Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Saatnya Bijak dalam Mengulurkan Tangan

×

Saatnya Bijak dalam Mengulurkan Tangan

Sebarkan artikel ini

Oleh : Yuliana
Pemerhati Sosial Keagamaan

Di tengah banyaknya permasalahan di Kota Banjarmasin, dari permasalahan sampah bahkan tentang lampu merah yang bukan lagi sekadar tempat kendaraan berhenti menunggu giliran jalan. Ia kini berubah menjadi panggung kecil bagi para pengamen, pengemis, manusia silver dan anak-anak jalanan yang menadahkan tangan, menatap penuh harap pada kaca jendela kendaraan. Dengan pakaian dan ekspektasi yang memprihatikan, entah itu faktanya atau dibuat-buat untuk membuat yang melihat semakin terbawa hatinya. Sebagian dari kita tergerak dan hati tersentuh, dompet dibuka, lalu uang disodorkan. “Kasihan,” itulah pikir kita. Tapi benarkah itu bentuk kepedulian yang tepat?

Baca Koran

Masih patut dipertanyakan, apakah 2045 akan menjadi Indonesia emas, ataukah menjadi Indonesia cemas?

Kita seringkali mengira bahwa memberi uang di jalan adalah bentuk kebaikan dan kepedulian terhadap rakyat kecil. Padahal, jika dicermati lebih dalam, kebaikan yang tidak diarahkan bisa berubah menjadi bumerang. Ketika bantuan diberikan tanpa pandang dampak, maka simpati kita yang tulus justru bisa memperpanjang siklus ketergantungan dan kemalasan. Kota Banjarmasin, dengan segala geliat kemajuan dan dinamika sosialnya, kini sedang diuji: mampukah warganya membedakan antara “Simpati sesaat dan kepedulian yang bijak”?

Pernah diadakan acara besar-besaran oleh BCTI dan Pemuda Bakti Banua yang dinaungi oleh Hasnur Cantre. Mereka mengangkat tema tentang “Lead The Impact”, disitu dipaparkan oleh narasumber yang ahli dibidangnya, beliau mengatakan bahwa “jangan sampai kebaikan kita malah berunjung dampak negatif bagi penerimanya”.

Disana kita juga diajarkan untuk mengelola tempat tempat untuk menjadi penghasilan masyarakat, seperti misalnya membangun objek wisata yang menarik pengunjung. Dan perihal-perihal lainnya yang berkaitan dengan sosial dan ekonomi masyarakat.

Permasalahan kepedulian sosial bukanlah permasalahan yang baru, hal ini sudah dipaparkan Nabi Muhammad SAW untuk meringankan kesusahan orang lain, pada hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari. Artinya: Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami, Laits telah menceritakan kepada kami dari ‘Uqail, dari Ibnu Syihab, bahwa Salim telah memberitahunya, Abdullah bin Umar ra telah mengabarkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Ia tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya (disakiti atau ditelantarkan). Barangsiapa memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa yang melepaskan satu kesusahan dari seorang muslim, niscaya Allah akan melepaskan satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan pada hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi (aib) nya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari).

Baca Juga :  Butuh Transformasi Total, Bukan Hanya Ekonomi Digital

Akan tetapi untuk memahami sebuah hadist kita tidak bisa hanya sekedar melihat teks semata akan tetapi bagaimana kerelevanan Hadist tersebut di zaman kita.

“Peduli bukan sekadar simpati” adalah ajakan untuk tidak sekadar tersentuh, tapi juga berpikir panjang. Membantu bukan berarti selalu memberi uang di pinggir jalan, melainkan mendorong mereka untuk mendapat solusi jangka panjang, pendidikan, pelatihan, bahkan rehabilitasi sosial. Kepedulian yang sejati adalah yang mendorong perubahan, bukan yang mempertahankan keterpurukan.

Pernah dipublikasi oleh salah satu media bahwa anak-anak jalanan seperti manusia silver sudah pernah di tadahkan di rumah singgah untuk melakukan pelatihan, akan tetapi setelah beberapa hari disana meraka melarikan diri. Banyak orang yang tidak ingin menikmati proses, mereka malah suka menadahkan tangan dan kardus dengan modal baju compang camping dan wajah yang memprihatikan. Menurut info yang telah beredar, pendapatan meraka rata-rata dari 100-400 ribu, ini merupakan jumlah yang mengejutkan bahkan mengalahkan pekerjaan kuli yang bekerja dari pagi hingga sore.

Sebagai umat Islam, kita percaya bahwa Nabi Muhammad SAW bukan hanya seorang pemimpin agama, tetapi juga figur sosial yang sangat peka terhadap penderitaan dan kebutuhan masyarakat. Kepeduliannya tidak bersifat seremonial atau sesekali, tetapi terwujud dalam tindakan nyata dan konsisten sepanjang hidupnya.

