Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Bergerak Usaha, Bertahan Karena Nilai

×

Bergerak Usaha, Bertahan Karena Nilai

Sebarkan artikel ini

Oleh : Zaymah Bubiyah
Pegiat Pena Banua, Aktivis Dakwah, Mahasiswa Ekonomi Pembangunan

Di sudut-sudut Kalimantan Selatan, anak-anak muda tengah menanam mimpi. Tak semua lahir dari keluarga yang berada, tak semua punya modal besar. Tapi mereka membawa sesuatu yang tak mudah dibeli—tekad, keberanian, dan niat baik.

Kalimantan Post

Di tengah bonus demografi yang sedang dinikmati Indonesia, mereka berdiri di garis depan harapan. Negeri ini mencatat angka: lebih dari 65 juta pemuda berusia produktif, ratusan ribu pelaku UMKM dari kalangan muda, dan ribuan konten kreator baru yang lahir setiap bulan. Tapi di balik angka-angka itu, ada wajah-wajah lelah yang tetap berjuang. Mereka tak hanya ingin bertahan hidup, tapi ingin tumbuh bermakna.

Menangkap semangat itu, pada awal Juli 2025, Dinas Pemuda dan Olahraga Kalimantan Selatan menyelenggarakan pelatihan Wirausaha Muda Kalsel 2025. Sebanyak 50 pemuda dari berbagai daerah berkumpul, belajar mengembangkan UMKM dan konten kreatif agar siap bersaing di pasar global (Diskominfomc.kalselprov.go.id, 1/7/2025).

Sebuah langkah awal yang patut diapresiasi—tapi juga perlu dikritisi: apakah cukup?

Pemberdayaan atau Sekadar Formalitas?

Pelatihan semacam ini bukan hal baru. Tapi kondisi pemuda masih berkutat pada krisis berlapis—krisis moral, identitas, dan ekonomi. Banyak dari mereka akhirnya menjadi “pekerja serabutan digital” tanpa fondasi berpikir yang utuh. Diajak membuat konten, tapi tak ditunjukkan arah kebenaran. Diberi alat usaha, tapi tak dibekali panduan nilai (KalimantanLive.com, 2/7/2025).

Inilah buah dari sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Pemuda diposisikan sebagai alat ekonomi semata. Pemberdayaan pun menjadi upaya menaikkan statistik, bukan membangun peradaban.

Terjebak Kapitalisme Dini

Diharapkan mandiri, tapi dipersiapkan dalam sistem yang tak sungguh memberdayakan. Wirausaha muda diarahkan ke sektor konsumtif, mengikuti tren yang cepat naik lalu cepat tenggelam. Usaha kopi kekinian, konten viral, hingga barang yang laku karena gaya, bukan kebermanfaatan. Padahal semua itu tidak cukup untuk membangun ketahanan ekonomi jangka panjang (RRI.co.id, 2/7/2025).

Baca Juga :  Pustaka di Layar Kaca

Belum lagi hambatan klasik yang terus berulang: modal yang sulit, pasar yang terbatas, dan dukungan negara yang lebih sering bersifat seremonial. Banyak pelatihan hanya hadir sebagai agenda tahunan, bukan sebagai pembinaan yang utuh dan berjenjang (JurnalisPost.online, 2/7/2025).

Ironisnya, banyak pemuda justru merasa cukup hanya karena diajari “cara jualan.” Padahal sejatinya, mereka hanya sedang dilatih cara bertahan hidup dalam sistem ekonomi kapitalistik yang tak berpihak pada rakyat kecil.

Pemuda adalah Aset Peradaban

Islam tak memandang pemuda sebagai alat ekonomi, tapi sebagai pelanjut risalah perjuangan. Pemuda dalam Islam adalah agen perubahan, bukan sekadar pelaku bisnis kecil-kecilan. Maka, pemberdayaan dimulai dari akidah, adab, dan visi hidup sebagai hamba dan khalifah.

