Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Kelaparan Di Gaza, Genosida Tanpa Suara

×

Kelaparan Di Gaza, Genosida Tanpa Suara

Sebarkan artikel ini

Oleh : Nurma Junia
Pemerhati Sosial Kemasyarakatan

Kebrutalan genosida belum sirna dari jalur Gaza. Kini Zionis terus saja melakukan genosida bersenjata tanpa rasa kemanusiaannya. Kematian, luka, dan derita berkepanjangan telah menjadi pemandangan menyedihkan setiap harinya. Bahkan, kenestapaan itu kini justru semakin terus bertambah. Bukan disebabkan ledakan keras atau jeritan pilu yang harus selalu didengar, melainkan keluhan sunyi dari perut-perut kosong yang merintih dalam diam karena didera kelaparan.

Baca Koran

Kelaparan di Gaza bukan sekedar tidak ada makanan, tapi lebih menjelma menjadi senjata mematikan yang akan membunuh pelan tanpa suara. Sejak dimulainya blokade masuknya bantuan makanan pada 2 Maret lalu, Zionis dengan sengaja memblokade dan membiarkan kaum muslim di Gaza menderita kelaparan parah.

Otoritas Kesehatan Gaza telah melaporkan bahwa 57 anak meninggal akibat dampak dari kekurangan gizi. Jika situasi ini terus berlanjut, diperkirakan hampir 71.000 anak di bawah usia 5 tahun akan mengalami kekurangan gizi akut dalam 11 bulan yang akan datang. Blokade ini sudah berlangsung lebih dari dua bulan. Sungguh, strategi perang yang sangat keji dan tidak ksatria karena menjadikan kelaparan sebagai senjata genosida.

Rik Peeperkom sebagai perwakilan organisasi kesehatan dunia (WHO) untuk wilayah pendudukan Palestina, mengungkapkan dalam pengarahan kepada para jurnalis di Genewa, bahwa embargo total bantuan oleh Zionis telah menyebabkan WHO hanya memiliki persediaan yang cukup untuk merawat sekitar 500 anak dengan kondisi kekurangan gizi akut. Jumlah ini tentu hanya sebagian kecil dari kebutuhan yang sangat mendesak. Dia memperingatkan bahwa warga Gaza kini terperangkap dalam siklus mematikan, disebabkan kurangnya keragaman makanan dan gizi serta keberadaan penyakit yang saling memperparah satu sama lain.

Pernyataan Peeperkommuncul bersamaan dengan dirilisnya analisis terbaru Integrated Food Security Phase Classification (IPC), skala peringatan ketahanan pangan-Senin (12/5). Dalam laporan tersebut terungkap bahwa satu dari lima warga Gaza atau sekitar 500.000 orang berada di ambang kelaparan. Sementara itu, seluruh populasi Gaza yang berjumlah 2,1 juta orang, kini sedang menghadapi kekurangan pangan berkepanjangan.

Hanya entitas Zionis yang menggunakan kelaparan sebagai senjata dalam perang. Menjadikan kelaparan sebagai alat genosida adalah bukti nyata bentuk kelemahan dan kepengecutan terbesar di dunia yang pernah dilakukan oleh zionis. Pasalnya, serangan fisik zionis yang begitu sadis ke Gaza tidak membuat warga Gaza gentar sedikitpun. Peralatan perang milik Zionis seperti tank, senjata, bom, rudal memang bisa membuat warga Gaza berlumuran darah, kehilangan ruang hidup, bahkan kehilangan orang tersayang. Namun, tidak dengan kekuatan akidah yang telah tertanam dalam diri mereka. Dengan semangat membara, warga Gaza tetap berdiri kokoh dan sabar menjaga tanah suci Palestina. Mereka bersabar dalam penderitaan, ikhlas terhadap qada yang harus dirasakan, terus berjihad hingga titik darah penghabisan melawan Zionis demi memperjuangkan dan mempertahankan tanah hak milik kaum muslimin sekalipun harus nyawa yang menjadi taruhan.

Baca Juga :  Menolak "Pikun" Kecurangan Pemilu

Kekuatan keimanan warga Gaza nyatanya tidak bisa dilemahkan dan dikalahkan dengan senjata fisik Zionis. Meskipun para pemimpin Islam mengabaikan urusan Palestina. Zionis laknatullah pun mencoba cara berbeda yakni menyerang kebutuhan jasmani (hajatul uduwiyah) warga Gaza dengan menjadikan kelaparan sebagai senjata. Mereka memblokade bantuan untuk Gaza, terus mengebom dapur umum dan menjatuhkan rudal di tengah-tengah warga yang akan mengantri makanan dan mengambil bantuan.

