Penulis
Risa Dwi Ayuni, M.Si
Dr. Rico, S.Pd., M.I.Kom
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin
Istilah “Kampus Berdampak” telah menjadi frasa kunci dalam arah kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia pasca diluncurkannya berbagai program transformasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Namun, pertanyaannya kemudian adalah: dampak seperti apa yang seharusnya dihasilkan oleh sebuah institusi pendidikan tinggi?
Jika kampus hanya dipandang sebagai tempat belajar dan lulus, maka kontribusinya akan berhenti di ruang kelas. Padahal, dalam semangat Merdeka Belajar – Kampus Merdeka, kampus dituntut untuk melampaui batas tembok akademik dan hadir sebagai agen perubahan sosial melalui tridharma perguruan tinggi: pendidikan, penelitian, dan pengabdian.
Salah satu bentuk nyata dari semangat itu adalah diseminasi hasil penelitian mahasiswa dalam bentuk publikasi ilmiah, terutama artikel yang ditulis berdasarkan skripsi. Ketika mahasiswa tidak hanya menyusun skripsi untuk syarat lulus, tetapi juga menerbitkannya sebagai artikel pada jurnal terakreditasi, maka proses akademik telah menghasilkan sesuatu yang dapat diakses dan dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
Inilah yang menjadi esensi kampus berdampak—bukan hanya mencetak lulusan, tapi juga menyebarkan pengetahuan, memperkaya literatur ilmiah, dan menstimulasi perubahan sosial berbasis data serta refleksi ilmiah.
Sejalan dengan itu, Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin menyelenggarakan sebuah program strategis bertajuk “Sosialisasi Pengenalan Publikasi pada Jurnal Terakreditasi” yang diperuntukkan bagi mahasiswa tingkat akhir. Kegiatan ini bukan hanya bagian dari pelatihan teknis menulis, melainkan sebuah misi akademik: menggeser paradigma mahasiswa dari sekadar menyusun skripsi ke menghasilkan karya ilmiah yang berdampak luas.
Sebagaimana ditegaskan oleh Kemendikbudristek dalam berbagai forum kebijakan, salah satu indikator keberhasilan pendidikan tinggi saat ini bukan semata output dalam bentuk ijazah, melainkan luaran ilmiah yang dapat ditelusuri, diakses, dan digunakan ulang oleh masyarakat dan komunitas ilmiah (Dirjen Diktiristek, 2023).
Dengan kata lain, publikasi mahasiswa adalah bentuk konkrit dari evidence-based contribution yang ditawarkan kampus kepada masyarakat. Di sinilah letak makna terdalam dari “Kampus Berdampak”—yakni ketika kampus mampu menjadi simpul pengetahuan yang aktif menyuplai solusi, bukan hanya mengarsipkan teori.
Publikasi Mahasiswa sebagai Upaya Diseminasi Ilmu
Dalam dunia akademik, skripsi sering kali dipandang sebagai dokumen final dalam proses studi mahasiswa. Namun, jika hanya disimpan di rak perpustakaan atau sekadar diunggah ke repositori kampus tanpa transformasi lebih lanjut, maka pengetahuan yang dihasilkan berisiko terputus di titik penciptaannya.
Padahal, skripsi adalah tambang gagasan orisinal, hasil riset lapangan yang sering kali bersinggungan langsung dengan permasalahan sosial di masyarakat. Jika ditulis ulang dalam format artikel ilmiah dan diterbitkan di jurnal terakreditasi, maka skripsi dapat bertransformasi menjadi alat diseminasi ilmu yang otoritatif, terukur, dan bisa dikutip oleh peneliti atau praktisi lainnya.
Menurut studi oleh Lillis & Curry (2022) yang dimuat dalam Journal of English for Academic Purposes, publikasi ilmiah merupakan “jantung dari sirkulasi pengetahuan akademik,” dan melibatkan mahasiswa dalam proses ini merupakan bentuk pelibatan awal dalam komunitas ilmiah global. Di Indonesia, Ahmad & Rahmawati (2021) juga mencatat bahwa publikasi mahasiswa memiliki peran penting dalam mempercepat proses transformasi pengetahuan lokal menjadi bahan diskusi nasional.
