Oleh : Ahmad Barjie B
Penulis Buku “Ibnu Sina Membangun Banjarmasin Baiman”
Belum lama ini Rektor Universitas Palangka Raya (UPR) Prof Dr Ir Salampak MS mengukuhkan Prof Dr Ir Uras Tantulo MSc sebagai gurubesar di Fakultas Pertanian. Ia merupakan gurubesar ke-32 di UPR, dengan ranting ilmu kepakaran tentang sistem teknologi akuakultur.
Prof Uras Tantulo tidak terpisahkan dengan Banjarmasin, sebab putra Dayak ini selain kelahiran Banjarmasin 1967, juga menghabiskan sebagian sekolah dasar dan menengahnya di Banjarmasin, lalu kuliah dan menjadi dosen di Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru. Baru pendidikan S2 dan S3 dihabiskan di luar negeri.
Di dalam buku biografi Ibnu Sina, disebutkan di antara dosen Fakultas Perikanan (kini Perikanan dan Kelautan) era 1993-1998 adalah Prof Dr Arthur Mangalik MSc, Prof Arbain Basrindu, Prof Yusuf Ahmad, Prof Adrias Mashuri, Prof Fahmi Anshari, Ir Gusti Chairuddin MSi, Ir Syahrajad Frans, Ir Uras Tantolo, Ir Saiful Anwar SU, Ir Riswandi Bandung SU dan Drs Mahfudz Siddiq MA. Ibnu Sina sempat berdosen dengan Uras Tantulo, bahkan juga menjadi dosen pembimbing skripsinya.
Masalah Kelangkaan
Cukup menarik dalam orasi ilmiahnya, Prof Uras membahas tentang budidaya perikanan air tawar, khususnya ikan haruan atau gabus (channa striata), yang selama ini cenderung dimitoskan tidak dapat dibudidayakan. Relatif sama dengan ikan baung yang masih mengandalkan hasil tangkapan liar. Ia lebih banyak menyoroti daerah Kalimantan Tengah, yang selama ini memang banyak budidaya dengan sistem keramba di Sungai Barito dan anak-anak sungainya, tetapi sebenarnya Kalimantan Selatan pun punya potensi dan masalah serupa.
Memang ikan haruan perlu diprihatinkan, karena selama ini kebutuhan terhadap ikan yang satu ini sangat besar, sementara persediaan terbatas, haruan yang dijual di pasaran semakin kecil-kecil. Menurut Ibnu Sina, ikan haruan sering menjadi penyebab inflasi nomor satu di Kota Banjarmasin. Selama berbulan-bulan harga ikan haruan cenderung tinggi dan sulit untuk diturunkan.
Menurut Hj Masniah dan H Irfansyah, pemilik warung Ketupat Kandangan di Banjarmasin, harga ikan haruan saat ini (Februari 2025) mencapai Rp 120 ribu per kilogram, ukuran 2 ekor satu kilo, tidak ada yang mencapai 1 kilo per ekor. Pasokan haruan dari Samarinda, yang biasanya dapat menormalkan harga di Banjarmasin juga tidak ada. Karena itu banyak pedagang ketupat, lontong dan nasi kuning serta warung makan di Banjarmasin dan Hulu Sungai terpaksa menyiasati dengan menaikkan harga jual setiap porsinya. Ia juga menyiasatinya dengan mengganti haruan dengan taoman, yang harganya sekitar Rp50 ribu perkilo, namun ini juga langka. Meskipun satu rumpun spesies dengan haruan, cita rasa ikan taoman beda dengan haruan. Sama juga mengganti ikan baung dalam masakan Paliat Tabalong dengan ikan patin, rasanya tidak sama.
Apalagi garih haruan dan taoman saat ini sangat langka dan mahal. Harga di Kandangan dan Nagara Hulu Sungai Selatan sudah di angka Rp170 ribu perkilo. Bisa dimaklumi, orang kenduri, selamatan pengantenan dan sejenisnya, sekarang jarang sekali menyertakan menu “garih haruan batanak”, walaupun penggemarnya, terutama dari generasi tua, masih sangat banyak.