Bayangkan sebuah masyarakat yang retak jurang antara kaya dan miskin begitu lebar, budak dianggap barang, perempuan tidak dihitung, dan yatim piatu tak punya suara. Di tengah kegelapan itu, lahirlah seorang manusia yang tak hanya membawa wahyu, tapi juga membawa cara baru untuk melihat manusia lain dengan hati bukan posisi, dengan kasih bukan kuasa. Kepedulian beliau bukan sekadar ekspresi lembut atau kata-kata manis. Itu adalah tindakan nyata yang membangun ulang tatanan sosial.

Mari saatnya kita ubah pola pikir dari reaktif menjadi solutif. Dari memberi karena kasihan, menjadi membantu karena ingin mereka bangkit. Bukan berarti menutup mata terhadap penderitaan, tapi justru membuka mata lebih lebar bahwa cinta sejati pada sesama juga harus disertai kebijakan.

Kepedulian dalam diri Muhammad bukanlah laku musiman. Itu adalah napas hidupnya. Ia tidak datang sebagai penyelamat yang berdiri di atas menara, tapi sebagai sahabat yang hadir di tanah yang sama, berjalan bersama, mendengarkan, mengangkat, dan membimbing.

Hari ini, ketika dunia kita dipenuhi dengan simpati yang cepat menguapdi balik like dan repost mungkin yang kita butuhkan adalah meneladani cara Nabi peduli tidak berisik, tapi menyentuh, tidak ramai tapi membebaskan. Karena bagi beliau, peduli bukan hanya tentang merasa. Tapi tentang hadir, peka, dan memberi makna.

Baca Juga :  TANYA JAWAB DALAM ISLAM

Terkadang kita membantu juga harus ada pencitraan yang dilakukan tanpa mengerti bagaimana perasaan penerima. Rasanya tak cukup hanya sekedar memberi tanpa adanya dokumentasi yang dipublikasi.

Sudah saatnya kita salurkan bantuan dan pedulian ditempat-tempat resmi, yang ketika kita memberi tidak untuk habis sehari, tapi untuk dikelola supaya memberikan manfaat dilain hari. Dan yang paling penting adalah kami sebagai mahasiswa ikut bersuara untuk pemerintah bisa memberikan lapangan pekerjaan, pelatihan bahkan pendidikan bagi anak-anak yang terputus pendidikannya. Karna keterpurukan bangsa adalah ketika mereka tidak melanjutkan pendidikannya.

Melihat dari permasalahan ini, walikota Banjarmasin Yamin juga turun suara, menurutnya keberadaan mereka (para gembel, anak jalanan, pengamen dan manusia silver) sudah membahayakan keselamatan Pengendara.

Alih baiknya Pemerintah Kota Banjarmasin juga merancang program untuk mengangkat derajat pengamen dengan menyediakan panggung yang lebih layak dan tidak membahayakan seperti hotel, cafe dan restoran. Program ini disebut untuk meningkatkan kesejahteraan musisi jalanan dan memberikan pengakuan atas kontribusi mereka terhadap budaya urban kota. Tidak hanya memberikan ruang tampil, pemko juga berencana menyediakan honor bagi pengamen yang lolos seleksi.

Dari beberapa kebijakan pemerintah tentang penanganan anjal (anak jalanan) khususnya pengamen, juga banyak menuai pro dan kontra, banyak pengomentar yang turut mengeluarkan aspirasinya untuk mengedepankan kepentingan kenaikan gajih para guru honorer terlebih dahulu dibandingkan para pengamen. Namun, sebagian yang lainnya juga ikut mendukung dengan program ini, karna mereka rasa program ini dapat membantu peningkatan kualitas ekonomi masyarakat kecil.

Di tengah dunia yang semakin sibuk dan individualistis, empati kerap hadir sebagai kilasan rasacepat datang, cepat pula pergi. Kita melihat penderitaan orang lain, merasa iba sejenak, lalu kembali melanjutkan hidup seperti biasa. Tapi, apakah kepedulian hanya sebatas simpati pasif? Ataukah ada makna yang lebih dalam dari sekadar merasa iba?

Mengulurkan tangan bukan sekadar refleks emosi, melainkan keputusan sadar yang mempertimbangkan kebutuhan sesungguhnya, dampak jangka panjang, dan cara terbaik untuk membantu tanpa melanggengkan ketergantungan.

Saatnya mengubah cara kita melihat kepedulian. Tidak semua bantuan harus instan dan kasat mata, kadang bentuk peduli yang paling tulus adalah mendengarkan, mengarahkan, atau memperjuangkan perubahan sistemik.

Salam Pergerakan, bergerak untuk kemajuan kota Banjarmasin

Iklan
Iklan