Melalui publikasi, mahasiswa tidak hanya melatih keterampilan menulis ilmiah, tetapi juga belajar untuk berargumentasi dengan data, mengelola kritik dari reviewer, dan memahami etika akademik. Proses ini membentuk daya saing intelektual mereka yang tidak kalah penting dibandingkan kompetensi praktis di dunia kerja.
Di sisi lain, institusi juga mendapatkan keuntungan strategis. Ketika semakin banyak artikel mahasiswa dipublikasikan, maka:
- Reputasi akademik prodi meningkat
- Kinerja dosen sebagai pembimbing ikut terdorong
- Penilaian akreditasi mendapat nilai tambah dari indikator luaran publikasi
Fakta ini sejalan dengan laporan Scimago Institutions Rankings (2023) yang menunjukkan bahwa jumlah publikasi ilmiah institusi, termasuk yang ditulis oleh mahasiswa, menjadi salah satu metrik penting dalam pemeringkatan universitas secara global. Hal ini juga didukung oleh riset dari Kolmos et al. (2022), yang menegaskan bahwa keterlibatan mahasiswa dalam publikasi ilmiah mendorong peningkatan budaya riset dan literasi ilmiah secara institusional.
Namun demikian, diseminasi ilmu tidak hanya tentang reputasi akademik. Yang lebih penting adalah dampak sosial dari pengetahuan yang dibagikan. Artikel mahasiswa yang meneliti pola komunikasi masyarakat adat, strategi media UMKM lokal, atau praktik kehumasan pemerintah, misalnya, bisa menjadi referensi yang berguna bagi pengambil kebijakan, jurnalis, atau komunitas sipil.
Dengan kata lain, mahasiswa tidak harus menunggu menjadi dosen atau peneliti senior untuk berkontribusi. Mereka cukup menyusun gagasan ilmiah yang kuat dan menyebarkannya secara bertanggung jawab. Inilah bentuk nyata dari pengabdian melalui keilmuan—sebuah kontribusi yang dapat dijangkau oleh siapa saja yang mau belajar, menulis, dan berbagi.
Prodi Ilmu Komunikasi UNISKA dan Inisiatif Strategisnya
Komitmen menuju kampus berdampak tidak hanya bisa lahir dari kebijakan pusat, tetapi juga harus ditumbuhkan dari dalam program studi yang menjadi garda terdepan dalam pendidikan mahasiswa. Menyadari hal itu, Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin telah mengambil langkah strategis yang visioner, yaitu dengan menyelenggarakan Sosialisasi Pengenalan Publikasi pada Jurnal Terakreditasi bagi mahasiswa tingkat akhir.
Kegiatan ini merupakan respon konkret terhadap tantangan umum yang dihadapi mahasiswa: bagaimana mengubah skripsi menjadi artikel ilmiah yang layak terbit? Dibuka secara resmi oleh Kaprodi Ilmu Komunikasi, Ibu Risa Dwi Ayuni, M.Si, dan menghadirkan saya selaku narasumber, sosialisasi ini menjadi ajang edukatif sekaligus inspiratif untuk membangun budaya ilmiah sejak dini.
Lebih dari sekadar seminar teknis, kegiatan ini memiliki visi yang lebih dalam: membudayakan publikasi sebagai bagian dari ekosistem akademik prodi. Mahasiswa tidak lagi diposisikan sebagai objek belajar semata, tetapi sebagai mitra akademik yang mampu menghasilkan karya keilmuan. Dalam sesi tersebut, mahasiswa diberikan pemahaman mengenai:
- Perbedaan jurnal nasional, terakreditasi, dan internasional
- Struktur artikel ilmiah (IMRaD) dan gaya selingkung
- Strategi submit ke jurnal dan menghadapi review
- Pentingnya etika akademik dan penghindaran plagiarisme
Dengan pendekatan yang praktis namun reflektif, sosialisasi ini membuka ruang diskusi yang mendorong mahasiswa untuk berani menulis, berani dikritik, dan berani disebarluaskan gagasannya. Inisiatif seperti ini tidak hanya meningkatkan kompetensi akademik mahasiswa, tapi juga menjadi modal sosial dan reputasional bagi program studi.
