Banjarmasin, Kalimantanpost.com – H Taufik menegaskan bahwa menghubungkan pihak-pihak yang tidak terlibat langsung tanpa bukti valid merupakan bentuk penyesatan publik dan upaya membangun narasi yang tidak sehat dalam demokrasi.
“Saya tidak habis pikir, polemik ini makin melebar.
Bahkan, kuasa hukum pemohon terus mengaitkan masalah ini dengan H Isam dan Timothy Savitri tanpa alat bukti yang sah dan tanpa fakta di persidangan,” ujar H Taufik, Senin (26/5)
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), ini angkat bicara soal polemik berkepanjangan dalam proses Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru.
Ia mempertanyakan motif di balik sikap Lembaga Pemantau Pemilu (LPRI) dan kuasa hukum pemohon, Denny Indrayana, yang dinilainya kerap menyeret nama-nama tertentu tanpa dasar bukti hukum yang kuat.
“Ini jelas tindakan yang tidak tepat dan tidak benar.
Saya bertanya-tanya, sebenarnya ada masalah apa antara pemohon atau kuasa hukumnya dengan H Isam dan Timothy Savitri?,” ucapnya.
Menurutnya, selama persidangan berlangsung hingga pernyataan yang beredar di media sosial, narasi yang dibawa pemohon terkesan tendensius dan manipulatif.
Solah ingin menggiring opini bahwa proses Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Banjarbaru tidak berlangsung jujur dan adil.
Lebih lanjut, H Taufik juga menyoroti dugaan keberpihakan LPRI.
Ia mengungkapkan bahwa dua tokoh, Rizki Amelia dan Candra, yang mengampanyekan kotak kosong, diduga kuat diarahkan langsung oleh Ketua LPRI, Syari’fah Hayana.
“Ini memperkuat dugaan bahwa LPRI tidak independen dan justru condong memihak. Mereka tidak lagi berperan sebagai pengawas netral, malah tampak terlibat langsung dalam upaya memenangkan kotak kosong,” tegas anggota DPRD Kalsel.
H. Taufik berharap seluruh pihak bisa kembali ke jalur hukum dan etika demokrasi, bukan menyeret opini publik dengan narasi yang belum terbukti kebenarannya.
“Jangan rusak demokrasi dengan menggiring opini dan mempolitisasi lembaga pengawas.
Mari jaga marwah Pilkada agar tetap adil, jujur, dan bermartabat,” pungkasnya. (fin/K-2)