Banjarmasin, KP – Ahmad Solhan, mantan Kepala Dinas (Kadis) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) Provinsi Kalsel, dituntut 5,8 tahun penjara, dan tak jauh beda tuntutan dialami rekannya.
Para terdakwa terkait perkara suap dan gratifikasi di Dinas PUPR Kalsel, hasil Operasi Tangkap Tanfgan (OTT) Komisi Pembertasan Korupsi (KPK) tersebut dituntut Tim Jaksa Penuntut UMum (JPU) KPK saat sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Rabu (11/6).
Di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Cahyono Reza Adrianto SH MH, ke empat terdakwa tersebut yaitu Ahmad Solhan dituntut 5 tahun 8 bulan Penjara oleh JPU KPK, Meyer V Simanjuntak SH MH dan Timnya.
Ahmad Solhan juga dikenakan pidana tambahan uang pengganti Rp16 Miliar, subsider pidana penjara 4 tahun penjara.
Sedangkan untuk mantan Kabid Cipta Karya Yulianti, Yulianti Erlinah, dituntut 4 tahun 6 bulan pidana denda Rp1 Miliar subsider 6 bulan penjara.
Pidana tambahan Rp4 Miliar, subsider pidana penjara 3 tahun.
Adapun H Ahmad dituntut pasal pidana penjara selama 4 tahun.
Kemudian denda Rp 200 juta subsider 4 bulan penjara.
Agustya Febri dituntut pidana penjara 4 tahun 2 bulan, denda Rp 500 juta subsider 5 bulan penjara.
Ditanya adanya dengan adanya denda Rp 16 M kepada mantan Kadis PUPR Ahmad Solhan melebihi uang yang disita?.
Jaksa KPK Meyer Simanjuntak menerangkan bahwa sebelum ada OTT, yang bersangkutan sebelumnya beberapa kali mengambil uang untuk dipergunakan.
“Dari fakta persidangan terungkap bahwa ada pemberian uang yang mana uang tersebut telah dipergunakan untuk kegiatan operasinal maupun keagamaan,” ujar jaksa KPK.
Kemudian disinggung tentang peran H Ahmad yang notabene dalam perkara ini bukan ASN?.
Meyer mengatakan yang bersangkutan adalah orang pertama yang menerima Rp2,3 Miliar dari Ketua BAZNAS Kalsel.
“Yang bersangkutan bukan hanya menyimpan namun juga sebagai penerima uang secara langsung dari Ketua BAZNAS Kalsel, kemudian uang tersebut diserahkan kepada Agustya Febri,” ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, meskipun ada keterangan ahli yang bersifat meringankan terdakwa, tetapi fakta persidangan yang menjadi bukti utama KPK tentang terjadi dugaan korupsi. (K-2)