Kegiatan ini juga membangun kesadaran baru bahwa skripsi bukanlah titik akhir, melainkan titik awal. Skripsi yang dipublikasikan menjadi jejak keilmuan mahasiswa, sekaligus bukti bahwa proses belajar mereka berdampak tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga bagi komunitas yang lebih luas.
Lebih jauh, publikasi mahasiswa dapat menjadi salah satu indikator keberhasilan program studi dalam menghasilkan lulusan yang tidak hanya kompeten, tetapi juga kontributif. Sebagaimana dicatat oleh Widyastuti & Rakhmawati (2022), keterlibatan prodi dalam mendorong publikasi ilmiah turut memperkuat nilai akreditasi, terutama pada aspek luaran dan dampak akademik.
Langkah Prodi Ilmu Komunikasi UNISKA ini juga menjadi bagian dari narasi besar transformasi pendidikan tinggi di Indonesia, yang kini tidak hanya mengejar akumulasi ijazah, tetapi juga produktivitas pengetahuan.
Mengubah Mindset Mahasiswa: Dari Skripsi ke Kontribusi Ilmiah
Salah satu tantangan paling mendasar dalam budaya akademik di Indonesia adalah persepsi mahasiswa terhadap skripsi sebagai “ritual akhir sebelum wisuda.” Dalam pola pikir ini, skripsi dianggap sebagai beban administratif semata—sesuatu yang harus diselesaikan agar bisa segera lulus, tanpa dimaknai sebagai bagian dari proses intelektual yang berkelanjutan.
Prodi Ilmu Komunikasi UNISKA mencoba mendobrak paradigma tersebut. Melalui kegiatan sosialisasi publikasi ilmiah, mahasiswa diarahkan untuk melihat skripsi bukan sebagai titik berhenti, melainkan sebagai titik awal kontribusi keilmuan. Di sinilah pentingnya perubahan mindset: bahwa menulis skripsi bukan hanya demi memenuhi tuntutan kurikulum, tapi juga untuk membagikan pengetahuan kepada khalayak yang lebih luas melalui publikasi artikel ilmiah.
Transformasi cara pandang ini penting, karena penelitian yang tidak dipublikasikan ibarat api yang disimpan dalam sekam: berpotensi besar, tetapi tidak pernah terlihat. Sebagaimana disampaikan oleh Caplan & Ford (2019) dalam International Journal of Higher Education, keterlibatan mahasiswa dalam publikasi akademik terbukti mampu meningkatkan kepercayaan diri, rasa kepemilikan terhadap ilmu, dan kesiapan untuk menghadapi tantangan akademik lanjutan.
Selain membentuk kepercayaan diri, proses publikasi juga mengajarkan mahasiswa hal-hal penting yang tidak didapat dalam kuliah biasa:
- Berpikir kritis saat menanggapi komentar reviewer
- Disiplin waktu saat menyusun ulang naskah dan memenuhi deadline jurnal
- Konsistensi metodologi, karena struktur artikel ilmiah tidak memberi ruang untuk narasi yang kabur atau spekulatif
Dengan proses ini, mahasiswa belajar bahwa ilmu pengetahuan bukan sekadar wacana, tetapi adalah hasil proses argumentatif, logis, dan terbuka terhadap kritik.
Transformasi skripsi menjadi artikel ilmiah juga memberi manfaat pragmatis. Artikel yang dipublikasikan bisa menjadi:
- Portofolio untuk melamar beasiswa S2/S3
- Bahan unggulan dalam seleksi CPNS atau ASN
- Bukti kontribusi akademik dalam seleksi kerja di industri kreatif, media, atau instansi pemerintahan
Dalam konteks ini, publikasi ilmiah adalah bentuk nyata dari akademik produktif—mengubah hasil belajar menjadi kontribusi riil. Mahasiswa tidak lagi hanya menjadi penerima ilmu, tetapi juga produsen pengetahuan yang sah dan diakui.
Sebagaimana ditegaskan oleh Kolmos et al. (2022), mahasiswa yang terlibat aktif dalam proses publikasi cenderung memiliki kesiapan yang lebih baik dalam menghadapi tantangan riset tingkat lanjut. Mereka juga menunjukkan etos ilmiah yang lebih tinggi, serta mampu berjejaring dalam komunitas akademik yang lebih luas.