Kaya Nutrisi
Kebutuhan terhadap ikan haruan selama ini memang tinggi. Selain bisa dimasak dengan berbagai menu, haruan juga mengandung protein dan unsur albumin yang dapat dijadikan pengobat luka dalam dan luka luar. Kandungan ikan ini dapat meningkatkan massa otot, meningkatkan stamina tubuh, menjaga kesehatan mata dan otak, mencegah persalinan prematur, membantu penyembuhan luka, menunjang kesehatan tulang, mencegah anemia, menurunkan kadar gula, mencegah penyakit jantung dan lainnya. Jadi, mengonsumsi haruan, selain untuk menikmati kegurihannya sekaligus mengobati dan mengantipasi suatu penyakit.
Kita dapat memaklumi harga ikan haruan yang terus naik. Kebutuhan terhadap ikan ini sangat tinggi setiap hari, sedangkan pemasoknya hanya dari hasil tangkapan liar di sungai, sawah, danau, waduk dan kawasan rawa lainnya. Cara menangkapnya pun sudah banyak yang menyalahi aturan, seperti dengan setrum, menangkap anakan haruan, menangkap induknya yang bertelur atau baru menetas dengan anak itik (Banjar: mambandan) dan sebagainya. Meskipun pemerintah daerah dan kepolisian sudah melarang dan sering melakukan razia, namun fenomena itu belum bisa dihentikan sama sekali.
Di tengah keadaan demikian, masyarakat perlu mencari alternatif agar ikan haruan tidak semakin langka dan mahal. Karena itu apa yang dicoba carikan solusi oleh Prof Uras Tantulo perlu ditindaklanjuti. Menurut Uras, ikan air tawar, termasuk haruan dapat dibudidayakan dengan teknologi akuakultur. Ikan gabus/haruan paling menjanjikan dengan teknologi jaring. Meskipun air tawar kadang kurang bersahabat bagi haruan, namun ikan haruan tetap dapat tumbuh dengan cepat, dan memiliki harga jual yang tinggi. Ikan haruan memungkinkan untuk dibudidayakan dalam skala rumahan atau keluarga dengan kolam semi tradisional, apalagi kalau dibudidayakan secara besar-besaran dan komersial. Bahkan dalam jumlah besar dapat diekspor untuk bahan obat.
Informasi yang kita dapatkan tentu masih sedikit. Karena itu Prof Uras perlu menularkan ilmu dan keahliannya, tidak saja di lingkungan kampus UPR dan Kalimantan Tengah, tapi juga di Banjarmasin dan Kalimantan Selatan. Sebab, sebagaimana disebutkan di atas, hampir semua wilayah Kalimantan Selatan adalah pemakan ikan haruan sekaligus mengalami masalah kelangkaan. Besar kemungkinan masalah yang sama juga dirasakan di daerah lain, sebab ikan haruan ada di mana-mana, dengan nama yang berbeda-beda, misalnya dolak (Kalbar), bocek (Riau), haruting (Batak), bogo (Sunda), bayong (Banyumas), kutuk (Jawa), rutiang (Minang), koncel (Madura), kabus (Minahasa) dan sebagainya.
Selama ini masyarakat kita umumnya sudah berhasil dalam peternakan ikan patin, lele, ikan mas, gurami, nila, patin, belakangan juga ikan papuyu (betok), baik dalam sistem keramba apung, keramba di atas tanah, jaring apung dan sejenisnya. Masalah yang ditemui kalangan peternak umumnya karena harga jual yang relatif rendah dan harga pakan relatif mahal, sehingga margin keuntungan kecil. Apabila budidaya ikan haruan bisa dilakukan, tentu nilai keuntungannya akan besar, sebab masa panen bisa direncanakan, tidak tergantung pakan pabrikan, harganya cukup stabil, dan dalam jumlah besar bisa diekspor. Semoga.