun kemudian menegaskan pendidikan saat ini belum menjadi sebuah pembebasan, belum menuju kepada kemerdekaan intelektual, parahnya lagi, pendidikan sekarang ujarnya tidak ada mencetak investasi manusia.

“Yang terjadi saat ini pendidikan dijadikan sekrup sekrup dunia industri, dan tidak memiliki satu kritisme, bahkan jadi pendukung oligarki kapitalis, belum menjadi pembebasan,” ujarnya.

“Sampai hari ini pun saya belum mengerti substansi dari kampus merdeka atau merdeka belajar, saya banyak mengkritik konsep ini, karena bukan menciptakan satu kekuatan berfikir rasional, tapi lebih berfikir kepada pragmatis, bagaimana mahasiswa ikut praktik di industri atau yang lainnya,” tambah Uhaib.

Baca Juga :  Hingga Mei, 18 Kasus Kejahatan Seksual Terhadap Anak Terjadi di Banjarmasin

Oleh karena itu, Uhaib sanksi dengan khittah pendidikan saat ini, dirinya berpendapat saat ini proses pendidikan belum menciptakan kekuatan nalar akademik mahasiswa yang bisa menciptakan sebuah jembatan budaya dengan kekuatan intelektualitas dan akademik.

“Ini lah kebobrokan pendidikan di negeri ini, selalu pendidikan di lihat dalam konteks kerja, akibatnya satu lingkran setan terjadi dalam dunia pendidikan seperti kekerasan, pelecehan seksual, murid tidak lagi hormat kepada gurunya,” papar Uhaib.

Alhasil ujarnya, perlu adanya sebuah perbaikan, perlu sebuah amputasi sistem mulai dari kurikulum, stake holder, pemegang kebijakan, mentalitas tenaga pendidik, bagaimana menciptakan kekuatan nalar akademik mahasiswa.

“Bukan mahasiswa terjebak pada pikiran pragmatis, ini yang menjadi pembeda pendidikan di setiap Negara, misalnya saya liat di Negara Oman, mahasiswa ramai ke perpustakaan belajar, tidak ada kegaduhan, begitu juga saya liat di Australia, di Malaysia, nah kita liat perpustakaan di negeri kita, khususnya di Kalimantan Selatan, bisa dihitung jari,” ungkap Uhaib.

“Karena memang, saya selalu bilang perguruan tinggi di Indonesia yang jumlahnya lebih dari 4 ribuan, itu sekedar sibuk menciptakan mesin produksi ijazah, tapi tidak memiliki kualitas, yang mahasiswanya malas membaca, malas diskusi, malas berdiskusi, jadi ini satu sistem pendidikan yang belum terkondisikan dengan baik,” tegasnya.

Seharusnya, perguruan tinggi itu kata Uhaib menjadi tempat membangun pertengkaran gagasan dan pemikiran, “tapi faktanya kita lihat lah di berbagai universitas, yang ada hanya rutinitas kuliah, tidak ada satu atmosfer akademik terbangun, ini yang saya amati, khususnya di Kalimantan Selatan,” ucap Uhaib.

“Ini satu realitas situasi pendidikan hari ini hampir di setiap kampus, khususnya di Kalimantan Selatan, malas membaca, malas berdiskusi, tidak lebih datang kekampus sebagai ritualitas saja, 4 tahun sarjana, wisuda lalu bingung, tidak punya skill, leadership, kapasitas intelektual, pada akhirnya memperpanjang barisan pengangguran intelektual,” tutupnya. (sfr/KPO-4)

Baca Juga :  Kementrian Hukum Tetapkan Sungai Jingah, Kawasan Berbasis Kekayaan Intelektual

Iklan
Iklan