Oleh karena itu, mengubah mindset mahasiswa terhadap publikasi bukan hanya soal teknis menulis, tetapi menyangkut identitas akademik mereka. Dan di sinilah letak tugas strategis program studi dan dosen pembimbing: mendampingi proses itu secara utuh, dari penyusunan, penyuntingan, hingga pengajuan ke jurnal.
Dampak Institusional dan Reputasi Akademik Kampus melalui Publikasi Mahasiswa
Di era kompetisi global antarperguruan tinggi, reputasi akademik bukan hanya ditentukan oleh seberapa banyak program studi dimiliki, atau seberapa megah fasilitas kampus dibangun. Lebih dari itu, reputasi lahir dari luaran ilmiah yang konkret dan dapat ditelusuri kontribusinya di ruang publik, salah satunya melalui publikasi karya ilmiah dosen dan mahasiswa.
Publikasi mahasiswa bukanlah aktivitas pinggiran. Sebaliknya, ia menjadi indikator kinerja institusi yang diakui secara formal, terutama dalam proses akreditasi program studi dan pemeringkatan perguruan tinggi. Dalam sistem akreditasi BAN-PT maupun LAMEMBA, luaran publikasi menjadi komponen penilaian penting dalam aspek output dan outcome pembelajaran mahasiswa.
Publikasi juga menjadi bagian dari rekam jejak digital institusi. Setiap artikel yang berhasil diterbitkan di jurnal terakreditasi akan secara otomatis tercatat dalam indeks SINTA (Science and Technology Index), yang merupakan tolok ukur resmi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Jika mahasiswa dan dosen aktif menulis, maka jejaring keilmuan kampus akan semakin kuat di mata publik dan lembaga pemeringkat.
Laporan dari Scimago Institutions Rankings (2023) bahkan menekankan bahwa kuantitas dan kualitas publikasi ilmiah, termasuk dari kalangan mahasiswa, turut memengaruhi performa global universitas dalam bidang riset dan inovasi. Di sisi lain, keterlibatan mahasiswa dalam publikasi juga menjadi indikator keberhasilan program pendidikan tinggi dalam menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing dan kemampuan berpikir ilmiah yang tinggi (Lee, 2020).
Bagi institusi seperti UNISKA, hal ini membuka peluang besar untuk menguatkan positioning sebagai kampus berbasis kontribusi ilmiah, terutama di tingkat regional Kalimantan dan nasional. Citra ini tidak hanya akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas lulusan, tetapi juga memperkuat daya saing kampus dalam:
- Seleksi hibah penelitian dan pengabdian masyarakat
- Kemitraan akademik dengan institusi luar
- Peningkatan kepercayaan dari calon mahasiswa dan orang tua
Selain itu, publikasi ilmiah juga merupakan instrumen strategis dalam mendukung implementasi kebijakan nasional seperti Indikator Kinerja Utama (IKU) perguruan tinggi, terutama pada poin:
- Lulusan mendapat pekerjaan yang layak
- Mahasiswa mendapat pengalaman di luar kampus
- Kualitas kurikulum yang setara dengan dunia kerja dan industri
Ketika mahasiswa dilatih untuk memublikasikan artikel ilmiah, secara tidak langsung mereka dilatih untuk menulis secara profesional, berpikir sistematis, dan menyampaikan gagasan secara persuasif—semua ini adalah keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja saat ini.
Oleh karena itu, membangun tradisi publikasi ilmiah mahasiswa tidak hanya penting bagi individu yang bersangkutan, tetapi menjadi pilar strategis dalam membentuk kredibilitas dan keberlanjutan reputasi akademik kampus secara menyeluruh. Dan Prodi Ilmu Komunikasi UNISKA, dengan berbagai inisiatifnya, telah mengambil posisi penting sebagai pelopor dari gerakan tersebut.
Menyambut Generasi Akademik Digital
Mahasiswa saat ini, yang didominasi oleh Generasi Z, hidup dan tumbuh dalam ekosistem digital yang serba cepat, dinamis, dan terkoneksi. Mereka terbiasa menyerap informasi melalui media sosial, mengakses data secara real-time, dan mengekspresikan diri dalam format multimedia. Namun di balik keunggulan digital itu, muncul tantangan mendasar: bagaimana menjembatani gaya hidup digital mereka dengan tradisi ilmiah yang sistematis dan terstandar?
