BANJARMASIN,Kalimantanpost.com– Pemerintah terus berupaya menjaga kinerja penyerapan belanja APBN di Kalimantan Selatan (Kalsel) meskipun menghadapi tantangan kebijakan efisiensi anggaran dan penurunan pagu 2025.
Hingga April 2025, realisasi belanja negara di provinsi ini mencapai Rp10,11 triliun atau 26,71 persen dari total pagu anggaran sebesar Rp37,86 triliun.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kalsel, Syafriadi, menjelaskan, meskipun terdapat penurunan pagu belanja sebesar 9,19 persen dibanding tahun sebelumnya, pemerintah pusat dan daerah tetap menjaga agar penyerapan anggaran berjalan optimal.
Hal ini penting agar fungsi belanja negara sebagai motor penggerak ekonomi daerah tetap berjalan.
“Jenis belanja Transfer ke Daerah (TKD) masih menjadi penopang utama struktur APBN Kalsel, dengan kontribusi sebesar 80,18 persen,” ungkap Syafriadi dalam siaran pers kinerja fiskal regional, Rabu (4/6/2025).
“Kami tetap fokus memastikan dana yang dikucurkan mampu memperkuat fiskal daerah, terutama dalam menghadapi tantangan ekonomi regional,” tambahnya.
Penurunan pagu berdampak pada perlambatan realisasi, terutama pada belanja barang dan modal. Belanja Pemerintah Pusat (BPP) baru mencapai Rp2 triliun (20,13 persen), dengan komposisi terbesar berasal dari belanja pegawai sebesar Rp1,41 triliun atau 36,01 persen. Peningkatan belanja pegawai disebabkan oleh penyesuaian gaji pokok, kenaikan jumlah PPPK, dan pembayaran rapelan tunjangan profesi guru non-PNS.
Sementara itu, belanja barang hanya mencapai Rp0,53 triliun atau 10,81 persen, lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh efisiensi anggaran dan belum terealisasinya dana dari satuan kerja dengan program besar seperti swasembada pangan.
Belanja modal pun relatif stagnan, hanya terealisasi Rp56 miliar (4,94 persen), terutama pada proyek fisik seperti infrastruktur dan pembelian alat berat.
Kondisi ini menunjukkan bahwa strategi efisiensi menekan ruang fiskal untuk kegiatan pembangunan fisik jangka pendek, meskipun pada sisi lain tetap menjaga stabilitas anggaran secara umum.
Di sisi lain, penyaluran TKD menjadi tulang punggung belanja publik di Kalsel. Hingga akhir Maret 2025, TKD tersalurkan sebesar Rp7,01 triliun atau 25,13 persen dari pagu, mengalami pertumbuhan 13,26 persen dibanding tahun sebelumnya. Kabupaten Hulu Sungai Utara mencatatkan penyerapan tertinggi, sementara Kabupaten Kotabaru menjadi yang terendah.
Menariknya, Kabupaten Barito Kuala tercatat sebagai daerah pertama di Indonesia yang menyalurkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik tahap I, dengan nilai Rp2,62 miliar untuk bidang air minum.
Kinerja belanja negara dan daerah yang belum maksimal berdampak pada perekonomian regional. Realisasi pendapatan daerah baru mencapai Rp8,07 triliun atau 19,21 persen dari target, mengalami kontraksi 14,82 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Komponen Pendapatan Transfer masih menjadi kontributor utama, dengan porsi 77,45 persen dari total pendapatan. Di sisi belanja, APBD Kalsel baru terealisasi Rp5,23 triliun atau 10,98 persen, yang mencakup belanja operasi, modal, transfer, dan tidak terduga.
Belanja modal mengalami penurunan paling tajam, yaitu 71,12 persen, yang menunjukkan adanya keterbatasan fiskal dalam mendorong kegiatan pembangunan jangka menengah. Meski begitu, belanja operasi masih tumbuh positif 5,35 persen.
Kabupaten Banjar mencatatkan persentase realisasi belanja tertinggi sebesar 15,3 persen, sementara Pemerintah Provinsi Kalsel tetap mendominasi dari sisi nominal, yaitu Rp1,52 triliun.
Pemerintah pusat dan daerah di Kalimantan Selatan terus menyesuaikan strategi fiskal agar meskipun di tengah efisiensi, belanja tetap berdampak terhadap aktivitas ekonomi masyarakat. Belanja pegawai, transfer daerah, dan DAK Fisik diarahkan agar tetap menggerakuhkan konsumsi, pelayanan dasar, serta infrastruktur pendukung.
Dengan menjaga kualitas belanja dan mempercepat penyaluran dana, diharapkan pertumbuhan ekonomi regional tetap terjaga, serta menciptakan ruang fiskal yang sehat dan berkelanjutan.(adv/dev/KPO-4)