Oleh : Nor Aniyah, S.Pd
Penulis, Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.
Kasus kekerasan terhadap anak kembali mengoyak nurani publik. Dua peristiwa tragis baru-baru ini memperlihatkan betapa rapuhnya perlindungan terhadap anak di negeri ini. Di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, pasangan AYS (28) dan YG (24) menyiksa bayi yang dititipkan oleh ibunya sendiri hingga tewas hanya karena korban rewel. Ironisnya, kekerasan itu kerap direkam sambil tertawa (kompas.com).
Kekerasan terhadap anak juga terjadi di Jakarta Selatan, ditemukan dalam kondisi lemas dan tergeletak dengan tubuh kurus di lantai Pasar Kebayoran lama. Korban kemudian dievakuasi oleh petugas Satpol PP dan dibawa ke puskesmas Cipulir 2, Jakarta Selatan. Diduga korban dianiaya oleh ayahnya di Surabaya. Lalu dibawa dan ditinggalkan di Jakarta (mediaindonesia.com).
Selain kekerasan fisik seperti kasus tersebut, anak juga mengalami kekerasan seksual. Data sistem informasi online perlindungan perempuan dan anak (Simfoni PPA), Kementerian PPA 2024 bahkan menunjukkan ancaman kekerasan seksual adalah jenis kekerasan yang tertinggi (antaranews.com).
Mirisnya, kekerasan pada anak banyak terjadi dalam rumah dan dilakukan oleh orang tua. Kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di lingkungan terdekat, hingga lingkungan keluarga, sejatinya tidak dapat dilepaskan dari berbagai faktor yang saling berkaitan. Mulai dari tekanan ekonomi yang mendera, emosi orang tua yang tidak terkendali, kerusakan moral yang kian merajalela, lemahnya pemahaman atas fungsi keluarga, hingga lemahnya iman yang seharusnya menjadi penuntun dalam bersikap dan bertindak.
Semuanya berpangkal pada sistem kehidupan Sekularisme Kapitalisme yang mencabut nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan dari akar kehidupan. Membuat para orang tua kehilangan arah dalamdala mendidik dan mengasuh anak sesuai fitrah. Serta menjadikan tekanan ekonomi sebagai pembenaran untuk menitipkan anak dalam waktu yang lama dan intens, menyiksa bahkan menelantarkan anak.
Sementara di sisi lain, Sekularisme juga menciptakan hubungan sosial yang dingin dan individualistis, sehingga masyarakat sekitar pun kehilangan kepekaan dan kehilangan kepedulian terhadap penderitaan yang terjadi di sekitar mereka. Indonesia sebenarnya sudah banyak regulasi tentang Perlindungan Anak, pencegahan kekerasan seksual juga berbagai kebijakan pembangunan keluarga dan gerakan-gerakan masyarakat. Namun, nyatanya semua itu belum mampu menyelesaikan persoalan.
Sebab, regulasi-regulasi tersebut dibangun di atas fondasi paradigma sekuler dan kapitalistik, yang memisahkan nilai-nilai agama dari kehidupan. Serta lebih menekankan pendekatan teknokratis dan administratif tanpa menyentuh akar persoalan yang bersifat ideologis. Seperti rusaknya pola pikir masyarakat terhadap keluarga, lemahnya kesadaran moral dan spiritual, serta hilangnya fungsi negara sebagai pelindung hak-hak dasar anak dalam sistem kehidupan yang manusiawi dan penuh tanggung jawab.
Karena itu, menyelesaikan persoalan ini di bawah kehidupan yang diatur oleh sistem Kapitalisme adalah perkara mustahil. Persoalan ini sejatinya akan tuntas di bawah penerapan aturan Islam secara kaffah dalam institusi Khilafah. Penerapan Islam secara kaffah atau menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan, baik individu, keluarga, masyarakat, maupun negara akan menjadi jaminan tegaknya kesejahteraan yang hakiki, ketentraman jiwa yang mendalam, serta terjaganya iman dan taqwa manusia kepada Allah SWT.
Negara Khilafah sebagai institusi pemerintah yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh akan melakukan edukasi secara masif dan terstruktur kepada seluruh warganya melalui sistem pendidikan berbasis aqidah Islam. Sehingga terbentuk individu-individu yang berkepribadian Islam, yakni berpola pikir dan berpola sikap sesuai syariat. Pendidikan dalam Khilafah tidak semata bertujuan mencetak manusia cerdas secara intelektual. Tetapi, juga membentuk akhlak mulia dan ketaqwaan yang mendalam.
Dengan fondasi ini, setiap warga negara baik sebagai orang tua, anak, anggota masyarakat maupun pemimpin akan mampu menjalankan perannya secara benar, bertanggung jawab dan penuh kasih sayang sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Maka dalam masyarakat yang dibina oleh Khilafah kekerasan dalam keluarga dapat dicegah sejak dini karena setiap individu dibekali kesadaran ruhiyyah, dan pemahaman yang utuh tentang hak dan kewajiban dalam kehidupan sosial dan rumah tangga.
Negara juga akan memainkan peran strategis dalam menguatkan pemahaman terhadap hukum-hukum keluarga Islam. Baik melalui kurikulum pendidikan, media massa, hingga kebijakan-kebijakan publik yang berlandaskan syariat. Dengan demikian, setiap individu dalam keluarga baik suami, istri, maupun anak akan memiliki komitmen yang tinggi untuk melaksanakan kewajiban dan menunaikan hak-hak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Islam. Bukan semata karena tekanan sosial atau aturan legal formal. Melainkan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT.
Inilah yang menjadi fondasi kokoh bagi terbentuknya ketaatan keluarga yang sesungguhnya. Di mana keluarga dibangun atas dasar iman, tanggung jawab, dan kasih sayang. Ketahanan semacam ini tidak akan pernah lahir dari sistem sekuler yang mengabaikan peran agama dalam mengatur urusan kehidupan. Hanya dalam naungan sistem Khilafah yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh ketahanan keluarga yang hakiki dapat terwujud dan menjadi benteng utama yang mencegah munculnya berbagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga.
Islam juga menetapkan aturan sosial yang jelas dan menjaga interaksi antara laki-laki dan perempuan sesuai syariat. Hal ini menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan anak dan keluarga. Tidak seperti kapitalisme yang membiarkan interaksi bebas tanpa batas hingga menghancurkan tatanan sosial.
Kekerasan dalam keluarga adalah gejala dari sistem yang rusak. Selama sistem sekularisme kapitalisme masih menjadi dasar kehidupan, maka kekerasan, kezaliman, dan kehancuran keluarga akan terus berulang. Solusi hakiki hanya bisa ditemukan dalam sistem Islam yang diterapkan secara kaffah dalam institusi Khilafah.
Islam tidak hanya memberikan solusi individual, tetapi juga sistemik dan menyeluruh. Ia menciptakan suasana keimanan yang membentuk individu bertakwa, keluarga yang kuat, masyarakat yang peduli, dan negara yang bertanggung jawab. Hanya dengan kembali kepada Islam secara kaffah, anak-anak kita akan tumbuh dalam keamanan, kasih sayang, dan keadilan sejati.