Krisis kelaparan yang diciptakan Zionis telah menunjukkan kelemahan dan betapa pengecutnya mereka menghadapi kaum muslimin. Maka, menghadapi orang lemah dan pengecut itu sebenarnya sangat mudah. Hanya dengan mengirim pasukan tentara agar Palestina bisa merdeka. Sehingga, tidak akan ada lagi penjajahan dan krisis pangan di Gaza. Sebagaimana Panglima Salahuddin yang membebaskan Al-Quds dari kekuasaan kotor tentara Salib.

Namun, Pembelaan nyata itu seakan menjadi pilihan berat untuk dilakukan karena penguasa muslim hari ini telah menjadi pengkhianat umat. Seruan jihad yang bergema tak mampu membuka mata hati para penguasa untuk menolong saudara seagama secara nyata dengan mengirimkan pasukan untuk mengusir penjajahan di Palestina. Mereka justru bekerja sama untuk memperbaiki hubungan dan tunduk di bawah arahan Amerika sebagai negara adidaya. Bahkan, para pengkhianat itu menormalisasi hubungan dengan Zionis, karena lebih takut kehilangan kekuasaannya dibanding harus memenuhi panggilan jihad sebagai kewajiban membebaskan saudara muslim dari penjajahan berkepanjangan.

Hingga saat ini, Palestina tidak ada yang mampu membela karena umat Islam tidak memiliki pelindung yang akan menjalankan perannya sebagai rain dan junnah untuk menyelamatkan kaum muslim dari segala penjajahan apapun. Sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah Mu’tasim Billah. Oleh karena itu, harus ada perjuangan untuk menegakkannya kembali. Umat harus terus dibangun kesadarannya agar siap berjuang bersama dengan partai politik yang konsisten memperjuangkan tegaknya aturan Allah secara kaffah.

Baca Juga :  KETAATAN

Maka sejatinya, untuk menyelamatkan Gaza dari kelaparan akibat penjajahan kecuali dengan jihad fisabilillah. Dengan kekuatan militer yang dikerahkan para pemimpin-pemimpin Islam agar Gaza-Palestina merdeka. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah yang mengusir Yahudi Bani Qinuqa dari Madinah karena mereka melanggar perjanjian dan membunuh seorang muslim.

Al-Quran telah memerintahkan jihad defensif atau jihad difai atas invasi musuh yang ditujukan kepada negeri-negeri muslim. Allah SWT berfirman “Siapa saja yang menyerang kalian, seranglah ia dengan seimbang dengan serangannya terhadap kalian”. (QS. Al Baqarah :194).

Dalam kitab Asyahsiyah Al-Islamiyah jilid 2, yang ditulis seorang mujtahid Syekh Takyuddin An-Nabhani rahimahullah” menjelaskan bahwa jihad adalah fardu ain saat kaum muslim diserang musuh. Jika dikaitkan dengan penjajahan di Palestina, maka fardu ain ini tidak hanya berlaku untuk warga Gaza saja. Bahkan kewajiban ini tidak hanya mengikat seluruh kaum muslimin di sekitar wilayah Palestina, tetapi berlaku pula untuk seluruh wilayah kaum muslimin hingga penjajah Zionis dapat dikalahkan.

Kebutuhan satu komando jelas menuntut persatuan umat Islam di seluruh dunia yang akan mampu menjadi junah umat Islam. Akan tetapi umat Islam saat ini telah kehilangan institusi pemersatu tersebut karena dihancurkan oleh Barat. Kondisi ini menuntut umat Islam terus optimis berupaya memperjuangkannya kembali sekalipun dirasa tidak mudah.

Rasulullah telah mencontohkan bagaimana mengupayakan dengan dakwah pemikiran bersama partai ideologisnya saat itu, yakni Hizbur Rasul. Maka arah perjuangan umat Islam hari ini untuk menyatukan kembali umat Islam haruslah mengikuti metode dakwah Rasulullah. Biidznillah proses ini akan membawa kepada kemenangan hakiki. Wallahu’alam.

Iklan
Iklan