Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
HEADLINE

WALHI Kalsel dan Kalteng Serukan Hentikan Deforestasi akibat Tambang Batubara

×

WALHI Kalsel dan Kalteng Serukan Hentikan Deforestasi akibat Tambang Batubara

Sebarkan artikel ini
IMG 20250605 WA0034

BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Kalimantan Tengah (Kalteng) menggelar aksi memperingati hari lingkungan hidup sedunia di Jembatan Barito, Kalimantan Selatan pada Minggu, (1/6/2025) lalu

Aksi tersebut dilakukan untuk merefleksikan kembali upaya pemerintah dalam mengurangi dampak perubahan iklim akibat emisi gas rumah kaca. Saat ini sumber energi Indonesia masih bergantung pada fosil dan sumber daya alam ekstraktif. Ini membuat negara menjadi semakin dekat dengan krisis iklim dan krisis ekologis.

Baca Koran
IMG 20250605 WA0035

Jembatan Barito merupakan simbol penghubung dua provinsi yang berada di atas Sungai Barito yang merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito yang kini tengah berada dalam krisis ekologis akut. Sungai Barito juga merupakan saksi bagaimana hutan hujan tropis Kalimantan mengalami deforestasi yang masif dari waktu ke waktu akibat berbagai macam aktivitas ekstraktif salah satunya pertambangan batubara.

Sungai Barito, yang sejak dahulu menjadi nadi kehidupan masyarakat lokal dan bentang ekologis penting, kini telah direduksi menjadi jalur logistik utama pengangkutan sumber daya alam yang dieksploitasi tanpa kendali. Ratusan tongkang batubara hilir-mudik setiap hari, membawa kekayaan bumi ke luar pulau, namun meninggalkan krisis lingkungan, konflik sosial, dan kerentanan bencana bagi masyarakat lokal.

Hasil pemantauan WALHI menunjukkan dalam dua dekade terakhir, deforestasi di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah meningkat signifikan, seiring dengan perluasan konsesi pertambangan batubara.

Kawasan hutan yang sebelumnya menjadi ruang hidup masyarakat adat dan sumber ketahanan ekologis kini berganti menjadi lubang-lubang tambang, jalan hauling, serta terminal batubara.

IMG 20250605 WA0036

Tahun 2023 Kalsel mengalami deforestasi seluas 16.067 hektar sedangkan di Kalteng deforestasi juga terjadi lebih besar pada tahun 2023 dan 2024 mencapai total lebih dari 63.000 hektar berdasarkan laporan Auriga Nusantara. Data tersebut menjadikan Kalimantan secara umum sebagai pulau dengan penyumbang deforestasi terluas se Indonesia.

Baca Juga :  Status Bandara Internasional Kembali jadi Bandara Internasional

Walhi Kalsel sendiri mencatat seluas 399 ribu hektar lahan telah dibebani izin pertambangan. Beban izin pertambangan ini juga mengancam kelestarian karst di Kalsel mencapai seluas 356 ribu hektar. Sementara di Kalteng luas perizinan batubara mencapai 1 juta hektar dan sebagian besar berada di DAS Barito, sehingga beban perizinan industri ekstraktif tersebut juga secara langsung mengancam ekosistem di Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito.

“Setiap batang kayu yang tumbang untuk tambang batubara adalah simbol kegagalan negara dalam melindungi rakyat dan lingkungan hidupnya,” tegas Raden Rafiq, Direktur Eksekutif WALHI Kalsel, Kamis (5/6).

Kondisi ini diperparah dengan lemahnya pengawasan, penegakan hukum dan kebijakan yang cenderung memihak kepada korporasi tambang. Di Kalimantan Tengah, pembiaran terhadap perluasan tambang bahkan menjangkau kawasan gambut dan sempadan sungai, yang semestinya menjadi kawasan lindung ekologis.

“Deforestasi tidak hanya menghancurkan hutan dan keanekaragaman hayati di dalamnya, tetapi juga mempercepat krisis iklim dan memperparah kerentanan masyarakat adat dan lokal terhadap bencana ekologis.

Masyarakat adat dan lokal yang selama ini menjaga hutan justru dijadikan korban dalam skema pembangunan yang eksploitatif sumber daya alam. Pemerintah tidak hanya gagal melindungi mereka, tetapi seringkali justru berpihak pada kepentingan modal yang menyebabkan konflik agraria yang masif di Kalimantan Tengah,” timpal Bayu Herinata Direktur Eksekutif WALHI Kalteng.

Dalam aksi simbolik di atas Jembatan Barito, Walhi membentangkan spanduk bertuliskan “Hentikan Deforestasi, Tambang Merusakan Hutan, Sungai dan Masa Depan Masyarakat Adat, Transisi Energi Sekarang, Save Meratus #End Coal Now,”, sembari melakukan Susur Sungai Barito di sekitar kapal tongkang Batubara yang menjadi potret penghisapan sumber daya alam dan kondisi kerusakan lingkungan akibat tambang. Sungai Barito hari ini bukan hanya menjadi saksi bisu, tetapi juga korban dari sistem ekonomi ekstraktif yang menghancurkan daya dukung dan daya tampung lingkungan Kalimantan. (ful/KPO-3)

Baca Juga :  Satu Lagi Calon Haji Wafat di Tanah Suci

Iklan
Iklan