Di sinilah pentingnya peran kampus dan program studi dalam mentransformasi pendekatan akademik ke arah yang lebih relevan dan adaptif terhadap karakter generasi digital. Publikasi ilmiah, yang selama ini identik dengan dunia akademisi senior, harus mulai dibuka dan dikenalkan sejak mahasiswa berada di tahun-tahun akhir kuliah—bahkan lebih awal.
Kampus tidak bisa lagi bergantung pada metode konvensional yang mengharuskan proses publikasi berjalan kaku dan eksklusif. Sebaliknya, harus ada pendekatan yang:
- Memanfaatkan platform digital open-access
- Mengintegrasikan tools seperti Mendeley, Zotero, Turnitin, Grammarly, dan Google Scholar
- Memberikan pelatihan teknis melalui workshop daring, tutorial YouTube, hingga template siap pakai
Menurut riset yang dilakukan oleh Suliman et al. (2021) dalam Higher Education Research & Development, integrasi teknologi dalam pelatihan akademik dapat meningkatkan motivasi, produktivitas, dan kualitas naskah ilmiah mahasiswa. Hal ini disebabkan karena mahasiswa merasa lebih familiar dan berdaya dalam proses yang tidak terasa asing secara teknologis.
Prodi Ilmu Komunikasi UNISKA telah menangkap arah ini dengan baik. Dalam sosialisasi publikasi ilmiah yang baru saja dilaksanakan, mahasiswa tidak hanya diberi paparan teori, tetapi juga praktik langsung dan diskusi tentang cara submit artikel ke OJS (Open Journal System), cara menanggapi komentar reviewer, serta pentingnya menjaga etika akademik dalam konteks digital.
Pendekatan ini menciptakan suasana akademik yang lebih partisipatif dan memberdayakan mahasiswa sebagai subjek dalam ekosistem ilmiah kampus. Mahasiswa tidak lagi hanya menjadi pengumpul nilai, tetapi mulai melihat dirinya sebagai aktor intelektual yang memiliki akses, kapasitas, dan kepercayaan diri untuk berbagi pengetahuan.
Lebih dari itu, digitalisasi publikasi juga memperluas jangkauan distribusi pengetahuan. Artikel mahasiswa yang dipublikasikan secara daring memiliki potensi dibaca oleh ribuan orang di luar kampus, bahkan lintas negara. Hal ini menjadikan publikasi sebagai media pengabdian akademik yang lebih konkret, cepat, dan berdampak nyata bagi masyarakat.
Dengan demikian, menyambut generasi akademik digital bukan berarti mengubah nilai keilmuan, tetapi menyesuaikan cara kita membingkai dan menyampaikan proses akademik agar mampu menjangkau cara berpikir, belajar, dan bertindak mahasiswa masa kini.
Kita hidup di tengah era di mana ilmu tak lagi cukup hanya disimpan. Ia harus dibagikan, dikritisi, diperkuat, dan diperluas agar memberi makna bagi banyak orang. Di sinilah publikasi menjadi penting—sebagai wujud keberanian intelektual dan bentuk pengabdian tertinggi dalam dunia akademik.
Sebagai dosen, tugas kita bukan hanya mengajar, tapi menginspirasi untuk berkarya. Dan sebagai mahasiswa, tugas mereka bukan hanya lulus, tetapi meninggalkan jejak pengetahuan yang berdampak.
Satu artikel ilmiah yang lahir dari skripsi bisa jadi tak mengubah dunia hari ini. Tapi ia mungkin menjadi referensi bagi perubahan besar esok hari. Maka jangan remehkan satu tulisan yang jujur, teruji, dan ditulis dengan semangat berbagi. Karena dari sanalah akademisi sejati lahir—bukan dari gelar, tapi dari kontribusi.
Mari kita wujudkan UNISKA bukan hanya sebagai kampus tempat belajar, tetapi sebagai rumah ilmu yang menghasilkan karya, membentuk karakter, dan berdampak luas bagi masyarakat.
“Menulislah bukan karena kamu tahu segalanya, tapi karena kamu percaya bahwa ilmu yang kamu punya—sekecil apa pun—layak untuk dibagikan”. (Risa & Rico, 2025)