JAKARTA, Kalimantanpost.com – Presiden Direktur Philips Indonesia Astri Ramayanti Dharmawan mengatakan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dapat membantu mengatasi masalah tingginya permintaan dan kekurangan tenaga medis spesialis di Indonesia jika penggunaannya tepat, transparan, dan didesain secara inklusif dan bijak.
“AI memiliki potensi luar biasa untuk meningkatkan akses layanan, mempersingkat waktu tunggu dan meringankan beban tenaga medis,” kata Astri dalam temu media di Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Astri mengatakan saat ini Indonesia hanya mampu menghasilkan sekitar 2.700 dokter spesialis baru per tahun, sementara kebutuhan secara nasional sudah mencapai 29 ribu.
Ketidakseimbangan itu menyebabkan sebesar 77 persen pasien mengaku mengalami masa tunggu yang lama untuk bertemu dengan dokter spesialis sebagaimana dilaporkan dalam Laporan Future Health Index 2025 yang disusun oleh Philips.
Dari laporan itu, diketahui bahwa satu dari tiga pasien atau sebesar 33 persen menyatakan mengalami keterlambatan untuk mendapatkan perawatan umum. Sementara 51 persen lainnya mengaku mengalami pemburukan kondisi kesehatan karena tidak segera mengakses layanan kesehatan tepat waktu.
Dilaporkan pula 45 persen pasien harus di rawat di rumah sakit karena hal tersebut.
Oleh karenanya, Astri menekankan agar negara merancang sistem AI dengan empati, membangun kepercayaan, dan memastikan implementasi yang bertanggung jawab demi memenuhi kebutuhan pasien dan tenaga kesehatan.
Terlebih, katanya, Indonesia berada pada posisi yang tepat untuk memimpin penerapan AI dalam layanan kesehatan.
Fondasi untuk menerapkan AI semakin kokoh dengan adanya cakupan kesehatan yang hampir universal di bawah JKN dan komitmen kuat pemerintah melalui roadmap transformasi kesehatan digital Kementerian Kesehatan.
“Yang paling penting saat ini adalah menyelaraskan inovasi dengan kebutuhan manusia dan memberikan solusi yang inklusif, efektif, dan berskala besar dengan perlindungan yang kuat,” ujar dia.
Astri menyampaikan bahwa setiap pihak juga tidak boleh lupa jika membangun kepercayaan pada AI tidak hanya menjadi tantangan dari sisi teknologi tetapi juga aspek manusia.
“Perlu adanya inovasi dengan transparansi, desain yang berpusat pada manusia, kemitraan lintas sektor yang mendalam, dan kerangka regulasi yang jelas, kita dapat membangun sistem layanan kesehatan yang lebih cerdas dan tangguh,” katanya.
Ia mengatakan sebenarnya tenaga kesehatan maupun pasien di Indonesia menyatakan keyakinan yang kuat terhadap potensi AI untuk meningkatkan layanan kesehatan.
Menurut hasil survei yang pihaknya lakukan, optimismenya melampaui rata-rata di APAC dan global yakni sebesar 84 persen tenaga kesehatan dan 74 persen pasien menganggap AI dapat meningkatkan layanan kesehatan.
Di antara mereka, 85 persen tenaga kesehatan mengatakan analitik prediktif berteknologi AI dapat membantu menyelamatkan nyawa dengan memungkinkan intervensi dini, dan 73 persen percaya teknologi digital akan mengurangi rawat inap di masa mendatang. (Ant/KPO-3)