Negara dalam sistem Islam akan memenuhi kebutuhan dasar pemuda: pendidikan, akses teknologi, pelatihan, dan lapangan kerja. Bukan untuk komersialisasi, tapi untuk membentuk pemuda yang siap memimpin perubahan.

Sejarah mencatat: Muhammad Al-Fatih menaklukkan Konstantinopel di usia 21. Usamah bin Zaid memimpin pasukan besar di usia 17. Zaid bin Tsabit menjadi penulis wahyu ketika masih remaja. Semua itu lahir dalam sistem Islam yang kaffah—bukan dalam sistem kapitalisme.

Wirausaha yang Menghidupkan

Islam mendorong perdagangan, bahkan Rasulullah adalah pedagang. Tapi wirausaha dalam Islam bukan soal popularitas atau menumpuk kekayaan. Ia adalah bagian dari ibadah dan dakwah. Wirausaha dibingkai oleh misi maslahat dan keadilan. Negara dalam Islam menjaga pasar dari riba, monopoli, penipuan, dan eksploitasi.

Masyarakat, individu, dan negara berjalan beriringan—bukan saling meninggalkan.

“Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.” (QS. Al-Kahfi: 13)

Kekuatan pemuda terletak pada iman dan petunjuk Allah, bukan hanya keterampilan duniawi.

Menata Ulang Arah Hidup

Baca Juga :  KALIMANTAN UNTUK INDONESIA

Banyak pemuda hari ini berjalan cepat, tapi tak tahu ke mana. Mereka sibuk “produktif”, tapi tanpa fondasi ideologis, semuanya hanya akan jadi rutinitas yang melelahkan. Maka yang paling dibutuhkan bukan sekadar skill, tapi makna. Bukan sekadar keberanian untuk memulai usaha, tapi keberanian untuk menolak tunduk pada sistem yang tidak adil.

Kita butuh lebih banyak ruang diskusi terbuka di komunitas pemuda—bukan cuma soal cuan dan target bisnis, tapi soal tujuan hidup, nilai, dan tanggung jawab sosial. Forum-forum seperti kajian ekonomi Islam, mentoring wirausaha syariah, dan komunitas kreatif yang punya arah dakwah harus diperbanyak, ditumbuhkan, dan diperkuat.

Pemuda adalah ruh zaman. Bila arah mereka tepat, maka kehidupan masyarakat pun ikut berbenah. Tapi jika pemuda terus diarahkan untuk sekadar bertahan hidup dalam sistem rusak, maka yang lahir hanyalah generasi pragmatis, lelah, dan kehilangan arah.

Rawat Mimpi

Di masa depan, kita ingin menyaksikan lebih banyak pemuda Banua yang memimpin perubahan—yang membuka lapangan kerja dari nilai, bukan sekadar peluang. Yang berkarya karena cinta pada umat, bukan demi viral semata. Yang berani mengatakan tidak pada sistem riba, eksploitasi, dan kemunafikan pasar.

Dan itu hanya mungkin jika sistem yang menaungi mereka adalah sistem yang juga berpihak: Islam kaffah yang hadir sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Arahkan Langkah, Teguhkan Nilai

Pelatihan Wirausaha Muda Kalsel 2025 mencerminkan niat baik. Tapi tanpa arah ideologis yang kuat, kegiatan seperti ini akan berulang tanpa hasil besar (Diskominfomc.kalselprov.go.id, 1/7/2025).

Jika sungguh ingin melihat pemuda Banua bangkit—mandiri, berakhlak, dan siap mengguncang dunia—maka sistem Islam kaffah adalah satu-satunya jalan. Sistem yang tak hanya membina keterampilan, tapi juga membangun identitas, arah hidup, dan kekuatan spiritual. Agar pemuda tak sekadar menjadi pelaku usaha di pasar global, tapi pembawa cahaya dalam peradaban manusia.

Iklan
Iklan